Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Gaya Hidup

Pola Makan Kuno yang Makin Populer

Food combining banyak dilaporkan membawa hasil positif. Namun banyak ilmuwan menganggapnya sebagai fiksi belaka.

3 Maret 2002 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

YOHANA Sutadi pernah menderita minder berat. Pelajar sekolah menengah umum di Jakarta ini hanya punya tinggi badan 159 sentimeter tetapi bobot tubuhnya mencapai 57 kilogram. Karena merasa ekstragemuk, Yohana menjajal berbagai program diet. Hasilnya, tubuh jadi lemas dan pikiran susah diajak konsentrasi. "Saya mulai masa bodoh dan tak peduli lagi dengan diet. Saya makan apa saja," kata Yohana. Situasi berubah 180 derajat ketika ia beralih ke program diet kombinasi makanan atau yang lebih populer dengan sebutan food combining. "Saya pikir diet ini tak terlalu berat karena kita boleh makan sampai kenyang," katanya. Hasilnya, hanya dalam tempo satu bulan berat tubuhnya susut 10 kilogram. Yohana pun merasa lebih bugar, ber-semangat, dan tak lagi minder. Kisah sukses diet Yohana tersebut bisa kita jumpai pada edisi terbaru buku Food Combining, Kombinasi Makanan Serasi?Pola Makan untuk Langsing & Sehat, yang ditulis Andang Wedhawari Gunawan. Ini bukan karya mutakhir, memang. Namun, buku yang ditulis seorang perancang iklan ini masih terus mendapat sambutan hangat dari pasar sejak pertama kali diterbitkan pada Agustus 1999. Edisi terbaru yang diluncurkan Januari lalu itu adalah cetakan kedelapan. Di antara buku nonfiksi terbitan PT Gramedia Pustaka Utama, buku ini menempati peringkat ketiga terlaris. Sukses buku Food Combining tak lepas dari pengalaman pribadi Andang yang kini menjadi Pemimpin Redaksi Majalah Nirmala. Andang boleh dibilang sosok yang memopulerkan jurus itu di Indonesia. Ia tergerak untuk menyebarluaskan pola makanan kombinasi setelah suaminya terbebas dari penyakit liver yang dideritanya pada 1994. Sang suami, Maxi Gunawan, justru sembuh setelah membuang 24 jenis obat yang harus ditelannya dan menggantinya dengan program diet food combining. Sukses ini memacu Andang untuk lebih mendalami ihwal nutrisi di Institute of Natural Science di Marchydore, Queensland, Australia. Popularitas perempuan ayu 46 tahun itu pun kian bergema di kalangan masyarakat menengah ke atas. Sosok selebriti beken seperti Ratih Sanggarwati, Titi D.J., Ira Wibowo, konon juga termasuk yang jatuh hati terhadap jurus food combining. Sebenarnya apa sih yang disebut food combining? Model diet itu berakar dari pola makan sehat kuno yang diterapkan bangsa Esseni, Palestina, dua ribu tahun silam. "Inti ajaran ini murni dari Kitab Taurat," kata Andang. Ajaran itu antara lain menyebutkan larangan menyantap be-berapa jenis makanan secara bersamaan. Misalnya, susu tak boleh digabung dengan daging, roti jangan dimakan bersama daging. Pola diet Esseni yang bersandar pada sayur dan buah segar ini pun terus berkembang di berbagai belahan dunia. Pada 1935, William Howard Hay, ahli bedah yang bergabung dalam Medical Freedom Society di Washington, AS, mengadaptasi model diet Esseni. Hay yakin, penyempurnaan diet Esseni?selanjutnya dijuluki food combining?sanggup memulihkan keseimbangan seluruh unsur tubuh. Keseimbangan itu bisa tercapai dengan dua syarat. Pertama, komposisi menu mesti diatur berdasar asam-basa yang dikeluarkan tubuh untuk melakukan proses pencernaan. Kedua, menyelaraskan waktu makan dengan irama tubuh (circadian rhythm). Proses pencernaan terjadi dalam suasana asam maupun basa, tergantung jenis makanan yang masuk. Karbohidrat, misalnya, direspons mulut dengan mengeluarkan cairan basa untuk memulai proses pencernaan. Sebaliknya, bila protein yang masuk, dibutuhkan suasana asam. Karena itu, ahli food combining tak menganjurkan?seperti juga saran Daniel P. Reid dalam buku The Tao of Health, Sex, and Longevity?zat tepung seperti roti atau nasi dimakan bersamaan dengan protein seperti daging atau ikan. Sebab, bila protein dan karbohidrat disantap bersamaan, prosesnya akan "bertabrakan". Protein butuh suanana asam. Zat tepung mau suasana basa. Bila keduanya disantap bersamaan, proses pencernaannya tak sempurna dan akan menghasilkan sisa makanan. Selanjutnya, sisa makanan "dijarah" bakteri pencernaan lewat proses fermentasi dan pembusukan, hingga menghasilkan gas, racun, dan mengakibatkan berbagai gangguan pencernaan. Faktor lain yang mempengaruhi kesempurnaan proses pencernaan adalah irama tubuh (lihat infografik). Menurut Hay, sepanjang hari tubuh menjalani siklus pencernaan, penyerapan, dan pembuangan. Mengganggu-gugat siklus tersebut secara terus-terusan bakal memicu penyakit, kulit kusam, dan mempercepat penuaan. Sebaliknya, jika kedua syarat tadi dipatuhi, manfaat yang dahsyat bakal tergaet. Tubuh akan beroleh keharmonisan metabolisme, dan segala penyakit seperti alergi, maag, serta kanker pun terusir. Bonusnya, tubuh dengan sendirinya menuju postur dan berat yang harmonis. Nah, seperti halnya yoga yang memuja harmonisasi, food combining pun segera memikat masyarakat Barat, yang memang banyak didera penyakit akibat pola makan mereka. Di antara para penganutnya terdapat nama beken seperti Sandra Bullock dan penyanyi Sting. Namun, food combining tak cuma mengundang barisan pemuja. Hujan kritik pun muncul dari sejumlah kalangan, terutama dokter dan ahli gizi. Awal tahun ini British Nutrition Foundation di London, Inggris, misalnya, menilai tak ada satu pun riset ilmiah menyokong ke-benaran prinsip food combining. Namun lembaga nutrisi itu juga tidak merilis larangan karena nyatanya tak tersedia laporan dampak negatif atas diet ini. Sementara itu, pada 1999, Nutrition News Focus yang terbit di Michigan, AS, bahkan menuding food combining hanyalah bualan kosong. "Ini cuma fiksi yang jadi guyonan para ilmuwan," tulis David Klurfeld, ahli nutrisi dari Wayne State University, Michigan, yang menjadi redaktur Nutrition News Focus. Ahli nutrisi dari dalam negeri pun tak ketinggalan. Sunita Almatsier, ahli gizi dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, misalnya, menilai keberhasilan food combining menurunkan berat badan lebih karena faktor terlalu banyaknya larangan mengombinasikan makanan. Begitu banyak aturan sehingga selera makan dan berat badan menyusut. Aturan dalam food combining memang tak hanya sebatas larangan menyantap protein dan karbohidrat dalam waktu bersamaan. Masih banyak peraturan lain, misalnya berbagai protein yang tidak bisa dimakan berbarengan, buah melon yang harus dimakan sendirian, atau karbohidrat yang tak bisa dicampur dengan asam. Karena itu Sunita justru khawatir, berbagai larangan itu akan mengganggu keseimbangan gizi yang diperlukan tubuh. Buat para ahli nutrisi yang menganggap teori food combining hanyalah fiksi yang cuma jadi bahan guyonan, pemilahan makanan tak perlu dilakukan. Mereka percaya, tubuh manusia dilengkapi sistem pencernaan komplet dan sudah sedemikian canggih, sehingga seperti sebuah orkestra bisa sekaligus memainkan fungsinya secara bersamaan. Lagi pula, agak mustahil memilah makanan berdasar kandungan nutrisinya, karena banyak makanan yang mengandung beberapa nutrisi sekaligus. Mardiyah Chamim, Endah W.S., dan Ryan Suryalibrata

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus