Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Penderita anemia jumlahnya cukup tinggi di Indonesia. Pakar gizi dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI) Prof. dr. Endang Achadi pun mengatakan asupan gizi seimbang sangat penting.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
"Kalau mau melengkapi kebutuhan semua zat gizi di dalam tubuh, maka pola makannya harus seimbang," kata Endang dalam temu media secara virtual untuk memperingati Hari Gizi Nasional, Jakarta, Jumat, 22 Januari 2021.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Ia mengatakan berdasarkan data, lebih dari seperempat anak Indonesia usia 12 bulan-12 tahun menderita anemia, jumlah yang cukup tinggi di negara yang sebenarnya kaya sumber pangan bergizi. Selain pada anak usia 12 bulan sampai 12 tahun, penderita anemia pada remaja usia 13-18 tahun juga tinggi, di antaranya pada pria sebanyak 12,4 persen dan remaja putri 22,7 persen, hampir dua kali lipat dibandingkan remaja putra.
Persentase anemia yang cukup tinggi pada remaja putri itu terutama disebabkan oleh keluarnya banyak darah saat menstruasi yang tidak disertai dengan pola makan bergizi seimbang. Adapun pada ibu hamil, persentase penderita amemia juga meningkat dari 37,1 persen pada 2013 menjadi 48,9 persen pada 2018.
"Ini karena sebelum hamil itu sudah menderita anemia. Walaupun ada yang tidak anemia, mereka sudah kekurangan zat besi sehingga pada saat hamil, pada saat kebutuhan terhadap zat besi itu meningkat, baik untuk dirinya maupun anaknya, ternyata tidak ada zat besi yang cukup, sehingga menjadi anemia pada saat hamil," kata Endang.
Di Indonesia, sebagian besar anemia terjadi akibat kekurangan zat besi dalam sumber pangan. Sumber zat besi yang paling baik adalah yang berasal dari pangan hewani, seperti daging, ikan, unggas, atau disebut sebagai besi heme. Sementara pada sebagian besar masyarakat Indonesia, bahan makanan yang dikonsumsi sebagian besar berasal dari nabati atau yang lebih banyak mengandung besi nonheme.
Meski banyak mengonsumsi bahan makanan yang mengandung zat besi nonheme, zat besi tersebut sulit sekali untuk diserap oleh tubuh.
"Bisa seperberapa puluh kalinya dibandingkan dengan zat heme. Jadi, walaupun makanan kita mengandung banyak sayur yang mengandung zat besi nonheme, karena zat besinya sulit diserap, maka besi yang masuk ke dalam tubuh sangat sedikit," katanya.
Oleh karena pola makan pangan hewani di Indonesia cukup rendah dibandingkan pangan nabati, maka setiap hari secara terus menerus masyarakat Indonesia kekurangan asupan zat besi sehingga untuk mengatasinya masyarakat perlu mengonsumsi makanan dengan gizi yang seimbang untuk memenuhi semua kebutuhan gizi tubuh.
"Gizi seimbang akan menjadi hal yang sangat penting karena kita tidak cukup hanya karbohidrat saja, tidak cukup hanya protein hewani saja, tidak cukup hanya protein nabati saja, tidak cukup hanya buah-buahan dan sayur saja, tetapi harus semua karena berbagai macam zat gizi ada di berbagai macam makanan," papar Endang.