Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pandemi Covid-19 membuat anak lebih banyak melakukan aktivitas di rumah. Berbagai aturan pembatasan fisik dan sosial bisa aja mempengaruhi masalah kesehatan dan emosional, mental serta perkembangan anak. Beberapa anak bisa saja mengalami masalah rasa percaya diri ketika harus berinteraksi dengan teman dan lingkungan sosialnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ibu inspiratif Founder Joyful Parenting 101 Cici Desri bercerita bahwa ada beberapa tantangan yang dihadapi anaknya ketika harus kembali bersosialisai dengan dunia luar. Ia mengatakan bahwa ada rasa kaget pada anaknya ketika harus bertemu dengan orang baru, beraktivitas dan berinteraksi dengan banyak orang. Ia pun sempat takut bila si anak mengalami frustasi menghadapi kondisi transisi ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Salah satu solusi yang diambil Cici adalah melakukan komunikasi dua arah. "Aku memberikan kebebasan dan batasan kepada anakku," katanya pada diskusi virtual bertajuk Kiat Keluarga Indonesia Optimalkan Tumbuh Kembang Anak di MAsa Tansisi yang diselenggarakan Danone Indonesia dalam merayakan Hari Keluarga Nasional 2022 pada akhri Juni 2022.
Cici mengikut sertakan suami dan anggota keluarga lainnya serta pihak sekolah dalam mengaplikasikan aturan itu. "Kami melakukan pemantauan. Apakah ada hambatan bagi anak melakukan interaksi sosial itu. Saya pun melibatkan peran aktif sekolah serta membicara kepada dokter spesialis tumbuh kembang anak untuk meningkatkan rasa percaya diri anak, untuk optimalkan tumbuh kembang anak," katanya.
Cici juga mengatakan ia kerap menstimulasi anaknya dengan rasa cinta, aman. Harapannya, berbagai rasa itu bisa membuat anak lebih merasa percaya diri serta mandiri. "Fase membangun hubungan baru itu bagi anak itu tidak mudah. Perlu keterlibatan ibu, ayah, nenek kakek, untuk mendapatkan dukungan yang tepat. Dengan begitu, anak bisa lebih merasa percaya diri, dan merasa nyaman, aman dan mandiri di lingkungan baru," kata Ciri yang yakin dukungan berbagai pihak itu bisa membantu anak juga meningkatkan keberanian dan empati tinggi.
Diskusi Virtual bertajuk Kiat Keluarga Indonesia Optimalkan Tumbuh Kembang Anak di Masa Tansisi oleh Danone Indonesia/Danone
Dokter Spesialis Anak Konsultasn Tumbuh kembang Dr. dr Bernie Endyarni Medise Sp.A (K) MPH setuju bahwa peran keluarga sangat besar untuk meningkatkan rasa percaya diri anak. Perannya tidak hanya para ibu, namun perlu pula peran ayah, nenek, kakek, kaka serta anggota keluarga lain untuk tingkatkan rasa percaya diri anak hadapi masa transisi ini. Hal ini terutama sangat diperlukan bagi anak yang lahir di masa pandemi. "Anak pandemi ini kan kira-kira usianya 1-3 tahun. Di usia ini, pentingnya mikrosistem, yaitu keluarga. Keluarga perlu ajarkan interaksi agar anak bisa keluar dan berkenalan dengan komunitas yang lebih luas seperti teman," kata Bernie.
Bernie juga mengingatkan agar para keluarga bisa bertanya sebagai bentuk evaluasi apakah si anak suka bertemu dengan teman-temannya atau tidak.
Bagi anak yang sempat sekolah, lalu off karena ada pandemi, dan dalam waktu dekat kembali ke sekolah lagi, Bernie mengingatkan anak ini kemungkinan besar sudah remaja. Menurutnya, orang tua perlu ada komunikasi lebih dalam dengan kelompok anak seperti ini. "Gunakan komunikasi yang baik dalam setiap dialognya," kata Bernie.
Bernie juga mengingatkan agar anak memiliki keterampilan sosial-emosional yang memadai, serta memiliki kemampuan berpikir yang baik. Artinya, orang tua pun perlu memantau perkembangan sosial emosional anak secara berkala.
Bernie menjelaskan bahwa perkembangan emosi dan sosial berkaitan erat dengan kecerdasan otak dan sistem pencernaan yang sehat. Ketiganya saling terkait dan berpengaruh signifikan terhadap tumbuh kembang anak.
Namun di masa transisi, Bernie mengatakan anak-anak mungkin akan kebingungan menghadapi perubahan ruang dan rutinitas baru saat kembali menjalani kehidupan dan melakukan interaksi sosial.
Hal tersebut, kata dia, dapat meningkatkan masalah sosial emosional yang dampaknya bisa berbeda tergantung dengan usia anak dan dukungan dari lingkungannya. "Gangguan perkembangan emosi dan sosial dapat mempengaruhi terjadinya masalah kesehatan di masa dewasa seperti gangguan kognitif, depresi, dan potensi penyakit tidak menular," ujar Bernie.
Komunikasi dengan anak, kata Bernie, bisa dilakukan dalam berbagai kesempatan. Ada yang dilakukan sebelum tidur, ada juga dibacakan cerita, atau dengan berkisah soal kegiatan di siang hari.
Selain memantau perkembangan sosial emosional, Bernie juga mengingatkan pentingnya orang tua untuk memberikan stimulasi nutrisi yang tepat untuk anak.
Direktur Bina Keluarga Balita dan Anak BKKBN dr Irma Ardiana MAPS setuju bahwa penting lakukan komunikasi dengan anak. Anak perlu diberikan kepercayaan bahwa dia mampu melaksanakan berbagai tantangan yang dihadapinya. "Mulai membuka komunikasi yang lebih luas lagi ke keluarga," katanya.
Irma yakin proses agar anak bisa percaya diri butuh proses. Ia pun menyarankan agar dalam periode transisi ini, orang tua lebih mendampingi anak, dan gimana biarkan dia aktif. "Cek ke guru juga dan lakukan pemantauan. Apakah anak on track atau tidak. Bila iya, apakah mengalami kesulitan dalam tingkatkan rasa percaya diri? Dicek lagi, masalahnya ada di mana?"
Irma juga meminta masyarakat mengutamakan pola asuh kolaboratif. Pemerintah sudah menetapkan Indeks Pembangunan Keluarga (IBangga) yang bersumber dari Pendataan Keluarga 2021 yang tertuang dalam metadata Indikator Kinerja Utama BKKBN 2021. Hal tersebut terlihat dari tiga dimensi dan 17 variabel.
Tiga dimensi itu adalah ketentraman, kemandirian, dan kebahagiaan. Masing-masing mencakup sejumlah variabel seperti menjalankan ibadah, kepemilikan buku nikah, kepemilikan akta lahir anak usia 0-17 tahun, kepemilikan kartu jaminan kesehatan, tidak terdapat konflik keluarga, dan tidak mengalami ceraih hidup.
Menurut Irma, pengasuhan bersama antara ayah dan ibu menawarkan cinta, penerimaan, penghargaan, dorongan, dan bimbingan kepada anak-anak mereka. Peran orang tua yang tepat dalam memberikan dorongan, dukungan, nutrisi, dan akses ke aktivitas untuk membantu anak memenuhi milestone aspek perkembangan merupakan hal yang penting. Dalam konteks percepatan penurunan stunting, pengasuhan 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) menjadi sangat penting untuk memastikan kebutuhan nutrisi dan psiko-sosial sejak janin sampai dengan anak usia 23 bulan.
Corporate Communications Director Danone Indonesia Arif Mujahidin mengatakan keluarga adalah harta yang paling berharga. Momen transisi menjadi kesempatan baik untuk mengasah dan mengoptimalkan tumbuh kembang anak, utamanya dalam perkembangan sosial emosionalnya. Anak usia dini pada dasarnya rentan karena mereka bergantung pada orang dewasa untuk memenuhi kebutuhan paling dasarnya. "Kami memahami bahwa anak membutuhkan lingkungan terdekatnya untuk merangsang dan memberikan kesempatan tumbuh kembang yang optimal,” katanya.
Ia mengajak masyarakat lebih banyak untuk memahami emosi anak di masa transisi ini. “Sebagai perusahaan yang ramah keluarga, kami juga memberikan dukungan kepada para orangtua agar si Kecil dapat tumbuh optimal melalui pemberian cuti melahirkan bagi karyawan kami yakni cuti 6 bulan bagi ibu dan 10 hari bagi ayah. Kami juga secara aktif memberikan edukasi seputar kesehatan dan nutrisi untuk publik seperti halnya dalam Bicara Gizi hari ini. Kami berharap kegiatan ini dapat meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya kolaborasi orang tua untuk dapat memberikan stimulus yang tepat agar mencapai keberhasilan dalam mengembangkan aspek sosial emosional anak,” katanya.
Baca : Bayi Prematur Berisiko Tinggi Alami Stunting