TERNYATA tidak semua yang manis itu enak, seperti dialami para penderita kencing manis. Selain badannya kesemutan dan matanya kabur, mereka sering ke kamar kecil: kencing. Dan bukan seperti penyakit jantung, atau stroke, penyakit yang air kencingnya manis ini menyeret penderitanya pelan-pelan menjumpai maut. Diperkirakan pada tahun 2020, di Indonesia penderita kencing manis (diabetes melitus) akan meningkat 138,5%, atau hampir mencapai empat juta orang. Aba-aba akan muncul ledakan penyakit kencing manis itu dilontarkan Slamet Suyono ketika dirinya dikukuhkan menjadi guru besar tetap di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, Sabtu dua pekan lalu. Jumlah itu diperolehnya setelah ia memainkan angka statistik: penduduk Indonesia yang rawan diabetes, yaitu yang berusia 40 tahun ke atas, akan mengalami kenaikan tajam. Angka prevalensi penderita diabetes kini rata-rata 1,5%. Apalagi, katanya, pola makan penduduk mengarah pada kebarat-baratan. Mereka menyerbu makanan fast food yang banyak lemak, membuat tubuh cepat subur. Bagi pemilik tubuh gembrot mudah mengundang diabetes. Diabetes terjadi karena adanya kerusakan kelenjar pankreas. Kelenjar ini berfungsi memproduksi hormon insulin, yang bertugas mengubah gula (glukosa) dalam darah menjadi glikogen, agar dapat diserap sel-sel jaringan tubuh, yang kemudian menjadi energi. Jika pankreas rusak, tentu mengurangi produksi insulin, dan giliran gula dalam darah tidak mampu diserap tubuh sehingga gula darah berlebihan. Gula darah yang tinggi ini biasanya ditandai dengan munculnya gejala sering kencing, rasa haus, badan kesemutan, mata kabur, dan luka yang tidak sembuh-sembuh. Jika dibiarkan, gejala itu merembet pada perusakan ginjal, saraf, dan timbul aterosklerosis (pembuluh darah yang menyempit). Buntutnya: menyerang jantung. Memang tak semua tubuh yang balon itu akan menderita diabetes. Penyakit ini lebih banyak muncul karena faktor keturunan. "Jika nenek moyangnya memang tak ada yang menderita diabetes, ia aman dari penyakit itu walaupun tubuhnya gemuk," kata Slamet Suyono. Yang nenek moyangnya membawa penyakit itu, ya, sebaiknya tidak mengumbar semangat makannya. Bagi mereka yang doyan makan, menurut guru besar yang lahir di Bandung 54 tahun lalu ini, akan merangsang pankreas memproduksi insulin lebih banyak. Jika terus-terusan, kelenjar itu capek. Bagi mereka yang mempunyai sifat bawaan, penyakit itu sering muncul pada usia 40 tahun ke atas. Diabetes akibat keturunan inilah yang banyak ditemukan, yaitu sekitar 90%. Dan itu dapat dicegah dengan diet yang ketat serta teratur berolahraga. Lain lagi diabetes yang berhubungan dengan genetic marker. Jenis ini disebabkan infeksi virus atau toksin yang terjadi di pankreas. Infeksi tersebut merusak pankreas sehingga kelenjar itu tak mampu memproduksi insulin. Akibatnya, penderita tergantung pada injeksi insulin dari luar. Angka penderita diabetes jenis ini di Indonesia kurang dari 1%. Selain senang menyerang para eksekutif, kencing manis juga mengancam mereka yang kekurangan gizi. Seperti pernah terjadi di Jawa Timur, menurut Slamet Suyono, dalam survei ditemukan bahwa prevalensi diabetes di pedesaan adalah 1,47%. Dari angka itu, 21,2% karena kekurangan gizi, atau malnutrition related diabetes mellitus (MRDM). Penyebab MRDM, menurut guru besar yang pernah memperdalam penyakit diabetes di Brussel itu, karena mereka umumnya pemakan singkong jenis cassava. Singkong ini mengandung asam sianida. "Asam sianida itulah yang merusak kelenjar pankreas sehingga tidak mampu menghasilkan insulin," kata Slamet. Sebenarnya pemakan singkong, katanya, tidak akan mencetuskan MRDM jika makanan itu didampingi dengan sumber gizi lainnya, misalnya daging atau telur. Bagaimana dengan tanaman tradisional, seperti kumis kucing, sambiloto, dan buah mahoni yang dikira mencegah diabetes? "Bahan itu baru terbukti untuk binatang. Untuk manusia belum," kata dokter ahli penyakit dalam itu. "Sebab, bahan makanan yang mengandung insulin itu akan rusak oleh asam lambung ketika dimakan." Gatot Triyanto
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini