Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Piza biasanya dibakar di tungku api dengan kayu bakar atau, untuk versi yang modern, di dalam oven. Namun, piza di Guatemala ini berbeda. Piza ini disebut paling berbahaya di dunia karena dipanggang di atas lava, dinikmati di bersama dengan lahar dan bebatuan vulkanik serta risiko ledakan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Piza ini disajikan chef Mario David García di puncak Gunung Pacaya, gunung berapi aktif yang letusan lava terakhirnya terjadi pada Mei 2021. Ia menggunakan lava sebagai sarana untuk memasak, menurut New York Post.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Saya telah menjual segala hal mulai dari es krim hingga sayuran, tetapi saya tidak pernah berpikir bahwa gunung berapi akan menjadi titik awal kesuksesan kuliner saya," kata García.
Cara Masak Piza
Garcia memasak sendiri piza tersebut. Untuk memasak di atas bebatuan vulkanik, ia mengenakan sarung tangan antipanas yang tebal dan kacamata pelindung kuning, lalu berdiri di dekat titik panas tersebut.
Garcia menyiapkan adonan dan bahan-bahan di tempat yang telah ia siapkan. Kemudian, menggunakan ventilasi vulkanik dan lava, ia meletakkan piza di atas nampan logam yang tahan terhadap suhu tinggi dan memasak kreasinya pada suhu lebih dari 1.000 derajat Celcius.
Piza yang dipanggang di atas lava di restoran Pizza Pacaya, Gunung Api Pacaya, Guatemala (Instagram/@pizzapacayadedavid)
Restoran Piza Pacaya di atas gunung berapi yang berjarak sekitar 50 kilometer dari Guatemala City tersebut telah beroperasi selama lima tahun. Namun, ini tidak mudah karena bekerja di atas gunung berapi yang masih aktif menimbulkan masalah tersendiri. Pernah suatu ketika gunung berapi itu mengeluarkan banyak belerang. Saat turun, mereka mengalami mimisan. Restoran pun ditutup selama 15 hari.
Sebenarnya ada tiga gunung berapi aktif di Guatemala yang menarik wisatawan dari seluruh dunia. Namun, Gunung Api Pacaya dianggap paling ramah. García juga terus-menerus memeriksa buletin dari lembaga resmi meteorologi Guatemala.
“Kami selalu sangat memperhatikan aktivitas gunung berapi. Namun, ada perubahan yang tiba-tiba,” katanya. “Itulah alam. Kita tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya.”
Wisata Ekstrem
Restoran piza Garcia berkembang seiring dengan meningkatnya minat terhadap wisata ekstrem. Pada masa awal buka, restoran ini hanya buka dua hari dalam sepekan, kini bertambah menjadi lima hari. Kini tamunya juga beragam kalangan, dari anak-anak, kelompok-kelompok pembangunan tim perusahaan, dan bahkan pesta pernikahan.
Pizza Pacaya telah menjadi objek wisata gunung berapi, dan setiap hari ia menerima puluhan pengunjung yang ingin mencoba piza unik ini. Di akun Instagram-nya, setiap hari ia mengunggah banyak gambar orang-orang yang mencoba pizanya di dataran tinggi.
Untuk menuju gunung berapi ini, pengunjung harus melakukan reservasi terlebih dahulu karena harus disertai pemandu. Dengan cara ini, Mario David García juga dapat memperoleh gambaran tentang jumlah pengunjung yang akan ia layani setiap harinya. Harga piza berkisar antara 28 euro atau sekitar Rp469.000 dan 46 euro atau Rp770.000 menurut Tapas Magazine. Itu belum termasuk tiket untuk masuk ke wisata gunung berapi beserta pemandu seharga 50 euro atau sekitar Rp837.000.
Apakah piza ini ada efek sampingnya untuk kesehatan? Menurut laporan CNN, peneliti vulkanologi dari UNAM, menyatakan seharusnya tidak ada senyawa berbahaya bagi kesehatan. Namun, WHO memperingatkan bahwa abu yang jatuh pada makanan atau air dapat menimbulkan risiko kontaminasi. Ini juga menjadi perhatian Garcia. Jadi ketika Institut Nasional Seismologi, Vulkanologi, Meteorologi, dan Hidrologi Guatemala memberi tahu hujan abu atau fokus belerang, pendakian ke gunung berapi dibatasi dan restoran piza itu pun tutup.
NEW YORK POST | TAPAS MAGAZINE
Pilihan Editor: Piza Terbaik di Dunia Bukan dari Italia, tapi Negara Ini