Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

gaya-hidup

Psikolog Bagi Kiat untuk Orang Tua saat Anak Menghadapi Konflik

Orang tua perlu memantau situasi dan kondisi emosional anak ketika menghadapi konflik dan pahami juga kapan perlu terlibat.

13 November 2024 | 14.17 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Psikolog klinis anak Dewinta Ariani mengungkapkan orang tua perlu memantau situasi dan kondisi emosional anak ketika menghadapi situasi anak berkonflik dengan lingkungan sekitar. Membiarkan anak menyelesaikan masalahnya berarti memberi kesempatan untuk belajar mengambil keputusan dan memecahkan masalahnya dengan tetap mendapat dukungan orang tua di belakang layar.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Orang tua tetap terlibat secara emosional, misal dengan memvalidasi perasaan anak, memberi nasihat jika diperlukan, dan siap membantu jika situasi tidak terkendali,” kata lulusan Universitas Padjadjaran itu, Selasa, 12 November 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Jika konflik bersifat ringan, orang tua hanya perlu memantau situasi dan biarkan anak menyelesaikan masalahnya sendiri terlebih dulu karena konflik ringan merupakan bagian dari interaksi sehari-hari dan melatih keterampilan sosial dan pemecahan masalah. Dewinta mengatakan hal ini berbeda dengan orang tua yang memang sengaja membiarkan dan tidak memberi perhatian saat anak ada masalah dan ini akan membuat mereka merasa diabaikan.

“Orang tua yang tidak peduli berarti benar-benar tidak menunjukkan perhatian atau kepedulian terhadap konflik yang dialami anak, bahkan tidak menawarkan dukungan atau pengawasan. Hal ini bisa membuat anak merasa diabaikan dan kurang mendapat dukungan emosional,” paparnya.

Ilustrasi anak dan orang tua. Freepik.com/Peoplecreations

Kapan orang tua perlu terlibat?
Orang tua bisa ikut andil dalam konflik anak jika dirasa sudah melibatkan fisik atau verbal yang mengancam keselamatan atau anak menunjukkan tanda-tanda kesulitan emosional karena tertekan atau cemas. Selain itu, Dewinta menjelaskan orang tua bisa membantu jika konflik terus berulang dan anak sudah tidak mampu  menyelesaikannya, serta jika sudah melibatkan perundungan yang memperlihatkan perbedaan kekuatan.

Dosen di Universitas Negeri Jakarta ini mengatakan orang tua perlu mengajarkan anak untuk membuat batasan diri (boundaries) dan berani berkata tidak jika merasa tidak nyaman atau diperlakukan tidak adil, serta mencari bantuan orang dewasa yang dipercaya.

“Orang tua juga dapat membekali anak dengan keterampilan komunikasi asertif agar mereka mampu menyatakan perasaan dan pendapatnya dengan tegas tanpa harus bersikap agresif,” ujar Dewinta.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus