Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Guru-guru SD di Denpasar diajak menggunakan film pendek untuk bahan pembelajaran.
Film memudahkan guru memberikan pendidikan karakter dan bisa menjadi pengantar untuk materi lain.
Syaratnya, guru perlu memahami empat elemen dasar film.
SEORANG pelajar berbadan tambun terasing dari pergaulan di sekolah. Ia bermasalah dalam berbagai aktivitas, terutama dalam pelajaran olahraga karena sulit bergerak leluasa. Anak itu pun tak percaya diri untuk mendekati teman perempuan yang dia sukai.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Namun siswa itu tidak tinggal diam. Dia habis-habisan berlatih basket sampai nyaris pingsan. Gurunya sengaja memberi dia kesempatan tampil di depan kelas untuk mendongkrak rasa percaya dirinya. Penampilan anak itu pun mendapat sambutan meriah teman-temannya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Film pendek berjudul Ari besutan sutradara Alex Murawski asal Australia itu diputar dalam Workshop Film Pendek untuk Guru SD se-Kota Denpasar oleh Minikino pada Jumat, 17 Januari 2025. Minikino adalah organisasi festival film pendek yang berdiri di Denpasar, Bali, sejak 2002.
Ada juga film animasi Mogu&Perol karya Tsuneo Goda dari Jepang. Mogu digambarkan sebagai figur yang senang memasak, sedangkan Perol sangat suka menyantap makanan.
Awalnya mereka sangat akrab dan saling melengkapi. Namun, karena salah paham dalam berkomunikasi, mereka berpisah. Akibatnya, Mogu merasa kesepian karena tak ada lagi yang melahap makanannya. Sementara itu, Perol kelaparan dan harus berkeliling ke mana-mana untuk mencari makanan.
Kedua film tersebut dijadikan bahan diskusi seputar pesan dan makna yang diterima siswa sekolah dasar bila menontonnya. I Made Sumertayasa, guru SD Negeri 17 Dauh Puri, Denpasar, menyebutkan hal yang dialami Ari banyak ditemui dalam kehidupan sehari-hari. Bila diputar di depan siswa, film itu bisa menjadi contoh agar semua warga sekolah lebih peduli dan memberikan dukungan untuk siswa yang merasa sendirian.
Adapun film pendek kedua berpesan bahwa semua orang punya kelebihan dan kekurangan. Tantangannya adalah bagaimana membuat komunikasi yang baik agar semua itu bisa diharmoniskan. “Itu yang bisa kita ajarkan ke siswa,” kata Sumertayasa.
Marcellina Laga Pramithasari, guru SD Negeri 5 Dauh Puri, Denpasar, melihat ada kemungkinan lain. Menurut dia, dengan menelisik lebih lanjut pembuatan film Ari yang dibuat di Australia, siswa bisa diajak untuk lebih mengenal Negeri Kanguru itu. “Jadi kaitannya lebih dengan pelajaran geografi, misalnya,” ujarnya.
Direktur Minikino Edo Wulia (kanan) saat menjadi pembicara dalam Workshop Film Pendek untuk Guru SD se-Kota Denpasar oleh Mininiko, di Denpasar, Bali, 17 Januari 2025. TEMPO/Rofiqi Hasan
Berbagai pendapat yang berbeda tak dipersoalkan oleh Edo Wulia, Direktur Minikino, pengampu pelatihan. Sejak awal, pelatih menekankan bahwa para guru diberi kebebasan menafsirkan film dan membuka kemungkinan akan apa yang bakal disampaikan kepada siswa. Setelah diskusi, bisa jadi ada pendapat yang berubah. Hal yang paling penting adalah memahami latar belakang perbedaan dan perspektif yang berlainan.
Selain itu, para guru diharapkan mengerti empat elemen dasar dalam pembuatan film, yakni penokohan, alur cerita, bahasa visual, dan aspek audio. Dengan demikian, diskusi di kelas akan lebih terarah. Edo mengatakan semua unsur itu berkaitan. “Tapi lebih mudah memulai dengan berfokus pada satu elemen, umumnya pada penokohan,” ujarnya.
Penokohan meliputi karakter-karakter yang ada dalam film yang menjadi dasar pembuatan alur cerita. Di sinilah pesan-pesan biasanya diselipkan seraya mengajak penonton memberikan simpati, empati, ataupun antipati.
Bahasa visual bisa memberikan dukungan yang tepat sehingga pesan tersampaikan melalui rangkaian adegan dan perubahan sudut pengambilan gambar. Semua itu didukung suara latar yang mempertebal atmosfer sebuah aktivitas. “Jadi kami mengajak para guru mengenali suara yang bikin cemas, panik, atau berbagai perasaan lain,” kata Edo. Pengenalan serupa disuguhkan untuk memahami sudut pandang kamera yang bisa menimbulkan persepsi berbeda.
Menurut Edo, tidak ada hambatan yang berarti bagi para guru untuk memahami materi yang mereka sampaikan. Namun, dia melanjutkan, para guru perlu memperoleh pengalaman yang beragam lewat film-film lain. Dengan demikian, Minikino memberikan daftar film pendek berdurasi maksimal 20 menit yang bisa ditonton secara gratis.
Sebagai tindak lanjut pelatihan, Edo melanjutkan, dibentuk kelompok kerja. Para guru akan mengulas film-film tersebut lewat grup WhatsApp. “Kalau satu guru mengulas dua film saja setiap bulan, ada 80 film yang mungkin bisa dijadikan bahan pembelajaran,” kata Edo.
Pelatihan pembuatan film untuk siswa SDN 5 Dauh Puri oleh Minikino di Denpasar, Bali. Dok. Minikino
Pelatihan ini digelar berdasarkan riset Minikino. Penyelenggara Minikino Film Week Bali International Short Film Festival sejak 2015 ini menggelar penelitian tentang potensi film pendek sebagai media untuk meningkatkan kemampuan literasi dan membangun karakter anak-anak usia 6-17 tahun. Hasilnya, film pendek dapat merangsang pola pikir kritis, kreativitas, dan empati siswa sekaligus memfasilitasi diskusi yang mendalam di kelas.
Penelitian yang sama menghasilkan panduan memilih film pendek yang disusun khusus oleh Fransiska Prihadi, Direktur Program Minikino Film Week. Ia berpengalaman menonton dan menyeleksi lebih dari 15 ribu film pendek sejak 2013. “Jumlah film pendek yang melimpah justru menjadi dilema, tapi ini langkah efektif yang dapat membantu guru memanfaatkan potensi besar medium ini,” kata Fransiska.
Workshop ini merupakan bagian dari program strategis yang telah berjalan sejak 2022 didukung oleh Kementerian Kebudayaan Republik Indonesia dan Lembaga Pengelola Dana Pendidikan melalui Program Pemanfaatan Hasil Kelola Dana Abadi Kebudayaan. Modul pembelajaran akan tersedia dan dapat diunduh secara gratis melalui situs web Minikino. “Walaupun dilindungi hak cipta, kami berharap modul ini dapat memberi inspirasi serta digunakan dan diterapkan untuk kepentingan pendidikan di berbagai pelosok Indonesia,” kata Fransiska. ●
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo