Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Spesialis neurologi di Rumah Sakit Pusat Otak Nasional (PON) Prof. Dr. dr. Mahar Mardjono Jakarta, Rizka Ibonita, menjelaskan perasaan ketindihan saat tidur bukan karena faktor mistis.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Sebetulnya ini kondisi medis, namanya sleep paralysis. Kondisi ini sebetulnya terjadi saat kita tidur di fase mata bergerak cepat atau REM,” jelas Rizka dalam diskusi daring yang digelar Kementerian Kesehatan, Rabu, 21 Agustus 2021.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ia menjelaskan pada fase REM, sistem saraf sistematis akan mencegah otot-otot untuk berkontraksi sehingga tubuh tidak dapat bergerak sementara waktu. Tujuan pelumpuhan ini adalah melindungi seseorang saat tertidur. Namun ketika mengalami sleep paralysis, dia akan terbangun ketika fase REM belum usai.
Pada kondisi tersebut, otak belum siap untuk mengirimkan sinyal bangun pada otot. Akibatnya, dia akan merasa sadar namun tubuh tidak dapat digerakkan.
“Biasanya orang jadi panik. Matanya panik tapi serasa lumpuh, eggak bisa digerakkan,” kata Rizka.
Rizka juga mengatakan banyak faktor yang dapat menyebabkan orang mengalami hal tersebut. Penyebab yang paling sering adalah orang mengalami kelelahan. Kedua, sleep paralysis dapat terjadi pada orang yang cenderung memiliki jam tidur tidak teratur. Selain itu, hal ini juga dapat terjadi karena genetik dan punya stres yang tinggi.
Rizka menjelaskan umumnya orang yang mengalami sleep paralysis akan berhalusinasi. Hal inilah yang kemudian dipercaya banyak orang kondisi itu terjadi karena ketindihan hantu.
“Hampir dari seluruh sleep paralysis memang disertai halusinasi. Akhirnya karena matanya terbuka jadi akan merasa takut. Tapi justru semakin menjerit akan semakin enggak bisa keluar dari kondisi itu,” ujar Rizka.
Cara mengatasi
Durasi terjadinya kondisi ini juga dapat beragam. Apabila seseorang sedang berada di awal fase REM maka kondisi ini bisa berlangsung hingga 20 menit. Untuk keluar dari kondisi tersebut, Rizka mengimbau agar tetap tenang sebab semakin panik saat mengalami sleep paralysis maka akan semakin terputus hubungan antara bangunnya otak dengan kelumpuhan otot.
Kemudian, jangan coba untuk melawan. Sebaiknya, cobalah gerakkan secara perlahan mata atau jari-jari tangan dan kaki. Setelah itu, cobalah mengatur pernapasan secara perlahan. Bagi keluarga atau pasangan yang melihat orang lain mengalami sleep paralysis, Rizka juga menyarankan agar tidak menunjukkan rasa panik dan menggoyang-goyangkan tubuh orang tersebut.
“Kita boleh membangunkan tapi jangan menambah rasa panik. Bangunkan secara perlahan dengan merangsang di bagian tangannya lalu tenangkan orang yang mengalami hal tersebut,” saran Rizka.
Pilihan Editor: Penyebab Merasa Ketindihan saat Tidur, Bukan Hantu