Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Jengkol sedang meramaikan meja makan sebagian keluarga Indonesia karena hari-hari ini sedang musimnya. Ada yang antipati terhadap jengkol, tapi penyuka jengkol adalah penggemar fanatik.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Jengkol memang biasanya bukan lauk utama, tapi biasa digunakan sebagai makanan pendamping. Jengkol muda biasanya dimakan sebagai lalapan, yang tua diolah menjadi rendang, gulai, dan semur. Bahkan dijadikan jajanan dengan santan yang gurih dan manis. Legit. Menu ini di antaranya ada dalam kuliner Minang, Sunda, Betawi, sampai ke Penajam Paser Utara di Kalimantan Timur. Sajian jengkol mudah ditemui di rumah-rumah, warung, hingga restoran besar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dikutip dari publikasi Tanaman Jengkol dari scholar.unand.ac.id, tanaman jengkol merupakan tanaman khas di wilayah Asia Tenggara dan dapat ditemui di Indonesia, Myanmar, Thailand, dan Malaysia.
Buah ini memiliki banyak manfaat. Kaya karbohidrat, protein, vitamin A, vitamin B, fosfor, kalsium, alkaloid, minyak atsiri, steroid, glikosida, tanin, dan saponin. Jengkol juga digunakan sebagai obat diare dalam dunia medis, bahan keramas rambut, dan bahan penambah karbohidrat.
Hati-hati Kejengkolan
Efek samping jengkol juga ada: bau mulut, bau badan, dan bau air seni yang dihindari banyak orang. Jengkol juga menyebabkan terjadinya kejengkolan, yang disebabkan oleh kandungan asam jengkolat (jengkolic acid) salah satu komponen yang terdapat pada biji jengkol yang bersifat sama dengan asam urat (uric acid).
Merujuk publikasi yang berjudul Evaluating the Toxic and Beneficial Effects of Jering Beans In Normal and Diabetic Rats dari Journal of The Science of Food and Agriculture, menunjukkan bahwa jengkol mampu menurunkan kadar gula darah setelah makan. Para ahli berpendapat jengkol baik untuk mencegah penyakit diabetes dan mengendalikan gula darah pada penderita diabetes.
Para peneliti melihat kelompok tikus yang mengkonsumsi jengkol memiliki kelenjar langerhans lebih aktif. Kelenjar ini menghasilkan hormon insulin dan berbagai hormon lainnya yang mengatur gula darah di dalam tubuh.
Kulit jengkol juga dapat dimanfaatkan untuk berbagai obat. Publikasi Tanaman Jengkol dari scholar,unan.ac.id, menyebutkan bahwa kulit jengkol dapat dimanfaatkan untuk obat borok, luka bakar, dan pestisida nabati dalam pengendalian populasi nyamuk Aedes Aegypti.
Tanaman jengkol dapat digunakan sebagai tanaman konservasi karena kemampuannya menyerap air, sehingga mengurangi terjadinya banjir. Di bidang industri, kayu jengkol dapat dimanfaatkan untuk bahan baku kontruksi dan mebel. Di bidang pertanian, kulit jengkol dimanfaatkan untuk herbisida dan pupuk organik
MUHAMMAD SYAIFULLOH