Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Si Langka yang Berbahaya

Sarkoma jaringan lunak merupakan penyakit langka. Tidak ada gejala dan keluhan sakit hingga berkembang ke stadium lanjut.

15 November 2010 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hari hari Arif Hidayat tidak akan pernah sama seperti sebelumnya. Ia kehilangan salah satu organ atau bagian tubuhnya yang paling aktif, dua pekan lalu. Tangan kanannya diamputasi akibat mengidap sarkoma. Kini Arif harus membiasakan diri beraktivitas hanya menggunakan tangan kiri. ”Paling susah itu tanda tangan. Tapi saya sudah mulai tanda tangan dengan tangan kiri untuk keperluan bank,” kata pria 67 tahun itu kepada Tempo.

Tangan kanan Arif dipotong oleh dokter bedah Rumah Sakit Kanker Dharmais, Jakarta, karena mengandung tumor ganas yang disebut kanker sarkoma. ”Kata dokternya terkena sarkoma soft tissue,” kata Dina Claraeve, putri Arif, yang menemani ayahnya menjalani rehabilitasi pascaoperasi di rumah sakit.

Soft tissue sarcoma atau sarkoma jaringan lunak adalah kanker atau tumor ganas yang berasal dari sel sel jaringan mesenkimal, jaringan penghubung, penyokong, dan yang mengelilingi organ. Contohnya jaringan otot, lemak, saraf, jaringan berserat sekitar sendi, tendon (jaringan penghubung otot dan tulang), pembuluh darah, pembuluh limfa, dan jaringan kulit. Selain sarkoma jaringan lunak, ada sarkoma yang menye­rang tulang. Bedanya ada pada sel asalnya. Belakangan dikenal juga Ewing sarcoma family tumor, yang ditemukan di jaringan lunak dan tulang sekaligus.

Bagi penderita sarkoma jaringan lunak, tidak ada gejala khusus yang menyertai berkembangnya penyakit. Para penyandang rata rata tidak peduli atau tidak memperhatikan benjolan yang muncul karena terlihat tak berbahaya. Hal itulah yang dialami Arif. Menurut dia, awalnya, sekitar tiga tahun lalu, di lengan kanannya timbul bercak atau bentol bentol merah. ”Tapi tidak gatal. Biasa saja,” kata Arif. Rasa gatal pada jaringan lebih yang tumbuh biasa ditengarai sebagai salah satu gejala kanker.

Arif pun membiarkan saja tangannya dan tetap beraktivitas seperti biasa. Ia punya kebiasaan merawat tanaman dan menyemprotkan herbisida dan insektisida. Ternyata hal itu berdampak buruk. Setahun setelah itu, tangan Arif membengkak sebesar telur ayam dan terus membesar. Walau tidak menimbulkan rasa nyeri, pembengkakan itu mengganggu kerja normal organnya. Ia kemudian memeriksakannya ke dokter dan belum diketahui adanya kan­ker sarkoma.

Pada Juni 2009, tiga jari tangan kanan Arif, yakni jempol, telunjuk, dan jari tengah, mulai membengkak. Dari dokter yang memeriksanya di Rumah Sakit Angkatan Laut Mintoharjo, Jakarta, diketahui bahwa ia positif mengidap sarkoma jaringan lunak. Ternyata sarkoma jaringan lunaknya itu sudah menjalar hingga ke jari. Sementara pembengkakan di lengan terus berkembang pesat. Hingga Oktober lalu, tangannya sudah membengkak sebesar buah cempedak.

Kepala Instalasi Deteksi Dini dan Onkologi Sosial Rumah Sakit Kanker Dharmais, Walta Gautama Said Tehuwayo, mengatakan sarkoma adalah tumor ganas yang bersifat cepat membesar, menekan organ sekeliling, dan bahkan bisa menyebar ke organ lain. ”Keluhan utama sarkoma adalah benjolan yang cepat membesar,” kata dokter spesialis kanker itu.

Penyebab khusus sehingga sarkoma muncul masih belum diketahui jelas. Menurut Walta, selain pengaruh genetik, kanker ini bisa dipicu faktor eksternal, di antaranya faktor risiko seperti radiasi dosis tinggi, pengaruh zat kimia seperti arsen, vinil klorida, dan herbisida. ”Namun orang yang mempu­nyai garis keturunan kanker belum tentu terkena sarkoma,” ujarnya.

Hal senada diungkapkan Utari Diat Siwi, dokter dari Yayasan Kanker Indonesia. ”Penyebab yang pasti belum ada yang tahu,” kata dia. Menurut Utari, sarkoma adalah penyakit kanker yang jarang terjadi di Indonesia dan di dunia. Data di Amerika dan beberapa negara Eropa menunjukkan kasus sarkoma hanya satu persen dari total seluruh kasus kanker per tahun. ”Tidak banyak kasus sarkoma jaringan lunak. Angka persisnya di sini saya tidak tahu,” kata Utari.

Apa yang dialami Arif, kata Utari, adalah hal yang lazim terjadi pada pengidap sarkoma yang disebut silent symptom. Penderita sarkoma tidak menderita rasa sakit atau nyeri di bagian yang diserang. Hal itulah yang kerap membuat pasien tak menaruh perhatian. Padahal, kata Utari, benjolan tanpa rasa sakit itulah yang harus dicurigai. ”Semua jenis kanker adalah silent symptom,” kata Utari.

Sama seperti kanker lainnya, sarkoma juga bisa menyebar ke organ lain melalui pembuluh getah bening dan pembuluh darah hingga ke paru, liver, dan lainnya. Karena sifatnya ini, kan­ker sarkoma harus segera mendapat penanganan serius. Tindakan untuk sarkoma disesuaikan dengan jenis, lokasi, dan stadiumnya. ”Stadium ditentukan oleh ukuran tumor serta penye­barannya ke getah bening,” ujar Walta.

Adapun lokasi yang paling sering terkena sarkoma jaringan lunak adalah anggota gerak bawah atau kaki, terutama di daerah paha, anggota gerak atas atau tangan, leher, dan badan. Sebanyak 60 persen sarkoma jaringan lunak menyerang tangan dan kaki, 30 persen badan, dan sisanya di leher atau kepala (lihat infografik).

Permasalahan sarkoma jaringan lunak, terutama di Indonesia, adalah penderita datang dengan diagnosis terlambat, yang terutama disebabkan tidak adanya keluhan sakit pada bagian yang terkena sarkoma. Kesalahan lain yang kerap dilakukan pasien sarkoma adalah berobat ketika stadium lanjut. Padahal identifikasi sarkoma atau kanker harus dilakukan sedari awal, untuk menghindari penanganan yang radikal seperti amputasi.

Karena sarkoma penyakit langka, sebenarnya di negara maju pun para penderitanya sering kecolongan: mereka divonis menderita sarkoma setelah tahap lanjut. Untuk itulah berbagai kegiatan kampanye dilakukan guna meningkatkan kesadaran publik dan ­pengumpan da­na untuk penelitian penyakit ini. Carleton College, misalnya, mengadakan kompetisi berenang antar sekolah tinggi di Amerika Serikat yang diberi nama Hour of Power, sejak Rabu pekan lalu. Kompetisi ini untuk mengenang salah satu perenang nasional Ted Mullin yang meninggal akibat sarkoma pada 2006. Me­reka mengumpulkan dana untuk pe­nelitian sarkoma di Universitas Chicago.

Kegiatan serupa juga banyak dilakukan oleh kelompok warga yang biasanya memiliki anggota yang meninggal akibat sarkoma. Maklum, belum ada cara untuk menyembuhkan sarkoma. Terapi yang mungkin dijalani peng­idap sarkoma adalah operasi pembedahan untuk mengangkat tumor hingga amputasi, radiasi untuk mengecilkan tumor yang juga berfungsi membersihkan setelah operasi, kemoterapi, hingga cryosurgery, yaitu penggunaan nitrogen cair untuk membekukan sel tumor.

Amputasi, kata Walta, dilakukan kebanyakan pada sarkoma stadium dini, yakni sarkoma yang masih terbatas dan belum menyebar ke mana mana. Amputasi dilakukan karena jaringan kanker sudah mengenai pembuluh darah utama, tulang, dan saraf utama. Selain itu, dokter biasanya memutuskan amputasi ketika sudah terjadi kontaminasi sel karsinoma, fraktur patologis, hingga infeksi pada tempat biopsi.

Setelah amputasi, pasien diwajibkan menjalani masa rehabilitasi untuk membiasakan diri karena telah kehilangan organ tubuh. ”Rehabilitasi ini penting karena sebagian otot hilang,” ujar Walta. Pada tahap ini dokter juga akan memantau perkembangan pasien apakah masih ada sisa kanker atau tidak. Pasalnya, risiko kambuh tetap ada pada pasien yang sudah menjalani operasi.

Tito Sianipar


Penyebaran Sarkoma

  • Sarkoma mungkin timbul di:
  • Tangan, terutama lengan: 15%
  • Kepala dan leher: 10%
  • Badan, baik organ dalam maupun luar: 30%
  • Kaki, terutama paha: 45%
  • Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    Image of Tempo
    Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
    • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
    • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
    • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
    • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
    • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
    Lihat Benefit Lainnya

    Image of Tempo

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    >
    Logo Tempo
    Unduh aplikasi Tempo
    download tempo from appstoredownload tempo from playstore
    Ikuti Media Sosial Kami
    © 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
    Beranda Harian Mingguan Tempo Plus