Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Obat pereda nyeri ialah obat yang dapat meredakan ketidaknyamanan yang disebabkan penyakit, cedera, prosedur bedah, dan kondisi kronis. Setiap orang mengalami rasa sakit secara berbeda. Nyeri bisa datang tiba-tiba atau dapat berlangsung selama berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Terdapat dua jenis obat pereda nyeri yaitu yang bisa didapatkan secara bebas di apotek atau disebut juga Over the counter (OTC), dan yang hanya bisa didapatkan melalui resep dokter. Namun tentunya terdapat risiko dan dampak yang timbul bila mengonsumsi obat pereda nyeri secara berlebihan. Pereda nyeri OTC relatif aman jika pengguna mengikuti petunjuk pada label.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dilansir dari my.clevelandclinic.org, obat pereda nyeri jenis Acetaminophen dan nonsteroidal anti-inflammatory drugs (NSAID) tak boleh diminum oleh penderita penyakit ginjal atau penyakit hati. Sedangkan meminum asetaminofen lebih dari 3 ribu miligram dalam sehari juga akan menyebabkan masalah hati.
Anak-anak di bawah 18 tahun tidak boleh mengonsumsi aspirin. Ini dapat menyebabkan penyakit yang mengancam jiwa yang disebut Sindrom Reye. Lebih baik menggunakan NSAID sebagai penggantinya.
Penggunaan NSAID dalam waktu lama dapat meningkatkan risiko serangan jantung dan stroke. Orang dengan masalah jantung atau tekanan darah tinggi sebaiknya tak mengonsumsi obat ini. NSAID juga dapat meningkatkan risiko memar, berdarah, pendarahan di lambung, reaksi kulit seperti ruam atau lecet.
Tak hanya obat OTC yang memiliki resiko penggunaan, obat pereda nyeri yang diresepkan pun memiliki resiko yang lebih tinggi daripada obat OTC. Opioid dapat membuat ketagihan dan menyebabkan penyalahgunaan zat. Oleh karena itu dokter hanya meresepkan opioid untuk penggunaan jangka pendek. Misalnya selama beberapa hari setelah operasi.
Selain itu obat pereda nyeri yang diresepkan dapat menyebabkan penglihatan kabur, sembelit, mulut kering, kelelahan, sakit kepala, insomnia, perubahan suasana hati, mual, masalah buang air kecil dan penambahan berat badan. Studi menunjukkan bahwa asetaminofen lebih aman dikonsumsi selama kehamilan. Namun, mengonsumsi NSAID atau opioid selama awal kehamilan dapat meningkatkan risiko cacat lahir pada bayi.
ANNISA FIRDAUSI
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.