Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Sudah pernah mendengar istilah food noise? Pikiran kita selalu melayang ke makanan, apakah dalam kondisi lapar atau kenyang. Baru saja makan, tapi sudah memikirkan bakal makan apa lagi berikutnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Food noise sebenarnya cara komunikasi informal antara perut dan otak, jelas Dr. Steven Batash, dokter dengan spesialisasi penurunan berat badan serta pendiri Batash Endoscopic Weight Loss Center dengan kantor yang berlokasi di New York dan Miami, Amerika Serikat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Pada dasarnya, cara tubuh memberi sinyal adalah sebagai berikut, otak lah yang mengontrol rasa lapar. Tapi otak mempercayai perut untuk memberi sinyal bahwa otak sudah membuat keputusan Anda lapar, harus makan -- atau Anda tidak lapar, jadi berhenti makan," ujarnya kepada Fox News Digital.
Namun, begitu makanan meninggalkan lambung dan memasuki usus kecil untuk dicerna, saat itulah orang mulai merasa lapar lagi, kata Batash. Food noise lebih berat dialami orang yang sedang diet.
"Ketika sedang diet, Anda berpikir sedang melakukan sesuatu yang baik karena akan mengurangi kalori, berat badan turun, dan Anda pun akan bahagia. Tapi meski sedang diet, sebenarnya otak menyabotase Anda. Otak tidak tahu Anda sedang berusaha menurunkan berat badan," tutur Batash.
Ilustrasi makanan. Dok Pexels
Cara menghentikan food noise
Buat sebagian orang, food noise bukan masalah, bahkan penting karena biar bagaimana pun kita perlu makan agar tidak mati. Hanya saja intensitasnya jangan berlebihan.
"Tapi ada sebagian orang yang tak henti memikirkan makanan dan mereka harus makan untuk menghentikan pikiran itu. Dan semakin banyak memikirkan justru membuatnya lebih bahagia," jelas Batash.
Lalu, bagaimana cara menghentikan kebiasaan negatif ini? Salah satunya dengan mendapatkan resep pengobatan untuk menurunkan berat badan. Selain itu, perlu belajar menerapkan makan sehat dan mengontrol porsi.
"Masalahnya, segera setelah berhenti minum obat itu, kebanyakan orang akan kembali naik berat badannya," kata Batash, seraya menambahkan obat ini cukup mahal dan buat sebagian orang tidak ada hasilnya.
Alternatif lain menurutnya adalah menjalani operasi bariatrik atau endoskopik. "Agar prosedur ini berhasil, Anda harus termotivasi, disiplin, dan harus mengikuti petunjuk. Disiplin itu sulit," paparnya.
Pilihan Editor: 6 Tanda Anda Berisiko Alami Gangguan Makan