Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kasus pelemparan anjing hidup ke sarang buaya di Nunukan, Kalimantan Utara, yang sempat viral di media sosial menjadi pelajaran bersama serta pengingat kita harus menyayangi hewan. Kasus itu, di satu sisi, seolah-olah menunjukkan kepedulian para pelaku kepada buaya yang membutuhkan makan. Hanya saja, tindakan yang keliru itu justru menunjukkan adanya sikap kejam terhadap anjing.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bisa jadi, tindakan para pelaku itu menggambarkan ekspresi dari doktrin yang menancap di hati bahwa anjing itu binatang najis. Namun, jangan lupa juga banyak cerita hikmah dengan perantara anjing justru membawa keselamatan, bahkan hingga ke surga bagi orang yang menunjukkan kepedulian dan empati.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Cerita sufi mengabarkan seorang perempuan yang hidupnya banyak berbuat maksiat namun semua dosanya diampuni oleh Allah hanya karena kepeduliannya pada seekor anjing yang hampir mati karena kehausan. Si perempuan kemudian memberi minum hingga si anjing terselamatkan nyawanya.
Jangan berbuat zalim
Kisah yang diabadikan dalam hadits oleh Bukhari itu menggambarkan status anjing yang mengandung najis bukan berarti kita bisa berbuat semena-mena kepadanya, apalagi berbuat kejam. Kisah-kisah yang tidak terlalu masyhur banyak bertebaran di lingkungan Islam tradisional, yakni bagaimana seorang ulama alim tidak berani berbuat zalim pada binatang meskipun pada seekor semut.
Misalnya, kisah seorang kiai alim di salah satu pesantren di Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur yang rela meluangkan waktu dan tenaganya untuk mengembalikan seekor semut yang tersangkut di dalam mobilnya dalam suatu perjalanan. Khodam atau pendamping kiai merasa heran ketika gurunya itu minta diantar kembali ke suatu tempat saat dalam perjalanan pulang sempat berhenti untuk buang hajat.
"Saya mau mengembalikan semut ini agar berkumpul kembali dengan keluarganya. Kalau punya anak, mungkin anaknya sedang bingung mencari ibunya," begitu pesan kiai pada si khodam.
Berkaca dari kasus pelemparan anjing ini, sifat empati perlu ditanamkan sejak dini kepada anak oleh lingkungan keluarga. Terhadap anjing atau binatang lain, bahkan kepada tumbuhan juga, kita harus menunjukkan empati untuk tidak berbuat sesuka hati. Hewan dan tumbuhan sama-sama ciptaan Tuhan dan manusia diamanahi oleh Sang Pencipta untuk memeliharanya, bukan malah menyiksa.
Di luar masalah empati yang melatih anak atau seseorang untuk berhati lembut, perbuatan semena-mena kepada binatang bisa memiliki konsekuensi hukum, yang selama ini mungkin belum banyak diketahui masyarakat. Kalau saja para pelempar anjing itu tahu dan sadar perbuatan kejam, bukan hanya kepada manusia, bisa berurusan dengan aparat penegak hukum, mungkin peristiwa itu tidak akan terjadi.
Pilihan Editor: 6 Jenis Kucing Peliharaan, Beragam Karakter Tingkahnya