PEMBULUH darah (vaskuler) adalah saluran pembawa makanan bagi jaringan tubuh. Jika sampai tersumbat, jaringan tubuh jadi korban. Bisa layu dan lambat-laun mati membusuk. Pembusukan jaringan ini disebut gangren. Ini biasanya terjadi pada jaringan bagian tungkai atau persendian tubuh. Penanggulangannya, ya, diamputasi. Begitu pula dengan gangren akibat sakit kencing manis (diabetes mellitus atau DM). Amputasi berarti cacat seumur hidup. ''Padahal itu tak perlu terjadi jika sejak dini diketahui adanya gangguan pada pembuluh darah,'' kata Achmad Faik Heyder, 45 tahun, dalam disertasinya untuk memperoleh gelar doktor di hadapan sidang Senat Guru Besar Univeristas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, Rabu pekan lalu. Disertasi berjudul ''Kajian Faktor-faktor Risiko terhadap Integritas Vaskuler pada Kejadian dan Perluasan Gangren Penderita Diabetes Mellitus Tipe II'' yang dipertahankannya itu mendapat nilai memuaskan. Kaitan DM dengan pembusukan jaringan di tungkai itu dikaji Achmad Faik Heyder selama tiga tahun. Dosen FK Universitas Diponegoro, Semarang, ini juga menyimpulkan bahwa faktor usia dan jenis kelamin berpengaruh terhadap munculnya gangren, terutama pada penderita DM. Topik ini menarik perhatiannya, karena selama bertugas sebagai ahli bedah ia kerap menangani pasien yang terpaksa diamputasi. Achmad juga memperhatikan matinya jaringan tubuh di tungkai lebih awal pada penderita DM. Bahkan, itu terjadi lebih sering (4 sampai 5 kali lebih besar) dan lebih berat bila dibandingkan dengan penderita non-DM. Achmad Faik meneliti 312 responden penderita diabetes berusia 24 hingga 76 tahun dari beberapa rumah sakit di Semarang. Ia mengkaji risiko yang mempengaruhi timbulnya gangren pada penderita DM. Yakni, faktor aterogen (termasuk kolesterol, hipertensi, kegemukan, kebiasaan merokok, serta aktivitas fisik), faktor DM (seperti kadar gula darah, lama menderita dan pengendalaiannya), faktor jatidiri (jenis kelamin dan usia), serta faktor pencetus berupa luka atau infeksi. Semua faktor tadi, menurut ayah tiga putri ini, saling berinteraksi dalam mengganggu pembuluh darah dan perluasan gangren. Ia melakukan tes melalui 15 variabel sebagai alat pengukur yang meliputi, antara lain, mengukur kadar gula. Ternyata tidak semua faktor risiko aterogen, DM, dan jatidiri -- yang semula diperhitungkan berhubungan erat dengan keutuhan pembuluh darah gangren diabetik -- menjadi penyebab gangren. Misalnya, terbukti hipertensi merupakan faktor sangat penting. ''Empat puluh lima persen sampel, disertai hipertensi,'' katanya. Lewat penelitian kandungan gula dalam darah sampel selama 6-8 minggu Achmad menemukan ada hubungan erat faktor DM dengan integritas vaskuler. Ini berbeda jika penelitian terhadap gula darah dilakukan sekali saja. Sebab komplikasi itu menahun. Penelitian Achmad juga menunjukkan, jumlah penderita gangren lelaki di bawah usia 50 tahun lebih tinggi daripada perempuan. Dan, menjadi sebaliknya pada sampel usia di atas 50 tahun. Hal ini, menurut Achmad, karena wanita di bawah 50 tahun mempunyai pelindung, yakni hormon estrogen yang dimilikinya. ''Tapi, pada usia di atas 50 tahun tak ada lagi proteksi hormonal pada wanita,'' katanya kepada M. Faried Cahyono dari TEMPO. Dari penelitiannya itu ia bisa menemukan cara uji sederhana untuk melihat keutuhan pembuluh darah seseorang. Rumus yang teruji secara statistik dan memiliki ketajaman ini dinamakannya Indeks Integritas Vaskuler (IIV). Rumus ini memuat variabel hipertensi, HbA1c (gambaran darah), umur, serta kebiasaan berolah raga seseorang. Dengan rumus ini bisa diketahui bahwa makin tinggi tingkat hipertensi, HbA1c, dan usia seseorang, maka kemungkinan gangguan terhadap pembuluh darah semakin tinggi. Demikian juga sebaliknya: makin baik seseorang berolah raga, maka IIV semakin rendah. ''Dokter di puskesmas pun bisa menggunakan dengan mudah rumus itu untuk mengetahui secara dini terganggu-tidaknya pembuluh darahnya,'' ujar alumni FK Universitas Diponegoro tahun 1976 itu. Rumusan sederhana ini dipuji Dr P. Wiyono, ahli malnutrisi diabetes dari UGM. Menurut anggota tim penguji Achmad Faik ini, rumus penduga ini temuan baru dan mudah digunakan. Lebih-lebih, menurut doktor lulusan Universitas Kobe, Jepang, ini pasien yang terkena diabetes, yang proses terjadinya sedikit demi sedikit, biasanya tidak mau mendisiplinkan diri. Achmad Faik juga mengajukan cara mendiagnosa gangren diabetes dengan murah dibandingkan dengan arteriografi, pemakaian alat untuk melihat kondisi pembuluh darah arteri. Yakni, dignosa terhadap engkel, tes jalan, tes denyut nadi, sakit-tidaknya waktu berjalan, dan tekanan jari kaki. Bandingkan pula dengan kenyataan bahwa dari 312 sampelnya, 31% di antaranya terpaksa diamputasi. Ini perlu biaya tak sedikit dan perawatan 15 - 80 hari. Rustam F. Mandayun
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini