Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Menurut data KementerianKesehatan pada 2018, prevalensi di Indonesia 13,5 persen usia 18 tahun ke atas mengalami kelebihan berat badan sementara itu 28,7 persen mengalami obesitas. Obesitas kini menjadi ancaman serius bagi remaja Indonesia di samping masalah remaja lainnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kegemukan atau obesitas menjadi masalah kesehatan yang utama. Bukan cuma di Indonesia, obesitas pada remaja sudah menjadi masalah di berbagai belahan dunia. Bahkan, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah menyatakannya sebagai epidemi global.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Obesitas ditengarai karena pola makan remaja yang kurang seimbang. Pola makan remaja yang tergambar dari data Global School Health Survey tahun 2015, antara lain tidak selalu sarapan (65,2 persen), sebagian besar remaja kurang mengonsumsi serat sayur dan buah (93,6 persen), dan sering makan makanan dengan penguat rasa atau berpenyedap (75,7 persen).
Selain itu, remaja juga cenderung menerapkan pola kurang bergerak sehingga kurang melakukan aktivitas fisik (42,5 persen). Padahal, obesitas meningkatkan risiko penyakit berbahaya, di antaranya sulit bernapas, peningkatan risiko patah tulang, hipertensi, penanda awal penyakit kardiovaskular, resistensi insulin, hingga masalah psikologis.
Penderita obesitas kerap mengalami kecemasan, depresi, kurang percaya diri, emosional, dan masalah terkait intimidasi dan isolasi sosial sehingga mempengaruhi kualitas hidup remaja. Remaja bertubuh besar sering diperlakukan tidak baik atau dikenal sebagai fenomena fatphobia, sizeism, atau diskriminasi terhadap ukuran, meski hal ini tidak dapat dibiarkan karena termasuk praktik body shaming yang berdampak negatif pada kualitas hidup.
Gangguan makan
Pada beberapa kasus, penderita obesitas rentan mengalami anoreksia dan bulimia hingga gangguan makan yang membuatnya kehilangan nafsu makan untuk mengejar tubuh kurus. Pada prinsipnya, obesitas remaja dapat dicegah dengan mengatur pola dan porsi makan dan minum, perbanyak makan buah dan sayur, banyak melakukan aktivitas fisik, menghindari stres, dan cukup tidur.
Di sisi lain, seluruh elemen masyarakat juga sudah saatnya memahami pentingnya gizi untuk kesehatan dalam setiap siklus kehidupan karena gizi adalah investasi bangsa, khususnya bagi generasi muda. Layak untuk diapresiasi saat ini banyak pihak yang memiliki perhatian besar atas isu tersebut.
Tim Pengabdi Pengabdian dan Pemberdayaan Masyarakat (PPM) UI, misalnya, memfokuskan salah satu kegiatannya pada upaya menurunkan risiko obesitas pada remaja. Mereka menyadari perlu langkah konkret untuk benar-benar menurunkan ancaman obesitas, antara lain dengan turun langsung ke sekolah-sekolah dan memberdayakan kader unit kesehatan sekolah (UKS).
Contohnya mengedukasi kader UKS di SMK Tiara Nusa Kota Depok dan mengoptimalkan peran dan fungsi kader UKS dalam meningkatkan perilaku pencegahan obesitas pada remaja. Hal itu diharapkan dapat direplikasi di sekolah lain sehingga ancaman obesitas bisa benar-benar diturunkan dengan perilaku yang konkret dan tepat sasaran.
Pilihan Editor: Komplikasi Kesehatan Akibat Obesitas, dari Kepala sampai Kaki