Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Dr Bangbang Aryanto SpKN-TM dari Rumah Sakit Sardjito Yogyakarta mengatakan nuklir yang digunakan dalam kedokteran nuklir berskala medis sehingga sangat aman, bahkan menguntungkan untuk diagnostik dan terapi. Salah satunya buat penyakit kanker.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurutnya, di Indonesia ketika orang mendengar kata nuklir, yang terpikir adalah bom atau perang. Dia menjelaskan nuklir yang digunakan dalam kedokteran nuklir berasal dari sumber-sumber radioaktif buatan namun masih dalam skala yang aman.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Jadi, kedokteran nuklir itu pelayanan, sumber pelayanan kesehatan yang menggunakan sumber radioaktif terbuka untuk peranan diagnostik, in vitro (di lab) maupun in vivo (dalam tubuh), untuk terapi dan penelitian," ujar Bangbang dalam bincang "Kedokteran Nuklir di RS Sardjito, Ini Perannya dalam Pelayanan Kesehatan" yang disiarkan oleh Kementerian Kesehatan, Senin, 12 Feberuari 2024.
Beda dengan radiologi
Dia menjelaskan yang membedakannya dengan radiologi adalah sumber energi radiasi tertutup yang berasal dari alat, seperti X-ray, CT scan, dan MRI.
"Sedangkan di kedokteran nuklir, kita memberikan sumber radiasi terbuka melalui intravena (lewat pembuluh darah). Disuntikkan, dihirup, ditelan, lalu masuk ke dalam tubuh sehingga pasien sendiri yang akan memancarkan radiasi tersebut," ujarnya.
Kemudian, radiasi yang dipancarkan oleh pasien tersebut ditangkap oleh kamera gamma sehingga ada citranya. Bangbang menjelaskan dengan teknik kedokteran nuklir, fungsi organ juga dapat diketahui secara lebih presisi dalam diagnosis. Dia mencontohkan dalam pemeriksaan ginjal yang menggunakan USG dapat diketahui bentuk dan kontur ginjal namun tidak diketahui fungsi ginjal tersebut.
Sementara itu, dengan menggunakan teknik kedokteran nuklir, meski tidak diketahui kontur dan bentuknya, fungsi ginjal tersebut dapat diketahui, seperti persentase dan tingkat laju filtrasi glomerular yang dihitung dalam mililiter per menit. Adapun contoh teknik kedokteran nuklir yang paling sering digunakan adalah untuk pasien kanker tiroid, menggunakan iodium-131. Dia menjelaskan pengobatan dilakukan dengan skala molekuler yang sangat sensitif supaya tidak merusak jaringan lain.
"Dengan iodium radioaktif ini, kita menggunakan paparan sinar beta untuk menghancurkan kelenjar tiroid," jelasnya.
Pilihan Editor: Memahami Ketamin dan Bahayanya Jika Disalahgunakan