Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto menjadi sorotan publik usai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkannya sebagai tersangka dalam kasus suap yang menjerat Harun Masiku. Selain tuduhan suap, Hasto juga menjadi tersangka terkait perintangan penyidikan atau obstruction of justice. Apa maksudnya?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebelumnya KPK menetapkan Hasto Kristiyanto (HK) sebagai tersangka terkait kasus suap Harun Masiku terhadap Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan. “Penyidik menemukan adanya bukti keterlibatan saudara HK yang bersangkutan sebagai Sekjen PDIP Perjuangan,” kata Ketua KPK Setyo Budiyanto di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa, 24 Desember 2024 dikutip dari Antaranews.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Setyo menyebut Hasto berperan aktif dalam kasus suap untuk memenangkan Harun Masiku sebagai anggota DPR RI.
Tak hanya itu, KPK juga menjerat Hasto dengan perkara perintangan penyidikan atau obstruction of justice.
"KPK mengeluarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor Sprin.Dik/ 152/DIK.00/01/12/2024, tanggal 23 Desember 2024 dengan uraian penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh tersangka Hasto Kristiyanto dan kawan kawan yaitu dengan sengaja mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi," kata Setyo Budiyanto.
Untuk perkara suap, Hasto dikenakan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara pada kasus perintangan penyidikan atau obstruction of justice, Hasto dijerat Pasal 21 Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Mengenal Obstruction of Justice
Dilansir dari laman antikorupsi.org, obstruction of justice secara harfiah diartikan sebagai tindakan menghalang-halangi proses hukum. Sedangkan dalam konteks hukum pidana, obstruction of justice merupakan tindakan yang menghalang-halangi proses hukum yang sedang dilakukan oleh aparat penegak hukum (polisi, jaksa, hakim, dan advokat), baik terhadap saksi, tersangka, maupun terdakwa.
Istilah obstruction of justice ini juga tercantum dalam Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindakan Pidana Korupsi dan Pasal 221 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Unsur Obstruction of Justice
Adapun tindakan yang dapat dinyatakan sebagai obstruction of justice ialah jika dapat memenuhi tiga unsur penting berikut:
1. Tindakan menyebabkan tertundanya proses hukum (pending judicial proceedings)
2. Pelaku mengetahui tindakannya atau menyadari perbuatannya (knowledge of pending proceedings)
3. Pelaku melakukan atau mencoba tindakan menyimpang yang bertujuan untuk mengganggu atau mengintervensi proses atau administrasi hukum (acting corruptly with intent).
Dalam keterangannya, Ketua KPK Setyo Budiyanto juga mengungkapkan sejumlah tindakan yang dilakukan Hasto sehingga mendorong KPK menjeratnya dalam perkara obstruction of justice, meliputi:
1. Pada 8 Januari 2020 ketika KPK melakukan oprasi tangkap tangan, HK memerintahkan Nur Hasan, selaku penjaga rumah aspirasi Jl. Sutan Syahrir No 12 A yang biasa digunakan sebagai kantor oleh HK, untuk menelpon Harun Masiku untuk merendam ponselnya dengan air dan segera melarikan diri.
2. Pada 6 Juni 2024, sebelum Hasto diperiksa sebagai saksi oleh KPK, yang bersangkutan memerintahkan stafnya yang bernama Kusnadi untuk menenggelamkan HP miliknya yang dipegang Kusnadi agar tidak ditemukan oleh KPK.
3. Hasto mengumpulkan beberapa saksi terkait dengan perkara Harun Masiku dan mengarahkan agar saksi tidak memberikan keterangan yang sebenarnya.
4. Ketua KPK juga mengungkapkan penetapan tersangka terhadap Hasto Kristiyanto dilakukan berdasarkan proses ekspose atau gelar perkara dan dinyatakan cukup untuk ditingkatkan ke tahap penyidikan dan ditetapkan sebagai tersangka.
Sebagai informasi, Harun Masiku ditetapkan KPK sebagai tersangka dalam perkara dugaan pemberian hadiah atau janji kepada penyelenggara negara terkait dengan penetapan calon anggota DPR RI terpilih periode 2019-2024 di KPU.
Kendati demikian, Harun Masiku selalu mangkir dari panggilan penyidik KPK dan mulai menghilang kemudian menjadi buronan sejak 17 Januari 2020.
Haura Hamidah, Defara Dhanya Paramitha, Kakak Indra Purnama, dan Ade Ridwan Yandwiputra berkontribusi dalam penulisan artikel ini.