Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Tafsiran Gagal KB, menurut DPR

Kasus Lienaeni menjadi pernyataan mengejutkan tafsiran komisi VIII DPR bahwa BKKBN akan mengganti seluruh biaya kegagalan KB, disangkal kepala BKKBN Dr. Haryono Suyono. BKKBN tak mampu mengganti semua.

28 Oktober 1989 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KOMISI VIII DPR mengeluarkan pernyataan mengejutkan. Katanya, penggantian kegagalan KB yang hanya Rp 25 ribu itu bakal direvisi. Setelah komisi itu memperjuangkannya, BKKBN (Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional) akan mengganti semua akibat kegagalan KB, keluarga berencana. Apa BKKBN memang punya dana untuk membiayai seluruh kegagalan KB? Kegagalan dimaksud, misalnya, karena kondom bocor, spiral tak berfungsi, hingga soal sterilisasi. Tetapi Dr. Haryono Suyono Kepala BKKBN, menyangkal suara dari DPR dua pekan lalu itu. "Kami tak pernah menyatakan mengganti semua kegagalan KB," katanya kepada TEMPO pekan silam. "Mana Pemerintah mampu mengganti seluruhnya. Uang yang kami berikan hanya bersifat bantuan." Tentang jumlah Rp 25.000, ia mengutarakan bahwa itu angka rata-rata untuk memperhitungkan anggaran tiap tahunnya, bukan angka riil yang diberikan. Tunjangan ini disalurkan ke klinik KB dan rumah sakit pemerintah yang melaksanakan program KB. Mereka juga diminta menambah bantuan itu dan menentukan jumlahnya. Kecuali untuk kasus-kasus tertentu, memang ada penggantian. "Banyak klinik KB yang berstatus badan sosial membantu sepenuhnya akibat kegagalan KB yang khusus itu," kata Haryono. Lalu, kegagalan yang khusus itu apa? Pernyataan Komisi VIII berawal dari kegagalan yang menyangkut Nyonya Lienaeni, seorang ibu yang gagal menjalani sterilisasi. "Dari 1,2 juta ibu yang menjalani sterilisasi hanya sekitar satu persen yang gagal," kata Haryono. "Karena jumlahnya tak besar, BKKBN bersama klinik KB masih mampu membiayai kegagalan sterilisasi ini." Kasus Lienaeni yang dibawa ke DPR sebenarnya tidak menyangkut KB. Ketika menjalani sterilisasi untuk kedua kalinya di RS Polri, Jakarta, 22 Agustus 1984, Lienaeni mengalami infeksi usus. Tahun 1986 ia menuntut dokter yang melakukan sterilisasi dengan tuduhan malapraktek. Namun, tuntutan ganti rugi, Rp 39 juta, dengan bantuan LBH, tak sampai ke pengadilan. Hasil pemeriksaan Majelis Kode Etik Kedokteran menunjukkan infeksi yang dialami Lienaeni timbul karena jahitan operasi dibuka oleh bidan. Luka ini kemudian menjadi kronis, karena tak terawat. Lienaeni belum mau menyerah. Ia membawa masalah ini ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Senayan, Jakarta, 13 Oktober lampau. Di DPR ia diterima Komisi VIII. Di sini kasus Lienaeni berbalik ke urusan KB. Mengenai tuntutan malaprakteknya, dr. Mandang, anggota Komisi VIII, malah menyesali kelalaian Nyonya Lienaeni menjalankan instruksi dokter. "Dokternya sendiri tak melakukan malapraktek," katanya. Yang diperjuangkan DPR (yang katanya berhasil itu) penggantian semua biaya perawatan Lienaeni sampai sembuh. "Wajar BKKBN mengganti, kalau tidak akan menimbulkan keengganan orang ikut KB," katanya. Tapi, pada kenyataannya, Lienaeni sudah sembuh. Sterilisasi yang dijalaninya, dan perawatan ketika infeksi terjadi memang dibiayai Klinik KB RS Polri. Agaknya, itulah barangkali yang ditafsirkan DPR bahwa BKKBN akan mengganti seluruh biaya kegagalan KB. Jis

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus