Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Gaya Hidup

Perlunya Pendampingan bagi Penyintas Insiden yang Trauma

Psikolog mengatakan penyintas insiden yang mengalami trauma dan kondisi kesehatan mentalnya mengkhawatirkan sebaiknya diberi pendampingan.

5 Oktober 2022 | 10.42 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Seorang anak memegang lilin saat mengikuti doa bersama di Gelora Delta Sidoarjo, Jawa Timur, Selasa 4 Oktober 2022. Doa bersama itu untuk para korban tragedi kerusuhan di Stadion Kanjuruhan, Malang. ANTARA FOTO/Umarul Faruq

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Insiden memilukan terjadi di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang, Jawa Timur, usai pertandingan antara Arema FC melawan Persebaya Surabaya, 1 Oktober 2022, yang menewaskan 131 orang, termasuk anak-anak. Psikolog klinis Rininda Mutia mengatakan penyintas insiden yang mengalami trauma dan kondisi kesehatan mental mengkhawatirkan sebaiknya diberi pendampingan kelompok dan pemeriksaan individual oleh profesional.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Jika kondisi kesehatan mental para penyintas cukup mengkhawatirkan sebaiknya selain ada pendampingan kelompok, dilakukan juga pemeriksaan individual dengan profesional, bisa psikolog ataupun psikiater," ujar psikolog dari Himpunan Psikologi Indonesia dan Ikatan Psikolog Klinis Indonesia itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ia mengatakan proses penyembuhan trauma untuk korban insiden bervariasi, tergantung dari bentuk trauma dan karakteristik orang yang mengalaminya. Langkah yang dilakukan untuk mendampingi korban insiden meliputi prosedur yang spesifik, mulai dari asesmen, intervensi, hingga evaluasi.

"Jadi bukan hanya ditemani atau diajak ngobrol tapi proses menemani dan mengajak ngobrolnya punya tujuan spesifik," kata Rininda.

Beda lama proses
Dia menambahkan proses penyembuhan trauma untuk korban insiden juga bergantung dari setiap individu. Dua orang yang terlibat dalam insiden yang sama bisa jadi membutuhkan lama waktu berbeda agar bisa betul-betul pulih dari trauma.

"Seseorang yang mengalami kejadian sama bisa punya penghayatan yang berbeda, bisa menghasilkan trauma yang berbeda pula," jelas salah satu pendiri lembaga kesehatan mental dan psikologi Amanasa Indonesia itu.

Rininda menambahkan meski memori takkan hilang, yang bisa diusahakan adalah menurunkan intensitas emosi ketika mengingat peristiwa penuh trauma agar tidak terasa terlalu menyakitkan.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus