DENGAN 8 emas, 7 perak dan 18 perunggu saja dari Asian Games
VIII, kontingen Indonesia memetik pelajaran.
Selama ini "bidang kesehatan olahraga tak mendapat perhatian
mendalam," cetus Ketua KONI Jaya Erwin Baharuddin yang pulang
bersama rombongan.
Para pemain bulutangkis diketahui sudah menggunakan sarana
kesehatan olahraga yang dimiliki KONI di Senayan. Para atlit
dari cabang olahraga lainnya masih enggan .
Pusat Kesehatan Olahraga di Senayan berdiri sejak 1965. "Para
pelatih beranggapan tanpa peralatan kesehatan itl, demikian
Erwin, "dulu kita tetap punya prestasi." Itu benar juga, tapi dr
D?haryotilakso yang memimpin PKO itu berpendapat prestasi tak
mungkin bisa dicapai kalau kekurangan para atlit tidak
diketahui.
Dokter ini mengikuti seminar tentang kedokteran olahraga selama
berlangsung AG di Bangkok. Di Jepang, kata Daharyotilakso,
diperiksa bukan hanya para atlit yang sudah jadi, tapi juga
anak-anak sejak usia 12. Juga dr Sadoso yang menyertai kontingen
Indonesia menganjurkan supaya PKO jangan diabaikan. Bila dengan
PKO prestasi belum ada juga, berarti latihannya salah, urai
Daharyotilakso.
Dalam waktu mendatang ini nampaknya akan banyak atlit yang
memeriksakan diri ke PKO. Sebab Erwin Baharuddin sudah
memutuskan untuk tidak memberikan kesempatan melatih bagi para
pelatih yang tidak memiliki data fisik atlit asuhannya. "Kalau
data fisik tidak ada, latihan tidak diperbolehkan," katanya.
Sementara keharusan pergi ke PKO digalakkan, buku tuntunan
kesehatan olahraga akan dikeluarkan pula oleh Perhimpunan
Pembina Kesehatan Olahraga Indonesia. Rencana menyusun buku
penuntun ini diambil perhimpunan tersebut Nopember lalu dalam
kongresnya di Bali. Antara lain isinya meliputi soal gizi,
doping, psikologi olahraga dan soal praktis kalau terjadi
cedera. Akan diperinci istirahat yang bagaimana diperlukan kalau
seseorang cedera dalam latihan. Supaya tidak main dugaan saja,
seperti yang terjadi selama ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini