MENGAPA para dokter sendat dalam menulis resep obat generik? Pekan lalu muncul jawaban dari yang paling kompeten -- para farmakolog yang menyelenggarakan Kongres Nasional Ikatan Ahli Farmakologi Indonesia (Ikafi) VII di Hotel Ambarrukmo, Yogya. Jawab para ahli di bidang obat-obatan ini menyuruk sampai ke dasar. "Kalau masih bingung menghadapi perubahan dari obat bermerk ke obat generik, itu manusiawi. Memang diperlukan waktu untuk membiasakan diri menulis resep obat generik," kata Prof. Iwan Darmansyah. Namun, farmakolog terkemuka itu dan kerabatnya berpendapat masa transisi bukan satu-satunya penyebab para dokter sendat menggunakan obat generik. Menurut Dr. Armen Muchtar, masalahnya harus dilihat secara keseluruhan. "Artinya, persoalan bagaimana menggunakan obat secara baik," kata farmakolog Universitas Indonesia yang baru terpilih jadi Ketua Umum PB-Ikafi ini. Di masa kini informasi tentang obat didominasi perusahaan farmasi. Informasi yang sedikit banyak punya tujuan komersial ini dilakukan dengan intensif sekali. "Lobinya sangat kuat," katanya. Dalam banyak hal dokter mudah terpengaruh. Dan dalam proses panjang, kemampuan dan keterampilan mereka mengolah informasi menurun. Mereka, kata Armen, terlalu bergantung pada informasi pabrik obat yang disalurkan lewat brosur atau detailman. Ini menyebabkan pemakaian obat tidak rasional, bahkan tersendatnya penulisan resep obat generik. Ketika diminta pindah ke obat generik, para dokter bingung, karena kehilangan pegangan. Mereka terbiasa disodori informasi dari pabrik obat, sementara obat generik tak pernah dipromosikan berlebihan. Para farmakolog tadi sepakat kalau mata kuliah farmakologi di fakultas kedokteran mengalami disfungsi -- atau tidak aktual dan tak memberikan kemampuan lapangan kepada para dokter. Dr. Budiono Santosa dari Universitas Gadjah Mada (UGM) berpendapat mata kuliah farmakologi di FK perlu ditata kembali, di samping bisa membekali para dokter dengan keterampilan memberikan obat, juga memberikan pengetahuan tentang berbagai kebijaksanaan obat (drug policies). Untuk mengatasi keadaan ini, Laboratorium Farmakologi Klinik FK UGM menyiapkan sebuah paket lokakarya bagi para mahasiswa kedokteran. Paket pelajaran ini, yang disebut Pemakaian Obat Rasional, dibiayai WHO (organisasi kesehatan sedunia). Nanti, kemungkinan besar paket ini akan ditanamkan dalam kurikulum FK. "Tujuan penataran ini meningkatkan kemampuan para calon dokter mengolah obat," kata Budiono, "Termasuk bagaimana mengatasi dominasi informasi dari pabrik-pabrik obat." "Ketepatan dan kerasionalan penggunaan obat memang harus mulai diekspose secara sistematis sedini mungkin," kata dr. Broto Wasisto dalam sambutan pembukaan kongres Ikafi. Dirjen Pelayanan Medik Departemen Kesehatan itu membenarkan kemampuan para dokter di bidang farmakologi sekarang ini sangat terbatas. Boleh jadi inilah yang mendasar tersendatnya digunakan obat generik yang hingga sekarang masih dipermasalahkan. Jis
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini