Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Pentingnya Pendaki Gunung Mewaspadai Hipotermia

Para pendaki gunung penting sekali mewaspadai hipotermia. Simak tips ini.

22 Juni 2018 | 05.30 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Ilustrasi pendaki gunung

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Kembali, seorang pendaki gunung sempat dikabarkan hilang saat melakukan perjalanannya. Beruntung Tim Basarnas Ternate, Maluku Utara (Malut), bersama warga Moya akhirnya berhasil menemukan seorang mahasiswi STIKIP Ternate bernama Rahmi Kadis (21 tahun) pada 21 Juni 2018.  Rahmi sempat dinyatakan hilang sejak 19 Juni 2018. Rahmi yang mendaki bersama delapan orang lainnya di Gunung Gamalama, ditemukan dalam keadaan selamat. Kepala Basarnas Ternate, Mustari mengatakan korban yang ditemukan warga Moya sekitar pukul 06.35 Waktu Indonesia Timur pagi di Pos 5 dalam keadaan sadar dan mengalami Hipotermia atau kedinginan.

Baca: Aktor Teletubbies Hipotermia, Intip 8 Gejala dan 6 Solusinya

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hipotermia memang salah satu yang penting diwaspadai para pendaki gunung. Hipotermia adalah kondisi darurat medis saat tubuh gagal mengembalikan suhu panas tubuh karena rendahnya suhu lingkungan. Ini menyebabkan suhu tubuh seseorang turun drastis.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dokter spesialis kedokteran olahraga, Michael Triangto, mengatakan hipotermia adalah suatu keadaan yang harus dihadapi saat mendaki gunung. "Tidak bisa dicegah, tapi bisa dilawan dengan baju dingin beberapa lapis dan tidak memberatkan," kata Michael kepada Tempo Januari 2017.

Michael menjelaskan, untuk melawan hipotermia setiap pendaki disarankan melakukan aklimatisasi atau penyesuaian tubuh terhadap sesuatu yang ada di ketinggian. "Mulai mendaki dari gunung yang lebih rendah, berlatih, baru kemudian di gunung yang tinggi," ujarnya.

Pendaki sebaiknya juga dapat mengatur metabolisme tubuh dengan meminum air yang cukup. "Jangan sampai dehidrasi, karena tanpa disadari buang air kecil yang banyak atau sering dapat membuat dehidrasi," kata dia.

Baca: Bagaimana Cuaca Dingin Membunuh Manusia? 

Sebab, Michael melanjutkan, saat dehidrasi di ketinggian akan mengalami penipisan oksigen. Hal ini akan membuat seseorang kesulitan bernapas. "Gejala yang dialaminya seperti pusing dan sakit kepala."

Cara lain menghadapi hipotermia adalah dengan berlatih di tempat yang tinggi, misalnya joging atau berlari. Hal itu akan menghasilkan sel darah merah yang lebih banyak. Sel darah merah ini nantinya yang akan mengikat oksigen. "Karena saat di ketinggian, oksigen yang tipis pasti terjadi," ujarnya.

Menurut Michael, orang yang tinggal di ketinggian akan memiliki hemoglobin tinggi. "Mereka sudah terbiasa,” kata dia. Sedangkan orang yang hidup di dataran rendah sel darah merahnya lebih sedikit, sehingga mereka perlu aklimatisasi setiap akan naik gunung.

Baca: Pemeran Tinky Winky Meninggal Karena Hipotermia, Ini 2 Sebabnya

Udara atau oksigen yang tipis, Michael menjelaskan akan membuat denyut jantung lebih cepat. Hal ini akan berbahaya jika ditambah Hipotermia. "Ujung jari akan menjadi sangat beku dan bisa diamputasi."

Jika sudah berada di puncak gunung, sebaiknya pendaki tidak berlama-lama berada di sana. “Oksigennya tipis,” kata dia. Jadi, "Setelah selesai (sampai di atas) sebaiknya langsung turun lagi. Umumnya begitu, tidak lama-lama," ujarnya.

AFRILIA SURYANIS | ANTARA

 

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus