Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Sejumlah pembaca kartu tarot mendapat tambahan klien sejak pandemi Covid-19 menerjang.
Tarif sekali konsultasi ratusan ribu hingga jutaan rupiah.
Ramalan dari pembaca kartu tarot tak bisa 100 persen akurat.
GOVI duduk di sebuah kursi dengan dua tangan di atas meja. Sejumlah kartu tarot berserakan di atas meja tersebut. Wajah perempuan berkacamata itu tampak serius saat ia mendengarkan saran dari seorang pembaca kartu tarot, Ni Luh Putu Wulan Dewi Saraswati, di sebuah kafe di kawasan Sanur, Denpasar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Senin sore, 14 Februari lalu, Govi berkonsultasi tentang masa depan kariernya. Ia baru diterima menjadi dosen di sebuah perguruan tinggi negeri di Bali tahun lalu. “Kegelisahan dan saat merasa buntu itu butuh solusi,” katanya kepada Made Argawa dari Tempo.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Govi, yang tinggal di Denpasar, mulai mengenal ramalan melalui kartu tarot pada 2019. Kala itu ia sekadar iseng mencari jawaban atas persoalan karier. Mulanya, ia bertanya kepada pembaca tarot di media sosial. Govi, 28 tahun, kini kerap berkonsultasi dengan Wulan.
Ia bisa berkonsultasi dengan Wulan hingga enam kali dalam setahun. Dari awalnya meminta saran secara online, sekarang ia berkonsultasi secara tatap muka selama satu jam. Karier dan asmara adalah dua hal yang sering ia tanyakan kepada Wulan.
Govi masih ingat saat ia akan mengikuti tes calon pegawai negeri sipil (CPNS). Sebelum menjalani seleksi, ia berkonsultasi sekaligus meminta diramal ihwal peluangnya lulus tes. Tak dinyana, pembaca tarot menyampaikan kans Govi lulus seleksi calon amtenar sangat besar. Meski demikian, ia tetap belajar. “Persiapan saya lumayan untuk mengikuti tes CPNS, (ramalan) tarot menambah keyakinan saya,” ujarnya.
Ketua Komunitas Tarot Jakarta Dedy Darmawan di Jakarta, 11 Februari 2022. TEMPO/Subekti
Setiap kali ramalan tarot tak sesuai dengan harapan, Govi bakal mengevaluasi rencananya. Biasanya, hal itu terjadi dalam urusan asmara. Suasana hati juga bisa mempengaruhi kariernya sehingga ia harus menyelesaikan masalah tersebut agar pekerjaannya lancar.
Govi memutuskan terus berkonsultasi dengan pembaca tarot karena sudah merasakan manfaatnya. Keluarganya tidak mempermasalahkan kebiasaannya meminta saran dari pembaca tarot. Ia bahkan kerap menyampaikan ramalan tersebut kepada ibunya.
Sore itu, Wulan juga melayani permintaan konsultasi Wayan Gede Yogananda Kesawa. Sepupu Govi itu baru pertama kali meminta diramal melalui kartu tarot. Pria 28 tahun itu sedang bimbang mencari sekolah profesi psikolog dan penasaran akan nasib asmaranya. Namun, menurut ramalan tarot, peruntungan Yogananda kurang baik dalam hal percintaan. Belum ada perempuan yang mau berhubungan serius dengannnya. Ia menerima hasil penerawangan itu dengan lapang dada. “Sudah menyiapkan mental sebelum konsultasi,” tuturnya.
Yogananda menggemari ramalan. Ia kerap melihat numerologi yang tertera pada kalender Bali dengan perhitungan wuku. Namun ia merasa lebih nyaman dengan ramalan melalui tarot karena ada interaksi langsung dengan pembaca kartu.
Wulan menuturkan, tren permintaan ramalan melalui kartu tarot meningkat sejak sebelum masa pandemi Covid-19. Namun, setelah wabah virus corona merebak, jumlah kliennya meningkat hingga 70 persen.
Wulan kini bisa melayani hingga 10 permintaan konsultasi per hari, baik secara daring maupun tatap muka. Padahal sebelumnya jumlah kliennya hanya satu-dua orang per hari. Tarif sekali konsultasi daring sebesar Rp 150 ribu, sementara tatap muka hingga Rp 250 ribu.
Pembaca kartu tarot Ni Luh Putu Wulan Dewi Saraswati (baju hitam) sedang melayani kliennya di sebuah kafe di Sanur, Denpasar, 14 Februari 2022. TEMPO/Made Argawa
Klien Wulan beragam, dari mahasiswa hingga pekerja. Sejak pandemi Covid-19 merebak di Indonesia, para klien umumnya bertanya tentang karier atau pekerjaan. Terkadang ada klien yang menangis dan bercerita panjang-lebar saat berkonsultasi.
Membaca tarot bukan pekerjaan utama Wulan. Pekerjaan utamanya adalah guru bahasa Indonesia bagi orang asing di Bali. Alumnus Program Studi Magister Ilmu Linguistik Universitas Udayana tersebut mengenal kartu tarot sejak duduk di sekolah menengah pertama. Saat itu ia membeli sebuah majalah dan mendapat kartu tarot. “Lalu belajar sendiri dari petunjuk di majalah,” ujar perempuan 27 tahun itu.
Pembaca tarot Queen Athena juga mendapat lonjakan jumlah klien sejak pandemi Covid-19 menerjang. Ia mengungkapkan, selama masa pandemi, jumlah orang yang berkonsultasi dengannya meningkat hingga 100 persen. Kini ia bisa melayani permintaan konsultasi dari 20 orang per hari dari sebelumnya maksimal 10 orang.
Queen, yang mengenal tarot sejak 2005, hanya memberikan konsultasi secara daring. Tarifnya disesuaikan dengan jumlah pertanyaan. Biaya konsultasi dengan empat pertanyaan, misalnya, sebesar Rp 568.500, sementara ongkos satu jam konsultasi Rp 789.400. Adapun tarif layanan unlimited Rp 1.385.600. “Unlimited paling lama dua hari dan isinya biasanya curhatan klien,” ucapnya.
Queen memiliki tim yang mengatur komunikasi dengan kliennya. Walhasil, ia bisa melayani lima klien melalui pesan WhatsApp secara bersamaan dalam satu jam. Karena layanan konsultasi disediakan secara daring, ia yang akan mengocok dan mengambilkan kartu tarot bagi kliennya.
Seperti Wulan dan Queen, pembaca tarot di Surabaya, Anintya Kuswardani, melihat jumlah kliennya meningkat selama masa pandemi Covid-19. Anintya bahkan sempat kewalahan melayani orang yang ingin diramal pada Hari Raya Imlek lalu. "Mereka minta diterawangkan nasib dan peruntungannya,” tuturnya kepada Kukuh S. Wibowo dari Tempo.
Anintya hanya melayani tiga permintaan konsultasi dalam sepekan karena perempuan 38 tahun ini pebisnis dengan mobilitas tinggi dan sering bepergian ke luar kota. Meramal melalui kartu tarot hanya hobi baginya.
Klien yang ingin diramal secara tatap muka harus membuat janji dulu. Itu pun di luar waktu kerja Anintya. Konsultasi biasanya dilakukan di restoran atau kafe di tengah Kota Surabaya pada pukul 12.00-13.00. Adapun konsultasi secara daring biasanya dilakukan antara pukul 19.00 dan pukul 21.00. Saat itu biasanya Anintya dan kliennya telah rampung bekerja sehingga obrolan melalui telepon seluler lebih santai.
Mereka yang berkonsultasi dengan Anintya umumnya bertanya tentang asmara dan karier. Masalah asmara biasanya disampaikan oleh para remaja, sementara klien dewasa meminta diramal mengenai karier. Misalnya, salah satu klien membutuhkan saran darinya karena bimbang memilih pekerjaan.
Anintya tidak bisa menyebutkan tarif per konsultasinya. Mahal-tidaknya tarif, kata dia, tergantung pada pengalaman dan jam terbang seorang pembaca kartu tarot. “Kalau saya lebih ke personal,” ujarnya.
Dedy Darmawan punya pengalaman berbeda. Pembaca kartu tarot yang tinggal di Jakarta ini menuturkan, tidak ada peningkatan jumlah klien di tengah masa pandemi Covid-19. Namun kliennya biasanya secara sukarela menaikkan bayaran konsultasi. Sebelum masa pandemi, kliennya membayar Rp 500 ribu untuk satu jam konsultasi. Kini ada yang membayar Rp 1-2 juta. “Secara kuantitas (klien yang berkonsultasi) tetap, tapi kualitasnya (bayarannya) mereka sendiri yang menaikkan,” tuturnya kepada Gangsar Parikesit dari Tempo di sebuah mal di Jakarta Barat pada Jumat, 11 Februari lalu.
Kartu tarot milik Ni Luh Putu Wulan Dewi Saraswati di kawasan Sanur, Denpasar, 14 Februari 2022. TEMPO/Made Argawa
Darmawan bisa melayani permintaan konsultasi tiga-lima klien per hari. Biasanya mereka menyepakati dulu waktu dan tarif konsultasi. Sejak sebelum masa pandemi Covid-19, pria 45 tahun ini memberikan konsultasi secara daring, seperti lewat video call. Jadi ia sendiri yang harus mengocok dan mengambilkan kartu untuk kliennya. “Mereka tidak keberatan,” ucapnya.
Masalah yang sering dikonsultasikan klien Darmawan adalah perihal asmara dan karier. Soal percintaan biasanya ditanyakan oleh klien perempuan, sementara klien laki-laki umumnya meminta diramal tentang pekerjaan. Kliennya berasal dari beragam kalangan, dari pebisnis hingga ibu rumah tangga.
Darmawan menyebutkan salah seorang kliennya pernah meminta saran terkait dengan turunnya penghasilan dari bisnis penatu. Klien tersebut kemudian berkonsultasi tentang cara membangkitkan kembali usahanya itu. “Jadi saya perlu menenangkan dia sekaligus memberikan beragam solusi alternatif,” ujarnya.
Sejak 2010, Darmawan juga menyediakan kelas privat bagi orang-orang yang ingin mempelajari kartu tarot. Biayanya Rp 5 juta untuk delapan kali pertemuan. Waktu belajar per pertemuan sekitar dua jam. Dalam setahun, ia bisa mengajar privat tiga-empat orang.
Darmawan juga telah menerbitkan buku berjudul Mari Belajar Tarot (Solusi Tarot Darma) pada 2010. Buku itu ditulis dalam tujuh tahun. Buku setebal 512 halaman tersebut ia terbitkan dan jual sendiri.
Menurut Darmawan, ramalan dari seorang pembaca kartu tarot tak bisa 100 persen akurat. Ia menganalogikan pembaca kartu tarot seperti polisi, sementara kliennya adalah pengguna jalan. Saat pengguna jalan menanyakan suatu alamat, polisi akan menjelaskan cara mencapai tujuan itu. Termasuk ketika di jalan yang akan dilalui tersebut ada hambatan, seperti demonstrasi. Polisi akan menunjukkan sejumlah jalan alternatif agar pengguna jalan itu dapat mencapai tujuan. “Kami hanya menyediakan solusi alternatif atas masalah yang dihadapi klien,” tutur Darmawan, yang mengenal dan mempelajari tarot sejak 2000.
Salah satu yang mempelajari tarot secara privat kepada Darmawan ialah Zen. Pria 40 tahun ini tertarik belajar membaca tarot setelah melihat kawannya bisa meramal menggunakan kartu tersebut. Menurut manajer senior di salah satu perusahaan swasta itu, seru jika dia bisa meramal dan memberikan saran atas permasalahan orang.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo