Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Sekarang Cukup Serius

Penduduk pegunungan yang terpencil mudah terkena penyakit gondok, karena itu pemerintah mencoba menanggulangi dengan mensuplai garam beryodium, penyakit ini menyebabkan leher bengkak, cebol, tuli. (ksh)

6 Januari 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

YODIUM sebagai obat luka tidak pernah diributkan. Tapi yodium sebagai salah satu unsur dalam makanan menjadi persoalan besar, terutama sejak 1975, berbarengan dengan meluasnya penyakit gondok. Pemerintah telah mencoba menanggulanginya dengan menertibkan suplai garam untuk rakyat supaya mengandung yodium. Tidak gampang rupanya. Gondok, penyakit dengan ciri bengkak di leher, kini menyerang 12 juta manusia Indonesia, berdasar data yang dikumpulkan Departemen Kesehatan. Biasanya penduduk pegunungan yang terpencil mudah terkena gondok. Namun di Jawa Tengah pun, kata Gubernur Soepardjo, "lebih dari 10% penduduknya menunjukkan gejala penyakit ini " Terutama daerah Magelang, Temanggung, Banjarnegara, Purworedjo, Boyolali dan Wonogiri disebutnya sebagai sudah endemik, parah benar. Berdasarkan itu pula kiranya dipilih Semarang, ibukota Jawa Tengah, sebagai tempat seminar gondok dan kretin, 18-20 Desember. Pertama kali diadakan seminar semacam itu di Indonesia. Penyakit ini yang disebabkan makanan kekurangan yodium sudah lama dikenal. Pada tingkat lebih parah, kekurangan yodium itu bukan saja membuat leher bengkak, tapi juga mengakibatkan cebol (kretin, tuli dan terhalangnya pertumbuhan mental. Dari 12 juta penderita gondok, diketahui sekitar 500.000 penderita kretin yang masih bisa diobati. Ada 100.000 penderita kretin lainnya, demikian Kepala Direktorat Gizi, Depkes, dr Malasan MPH, "yang tak ada harapan tertolong." Menkes Suwardjo Surjaningrat mengatakan di seminar Semarang itu bahwa pada masa lampau pemerintah kurang menaruh perhatian terhadap penyakit itu "karena dianggap bukan masalah kesehatan masyarakat yang mengakibatkan kematian." Rupanya kini pemerintah menganggapnya cukup serius. Dengan Suntik Para peserta seminar itu umumnya sepakat dengan cara pemerintah menanggulangi penyakit ini. Umpamanya Depkes'melaksanakan suntikan yodium dalam larutan minyak Lipiodol bagi penduduk di daerah endemik. Selama 5 tahun terakhir ini suntikan yang berdaya tahan 5 tahun itu mencapai 1 juta orang di 16 propinsi. Dalam Pelita III, suntikan itu akan ditingkatkan menjadi 6 juta, meliputi 22 propinsi. Biayanya sekitar Rp 5 milyar setahun. "Pemerintah juga mengambil kebijaksanaan pencegahan jangka panjang, dengan yodisasi garam. Persoalannya gampang dipecahkan secara tehnis. Tapi sulit menyalurkan garam beryodium itu sampai kepada masyarakat. Inilah yang jadi pembicaraan penting dalam seminar," kata dr. Malasan. Tehnis mudah, karena cukup dengan menyiramkan kristal yodium ke dalam butiran garam. Dengan peralatan khusus, ini sudah bisa dikerjakan PN Garam. Yodium yang digunakan dalam proses pembuatan garam ini berbentuk kristal yang "ditarik" dari tanaman. PT Kimia Farma memproduksinya. Ia agak beda dengan yodium untuk obat luka yang juga berasal tanaman tapi sudah dicampur dengan bahan kimia dan dilarutkan dalam air. Yodisasi garam dilaksanakan sejak 1975 oleh PN Garam dengan bantuan Unicef. Jumlahnya setahun baru mencapai 250.000 ton. Daerah yang mendapat bagian hanya Sumatera, Kalimantan, Sulawesi Utara dan Jawa. Di antara daerah yang kebagian rezeki itu, masih ada yang belum menerimanya. "Sampai sekarang hampir tak ada garam beryodium yang beredar di Aceh," dr Muharsono SKM dan Hasan Nya'Pa BSc, keduanya dari Aceh, menceritakan kepada para peserta lainnya di simposium. Imelda Malasan memperhitungkan seluruh daerah sedikitnya memerlukan 500.000 ton per tahun. Atau sekitar 3,5 kg per kapita/tahun. Dengan kadar yodat 40 ppm. Padahal unit mesin untuk mencampur yodium yang dimiliki PN Garam hanya sebuah. "Kalau target 500.000 ton per tahun itu hendak dicapai maka diperlukan 12 unit," sahut Imelda dan Nisyamhuri, keduanya dari Universitas Diponegoro. Hasil tambak garam rakyat ma'Fih bermutu rendah, belum memenuhi sarat sebagai garam konsumsi, kecuali untuk pengasinan. Cara pengolahan garam rakyat terlalu bersandar pada panas matahari yang tidak menjamin kesinambungan dalam produksi. Garam rakyat yang non-yodium merepotkan. Misalnya, bulan lalu masih masuk ribuan ton garam itu ke Kaliman tan Timur, terutama kota Samarinda. Padahal sejak setahun lalu pemerintah daerah mengeluarkan seruan untuk membatasi pemasukannya sebagai usaha mencegah gondok. Garam non-yodium itu semula dimasukkan ke Kaliman tan Timur untuk pengasinan ikan tap' nyatanya muncul juga di pasar. Dan masyarakat membelinya karena harga yang jauh lebih murah. Garam yodium (PN Garam) Rp 45/kg, sedang garam rakyat Rp 24/kg.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus