Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Spesialis Ilmu Kesehatan Anak Subspesialis Neurologi, Setyo Handryastuti, meminta orang tua tak panik menghadapi kejang pada anak.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Sebetulnya tidak sebegitunya amat. Baru berbahaya kalau tubuh anak tidak bisa beradaptasi kalau kejang lebih dari 30 menit, dan itu jarang," katanya, Kamis, 28 Desember 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Handryastuti mengatakan pengetahuan orang tua terhadap penyebab dari gejala kejang pada anak sangat penting agar orang tua tak lekas panik karena tidak semua jenis kejang pada anak berbahaya. Ia menyebut sejumlah kondisi seperti demam, epilepsi, serta radang paru atau pneumonia, merupakan penyebab umum kejang pada anak.
"Bisa juga diare, muntah, kekurangan cairan yang cukup berat, juga cedera kepala," tambahnya.
Gangguan fungsi otak
Ia menjelaskan gejala kejang pada anak merupakan gangguan fungsi otak yang bersifat sementara, di mana gejala yang dihasilkan tergantung pada bagian apa gangguan tersebut terjadi. Karena itu, kejadian kejang pada anak bisa terjadi dalam berbagai jenis, seperti kejang separuh tubuh, seluruh tubuh, tubuh tidak merespons saat ditepuk, jatuh tiba-tiba saat berdiri, kepala jatuh tiba-tiba saat sedang duduk, dan lain sebagainya.
"Setelah kejang juga ada beberapa gejala seperti bingung, lemas, kadang keluar air liur, mengompol dan kalau kejang cukup lama maka bisa menyebabkan anak tertidur dan normal saat sudah bangun kembali," ungkapnya.
Untuk itu, Handryastuti meminta orang tua memperhatikan penyebab kejang anak serta apa yang dialami saat kejang. Ia menyarankan orang tua merekam kejadian kejang pada anak serta menyerahkan hasil rekaman tersebut kepada dokter saat berobat untuk mempermudah diagnosis agar penanganan akurat dan efisien.
Pilihan Editor: Sering Tak Terdeteksi, Masalah Berikut Bisa Jadi Tanda Demensia