Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kesibukan pekerjaan sehari-hari sering membuat orang tua kurang bisa memandu anak-anak belajar. Adaptif terhadap teknologi saja belum cukup untuk mendampingi anak belajar. Orang tua juga harus memahami bagaimana menciptakan pembelajaran yang menyenangkan sehingga mampu menumbuhkan minat anak untuk belajar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Salah satu cara adalah melalui konsep pembelajaran bermakna. Apa itu pembelajaran bermakna atau meaningful learning?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Psikolog anak Samanta Elsener mengatakan, “Mindful learning atau pembelajaran bermakna merupakan keadaan ketika kita memiliki kesadaran mental mengenai apa yang sedang terjadi, fokus terhadap hal yang sedang dipelajari, dan menerima apa yang sedang diajarkan, termasuk perbedaan pendapat di dalamnya.”
Makna ini terdiri dari aspek Acceptance, Awareness, dan Attention atau disebut Triangle of Mindfulness.
Penerimaan (Acceptance)
Penerimaan dalam makna belajar adalah situasi di mana anak sudah mampu menerima berbagai pandangan dan pendapat orang lain. Cara melatihnya dapat dilakukan melalui diskusi secara terbuka.
Kepedulian (Awareness)
Hal yang mampu membuat anak merasakan belajar bermakna adalah ketika menyadari kegunaan ilmu yang dipelajarinya dalam mencapai cita-cita. Misalnya, agar bisa menakar dosis obat dengan benar, anak-anak harus menguasai matematika. Dengan kesadaran akan manfaat yang bisa dimiliki, anak akan terpacu untuk terus belajar.
Perhatian (Attention)
Perhatian dalam konsep belajar bermakna adalah mengkondisikan anak agar bisa fokus belajar sesuai gaya belajar mereka. Samanta mencontohkan jika anak memiliki gaya belajar auditori (memahami materi melalui suara dan instruksi), orang tua dapat sering-sering mengajaknya berdiskusi untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis anak.
Lalu, bagaimana orang tua dapat menciptakan pembelajaran bermakna bagi anak? Dikutip dari Head of Academics Primary - Zenius, Yuujisensei, berikut beberapa hal yang dapat dilakukan orang tua untuk menerapkan pembelajaran bermakna bagi anak.
Belajar adalah hak, bukan kewajiban
Yuujisensei mencontohkan ketika anak-anak menjalankan kewajiban untuk membantu orang tua, misalnya mencuci piring atau menyapu, umumnya anak tidak benar-benar menyukai kegiatan itu. Namun, karena sadar membantu orang tua adalah kewajiban, mereka akan tetap menjalankannya secara sukarela.
Jika konsep kewajiban ini diaplikasikan ke kegiatan belajar, maka anak pun hanya belajar karena keharusan. Oleh karena itu, posisikan belajar sebagai hak agar anak tahu mereka berkesempatan untuk menggali ilmu sebanyak mungkin guna mewujudkan cita-cita.
Dampingi anak saat belajar
Hal ini dapat dilakukan orang tua melalui kegiatan sederhana, seperti mengajak menonton video pembelajaran, lalu berikan beberapa pertanyaan untuk melatih pemecahan masalah. Jika anak belum mampu memahami materi dari video, ajak untuk mempelajarinya kembali bersama-sama.
Jangan paksa anak belajar
Selain dua cara di atas, Yuujisensei dan Samanta sepakat metode pembelajaran konvensional berupa hukuman dan penghargaan sudah tidak relevan lagi. Carilah apa yang menjadi ketertarikan anak dan adaptif pada hal tersebut. Jika anak suka bermain game, berikan dia kesempatan bermain misalnya 1 jam per hari. Jika anak sulit berhenti bermain, orang tua dapat menggunakan parenting tool yang biasanya dapat diunduh dengan mudah. Aplikasi ini akan menonaktifkan ponsel secara otomatis ketika waktu bermain sudah melebihi durasi yang ditentukan.
Kondisikan lingkungan dan waktu belajar
Yuujisensei juga menjelaskan orang tua perlu mengkondisikan lingkungan belajar. Misalnya, dengan meminta anggota keluarga lain menurunkan volume suara televisi ketika anak-anak sedang belajar agar situasi belajar tetap kondusif.
Baca juga: Mengenal Soft Skill dan Cara Melatihnya