Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Penyakit Diabetes merupakan salah satu penyakit dengan risiko tinggi sehingga memerlukan manajemen yang baik dari penderitanya. Survei terbaru YouGov menunjukkan bahwa banyak penderita diabetes mungkin mengira mereka memiliki kendali yang baik terhadap kesehatan mereka, padahal sebenarnya tidak.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dikutip dari laman Channel News Asia, sebuah survei di Singapura menemukan bahwa 65 persen penderita diabetes berpikir demikian tetapi lebih dari 60 persen justru memiliki kadar HbA1c yang meningkatkan risiko komplikasi diabetes.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebagai permulaan, 65 persen dari mereka mengatakan bahwa mereka mengelola diabetes dengan baik dalam survei daring berdurasi 15 menit yang berakhir September ini. Survei tersebut melibatkan 352 warga Singapura dewasa dengan diabetes Tipe I atau 2, di mana sekitar 14 persen tidak mengetahui tipe diabetes.
Namun, lebih dari 60 persen dari individu yang dalam survei tersebut memiliki kadar hemoglobin glikosilasi (HbA1c) yang lebih tinggi dari 7 persen. Kadar HbA1c adalah rata-rata nilai glukosa selama tiga bulan. Sebagaimana diketahui, memiliki kadar HbA1c yang lebih tinggi dari 7 persen dikaitkan dengan risiko lebih besar terkena komplikasi seperti gagal jantung, stroke, penyakit ginjal, kerusakan saraf dan gangguan penglihatan.
Selain itu, hal yang lebih mengkhawatirkan adalah lebih dari separuhnya (51 persen) tidak memantau kadar glukosa mereka di rumah karena ketidaknyamanan, sementara 46 persen tidak menganggapnya perlu.
Tetapi "tanpa pemantauan, mereka mungkin hanya memiliki sedikit atau bahkan tidak tahu bagaimana pilihan makanan mereka memengaruhi kadar glukosa, dan bahwa makanan yang sama dapat memengaruhi kadar glukosa secara berbeda pada setiap individu", kata Dr Ester Yeoh, direktur medis dan konsultan endokrinologi senior di Aspen Diabetes & Endocrine Clinic.
Tak berhenti di sana, banyak penderita diabetes, menurut survei tersebut, juga masih salah karena hanya mengandalkan asupan makanan penutup dan minuman manis yang dikurangi untuk menjaga diabetes mereka tetap terkendali. "Pengelolaan diabetes yang efektif memerlukan lebih dari sekadar mengurangi asupan gula," ujar Dr. Lim Su Lin, kepala ahli gizi dan kepala terapi di National University Hospital.
"Pengendalian porsi dan diet seimbang dengan lebih sedikit karbohidrat dan makanan olahan dapat meningkatkan profil glikemik secara signifikan." Adapun sisi baiknya adalah hampir semua responden (97 persen) minum obat secara teratur.
Berikut ini adalah temuan-temuan lain yang menyoroti kesenjangan antara persepsi dan manajemen penyakit yang sebenarnya.
Pola makan adalah yang paling berpengaruh dalam memengaruhi kadar glukosa darah
Sembilan dari 10 orang percaya bahwa mengatur makanan dan pola makan adalah kunci untuk memengaruhi kadar gula darah. Faktanya, 74 persen juga telah mengurangi makanan dan minuman manis setelah didiagnosis.
Akan tetapi, hanya empat dari 10 yang mengaitkan dampak makanan lain terhadap kadar gula darah mereka. Misalnya, sebanyak 46 persen mengurangi asupan karbohidrat, dan 43 persen mengurangi konsumsi makanan olahan. Namun hanya 30 persen yang memutuskan untuk makan lebih banyak protein.
Pentingnya kontrol porsi terhadap kadar glukosa juga perlu lebih diperhatikan. Hanya satu dari 10 orang yang mengatakan bahwa mereka fokus pada pengendalian porsi makan setelah didiagnosis menderita diabetes.
Lebih banyak waktu yang perlu disisihkan untuk berolahraga
Hampir delapan dari 10 orang mengakui bahwa mereka berolahraga kurang dari 150 menit aktivitas intensitas sedang yang direkomendasikan per minggu. Rata-rata, mereka berolahraga selama 95 menit per minggu, dan sekitar satu dari dua orang berolahraga selama tiga hari atau kurang per minggu.
Sedangkan lansia yang berusia di atas 60 tahun cenderung memiliki kondisi fisik yang lebih baik. Hampir 30 persen mengatakan bahwa mereka melakukan 150 menit aktivitas fisik setiap minggu, dibandingkan dengan 17 persen dari mereka yang berusia di bawah 60 tahun.
Kebanyakan besar orang masih mengandalkan ahli kesehatan untuk mendapatkan saran
Tujuh puluh delapan persen penderita diabetes bergantung pada ahli kesehatan profesional seperti ahli gizi dan perawat, selain dokter, untuk mendapatkan informasi.
Influencer, termasuk konsultan gaya hidup, pakar kebugaran, dan koki, cenderung tidak mendapat pengaruh, dengan hanya sekitar 20 persen yang bergantung pada mereka untuk mendapatkan informasi mengenai diabetes.
CHANNEL NEWS ASIA
Pilihan editor: Hati-hati Gangguan Kesehatan Mental Bisa Memperparah Diabetes