Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Mentransfusikan dosa melalui darah

Di indonesia kini diperkenalkan cara baru untuk mendeteksi HIV dengan metode dipstick. cara kerjanya lebih cepat dibanding metode elisa. biaya murah. telah disetujui WHO.

2 Mei 1992 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SABAN hari bertambah. Itulah perjalanan waktu jumlah penderita AIDS di dunia. Di Indonesia saja, seperti diumumkan pekan lalu, bertambah lagi delapan orang yang diketahui mengidap virus HIV (Human Immunodeficiency Virus) -- virus penyebab AIDS. Dua di Jawa Timur, empat di Jakarta, dan dua lagi -- juga di Jakarta -- ditemukan dari darah donor. Jadi, hingga kini sudah 55 orang korban virus, yang menggerogoti sistem kekebalan tubuh itu. Kalau dibandingkan dengan pengidap HIV di Muangthai, misalnya, jumlah tadi relatif sedikit. Kecilnya angka itu, menurut dr. Djumhana Sumantri, mungkin karena tingkat pemeriksaan terhadap darah belum gencar. Tapi, di negara yang penduduknya sekitar 60 juta itu telah dilakukan 5 juta kali pemeriksaan darah untuk mengecek bebas virus AIDS (lihat juga: Basmi AIDS Cara Myanmar). Di sini sampai sekarang baru 180 ribu kali pemeriksaan, padahal jumlah penduduk Indonesia sekitar 180 juta. "Jadi, tak menutup kemungkinan pembawa AIDS di Indonesia lebih dari yang ada sekarang," ujar Djumhana kepada TEMPO. Kecilnya angka pemeriksaan darah, menurut Kepala Direktorat Pemberantasan Penyakit Menular Langsung Departemen Kesehatan, itu karena dihadang dana yang minus. Kalau pemeriksaan dibebankan semua kepada Departemen Kesehatan, ini terlalu berat. Lain di Prancis. Mulai bulan ini, pemerintah Prancis membebaskan biaya pemeriksaan AIDS. Walau demikian, di Indonesia kini dimulai babak baru untuk mendeteksi HIV, yaitu dengan metode dipstick. Belum lama ini Laboratorium Hepatika di Mataram melakukan perakitan reagensia terhadap virus ganas itu. Hasilnya, ternyata mudah dan murah dibanding dengan metode yang sudah ada, seperti metode Elisa. Penemuan itu juga tidak sia-sia. Menurut dr. Muharso, Kepala Kanwil Departemen Kesehatan Nusa Tenggara Barat, metode ini telah dikuatkan dengan sertifikat dari Program for Appropriate Technology in Health (PATH), lembaga swadaya masyarakat dalam bidang kesehatan di Seattle, AS. Di kawasan Asia, produksi reagensia itu yang kedua setelah India. Filipina dan Papua Nugini kabarnya berniat memesan reagensia produk Mataram. Dan yang pasti pelanggan pertama adalah Palang Merah Indonesia (PMI). PMI telah memesan 600 ribu tes untuk keperluan setahun, dengan anggaran Rp 225 juta. "Sesuai dengan hasil penelitian, reagensia tersebut bisa mendeteksi secara benar sekitar 98 persen," kata dr. Mulyanto, staf di laboratorium itu. Ia juga menangani kualitas kontrolnya. Cara bekerja dipstick juga cepat. Dalam 30 menit hasilnya sudah dapat dibaca dengan mata telanjang. Kalau memakai metode Elisa butuh empat jam, dan hasilnya mesti dilihat dengan alat yang piawai. Perangkat untuk melaksanakan metode dipstick sudah tersedia dalam kemasan yang disebut Entebe HIV Dipstick. Yaitu, sisir (comb) peptida, reagensia signal (colloidal gold), larutan pengencer, kontrol positif dan negatif, larutan pencuci pekat, dan mikroplate. Masa berlaku bahannya enam bulan, sejak dibuat. "Lebih dari enam bulan dianggap kedaluwarsa meskipun sebenarnya bisa digunakan dalam setahun," kata Mulyanto. Biaya metode ini lebih murah. Bahan bakunya Rp 1.500 untuk sekali tes. Bila memakai Elisa, menurut Mulyanto, bahan bakunya saja Rp 5.000 untuk sekali tes. Ini belum ongkos pemeriksaan di laboratorium, yang biasanya mencapai Rp 20 ribu. Prinsip kerja Entebe HIV-1 Dipstick merupakan tes imunologi atas dasar reaksi antigenantibodi. Sebagai indikator dipakai reagensia signal (colloidal gold), karena mampu memberikan perubahan warna. Perangkat sisir (comb) dipstick dibuat dari polystyrene yang bagian ujungnya diletakkan peptida sintetik sebagai antigen. Apabila sisir dicelupkan dalam sampel yang mengandung HIV, terjadilah ikatan antigenantibodi yang khas. Sesudah dicuci untuk menghilangkan protein-protein yang tidak terikat dan diinkubasi dalam reagensia signal, ujung sisir di mana peptida menempel berubah warna menjadi merah kecokelatan. Metode dipstick, menurut Djumhana, relatif baru. Metode ini disetujui Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), terutama untuk mengetes darah donor, bukan untuk mengetes darah pelacur di lapangan. Jadi, dipstick itu diutamakan membantu PMI melacak darah dari virus AIDS. Screening AIDS terhadap darah donor di PMI dilakukan baru tahun silam di Jakarta, Yogya, Surabaya, dan Denpasar. Bagaimana metode dipstick? "Cara itu tidak praktis," kata dr. Masri Rustam, Kepala Pelayanan Usaha Transfusi Darah PMI Pusat. Alasannya, dalam satu kit yang berisi 96 tes, terdapat enam bahan pengontrol. Jadi, tiap kali tes harus 16 orang sehingga mendapat satu pengontrol positif atau negatif. Kalau yang dites itu kurang dari 16, yang lainnya terbuang percuma. Bagaimanapun bentuk metode yang dipilih, agaknya yang perlu disegerakan adalah membebaskan darah donor dari HIV. Sudah terbukti dua darah donor di Jakarta mengandung virus itu. Kalau darah itu telanjur ditransfusikan kepada orang yang sehat, dan tak pernah melacur, apa ini tidak seperti memindahkan "dosa" kepada orang yang tidak berdosa? Gatot Triyanto, Sri Pudyastuti, dan Supriyanto Khafid

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus