Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Anda mungkin pernah mengalami ketika tidur merasa tubuh ingin terbangun tapi mata sulit terbuka dan badan sulit bergerak. Kondisi ini sering disebut ketindihan oleh orang awam. Padahal, secara medis dikenal sebagai sleep paralysis dan sering disalahartikan sebagai kejadian supernatural.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dokter dari Lembaga Kesehatan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LK PBNU), Citra Fitri Agustina, memaparkan sleep paralysis terjadi saat mekanisme otak dan tubuh saling bertubrukan, tidak berjalan selaras saat tidur sehingga menyebabkan tubuh tersentak bangun di tengah siklus pergerakan mata cepat (REM).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Ketindihan itu kondisi di mana orang setengah tidur setengah sadar. Itu terjadi ketika otak belum siap menerima sinyal untuk bangun dari tubuh,” ujarnya. “Jadi, bukan karena makhluk halus.”
Menurutnya, banyak orang menganggap kondisi ini disebabkan makhluk halus dan mereka ketindihan hantu. Ketindihan digambarkan dengan kondisi tubuh kaku tidak dapat bergerak namun tubuh dan pikiran menyadari Anda sudah bangun tidur.
“Di saat itu, biasanya Anda tidak mampu berbicara sama sekali, merasa dadanya ditekan oleh benda yang sangat berat, sulit bernapas, dan berkeringat sangat banyak,” jelasnya.
Cifi menerangkan ada beberapa faktor pemicu orang mengalami ketindihan. Salah satunya adalah kurang berolahraga, yang bisa meningkatkan kecemasan dan cenderung membuat orang sulit tidur nyenyak.
“Ketindihan itu rata-rata dialami oleh orang yang memiliki gangguan kecemasan berlebih, termasuk gangguan panik. Mereka lebih mungkin mengalami hal itu,” jelasnya.
Lebih lanjut, dia juga menyebutkan penyebab ketindihan dapat berkaitan dengan adanya gangguan stres pascatrauma (PTSD). “Biasanya terjadi pada orang-orang yang pernah mengalami kejadian yang membuatnya trauma atau tekanan fisik dan emosional lainnya,” ungkapnya.
Menurutnya, meskipun penyebab ketindihan belum diketahui secara pasti dan mendalam, beberapa penelitian menjelaskan risiko ketindihan rentan terjadi pada orang dengan ciri-ciri imajinatif atau disosiasi dari lingkungan terdekat. Untuk mengatasinya, dia menyarankan menerapkan pola hidup sehat, mengurangi begadang, dan rutin berolah raga.
“Perbaiki jam tidur, sempatkan berolahraga, dan cari kegiatan positif yang membuat pikiran rileks,” tuturnya.
Berdasarkan Journal of Neuropsychiatric Disease and Treatment, durasi ketindihan dapat berlangsung selama beberapa detik hingga sekitar 20 menit. Umumnya, durasi rata-rata adalah 6-7 menit. Pada kebanyakan kasus, durasi berakhir dengan sendirinya. Tak menutup kemungkinan durasi tersebut terganggu oleh sentuhan, suara orang lain, atau upaya diri sendiri yang intens untuk bergerak sebagai upaya mengatasinya.