Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Teman Anda suka berbohong? Ada kemungkinan ia memiliki gangguan psikologis pembohong patologi alias mythomania. Seorang pembohong patologis tak hanya untuk mengelabui orang lain, tapi juga membohongi dirinya sendiri hingga ia percaya kebohongan itu benar. Berbohong jadi sebuah candu yang harus dilakukan agar dirinya merasa puas. Saking seringnya membual, mereka bisa jadi sulit membedakan kebohongan dan kebenaran.
Tak mudah mengenali seseorang yang mengalami gangguan psikologis mythomania. Menurut psikolog Ratih Zulhaqqi, pembohong psikologis bisa dengan lihai menutupi ‘lubang’ dari ceritanya dengan memunculkan ‘fakta’ lain sehingga kebohongannya tersamarkan. "Kadang kita tidak tahu kalau dia bohong karena dia bisa menutupi situasi itu, pembohong patologis itu pintar menyembunyikan satu fakta dengan memunculkan fakta lain," ujar Ratih. Baca: 7 Jurus Membuka Topeng Si Dia yang Suka Bohong
Pembohong patologis biasanya memiliki gangguan saat menjalin hubungan dengan orang lain sebab perilakunya menyebabkan orang kehilangan kepercayaan. "Kalau ketemu teman seperti itu, mau tidak mau abaikan saja, jadinya kan trust issue," kata dia, menambahkan akan lebih baik bila membantunya mencari pertolongan agar gangguan psikologisnya dapat diredakan.
Mythomania bukanlah penyakit, tapi gangguan psikologis yang tak mengenal istilah sembuh, namun gejalanya bisa dikurangi. Tindakan bohong sempat dibicarakan dunia maya ketika beredarnya permintaan maaf dari Dwi Hartanto, mahasiswa doctoral di Technische Universiteit Delft Belanda. Dia mengaku telah melebih-lebihkan informasi terkadi pribadi, kompetensi dan prestasinya selama di Belanda. Banyak pencapaian yang ternyata hanya klaim belaka. Pengakuan itu menyebabkan Kedutaan Besar Republik Indonesia di Den Haag mencabut penghargaan yang telah diberikan kepada Dwi Hartanto.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini