YODIUM sebagai obat luka tidak pernah diributkan. Tapi yodium
sebagai salah satu unsur dalam makanan menjadi persoalan besar,
terutama sejak 1975, berbarengan dengan meluasnya penyakit
gondok. Pemerintah telah mencoba menanggulanginya dengan
menertibkan suplai garam untuk rakyat supaya mengandung yodium.
Tidak gampang rupanya.
Gondok, penyakit dengan ciri bengkak di leher, kini menyerang 12
juta manusia Indonesia, berdasar data yang dikumpulkan
Departemen Kesehatan. Biasanya penduduk pegunungan yang
terpencil mudah terkena gondok. Namun di Jawa Tengah pun, kata
Gubernur Soepardjo, "lebih dari 10% penduduknya menunjukkan
gejala penyakit ini " Terutama daerah Magelang, Temanggung,
Banjarnegara, Purworedjo, Boyolali dan Wonogiri disebutnya
sebagai sudah endemik, parah benar. Berdasarkan itu pula kiranya
dipilih Semarang, ibukota Jawa Tengah, sebagai tempat seminar
gondok dan kretin, 18-20 Desember. Pertama kali diadakan seminar
semacam itu di Indonesia.
Penyakit ini yang disebabkan makanan kekurangan yodium sudah
lama dikenal. Pada tingkat lebih parah, kekurangan yodium itu
bukan saja membuat leher bengkak, tapi juga mengakibatkan cebol
(kretin, tuli dan terhalangnya pertumbuhan mental. Dari 12 juta
penderita gondok, diketahui sekitar 500.000 penderita kretin
yang masih bisa diobati. Ada 100.000 penderita kretin lainnya,
demikian Kepala Direktorat Gizi, Depkes, dr Malasan MPH, "yang
tak ada harapan tertolong."
Menkes Suwardjo Surjaningrat mengatakan di seminar Semarang itu
bahwa pada masa lampau pemerintah kurang menaruh perhatian
terhadap penyakit itu "karena dianggap bukan masalah kesehatan
masyarakat yang mengakibatkan kematian." Rupanya kini pemerintah
menganggapnya cukup serius.
Dengan Suntik
Para peserta seminar itu umumnya sepakat dengan cara pemerintah
menanggulangi penyakit ini. Umpamanya Depkes'melaksanakan
suntikan yodium dalam larutan minyak Lipiodol bagi penduduk di
daerah endemik. Selama 5 tahun terakhir ini suntikan yang
berdaya tahan 5 tahun itu mencapai 1 juta orang di 16 propinsi.
Dalam Pelita III, suntikan itu akan ditingkatkan menjadi 6 juta,
meliputi 22 propinsi. Biayanya sekitar Rp 5 milyar setahun.
"Pemerintah juga mengambil kebijaksanaan pencegahan jangka
panjang, dengan yodisasi garam. Persoalannya gampang dipecahkan
secara tehnis. Tapi sulit menyalurkan garam beryodium itu sampai
kepada masyarakat. Inilah yang jadi pembicaraan penting dalam
seminar," kata dr. Malasan.
Tehnis mudah, karena cukup dengan menyiramkan kristal yodium ke
dalam butiran garam. Dengan peralatan khusus, ini sudah bisa
dikerjakan PN Garam. Yodium yang digunakan dalam proses
pembuatan garam ini berbentuk kristal yang "ditarik" dari
tanaman. PT Kimia Farma memproduksinya. Ia agak beda dengan
yodium untuk obat luka yang juga berasal tanaman tapi sudah
dicampur dengan bahan kimia dan dilarutkan dalam air.
Yodisasi garam dilaksanakan sejak 1975 oleh PN Garam dengan
bantuan Unicef. Jumlahnya setahun baru mencapai 250.000 ton.
Daerah yang mendapat bagian hanya Sumatera, Kalimantan, Sulawesi
Utara dan Jawa. Di antara daerah yang kebagian rezeki itu, masih
ada yang belum menerimanya. "Sampai sekarang hampir tak ada
garam beryodium yang beredar di Aceh," dr Muharsono SKM dan
Hasan Nya'Pa BSc, keduanya dari Aceh, menceritakan kepada para
peserta lainnya di simposium.
Imelda
Malasan memperhitungkan seluruh daerah sedikitnya memerlukan
500.000 ton per tahun. Atau sekitar 3,5 kg per kapita/tahun.
Dengan kadar yodat 40 ppm. Padahal unit mesin untuk mencampur
yodium yang dimiliki PN Garam hanya sebuah. "Kalau target
500.000 ton per tahun itu hendak dicapai maka diperlukan 12
unit," sahut Imelda dan Nisyamhuri, keduanya dari Universitas
Diponegoro.
Hasil tambak garam rakyat ma'Fih bermutu rendah, belum memenuhi
sarat sebagai garam konsumsi, kecuali untuk pengasinan. Cara
pengolahan garam rakyat terlalu bersandar pada panas matahari
yang tidak menjamin kesinambungan dalam produksi.
Garam rakyat yang non-yodium merepotkan. Misalnya, bulan lalu
masih masuk ribuan ton garam itu ke Kaliman tan Timur, terutama
kota Samarinda. Padahal sejak setahun lalu pemerintah daerah
mengeluarkan seruan untuk membatasi pemasukannya sebagai usaha
mencegah gondok. Garam non-yodium itu semula dimasukkan ke
Kaliman tan Timur untuk pengasinan ikan tap' nyatanya muncul
juga di pasar. Dan masyarakat membelinya karena harga yang jauh
lebih murah. Garam yodium (PN Garam) Rp 45/kg, sedang garam
rakyat Rp 24/kg.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini