Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Gaya Hidup

Tragedi Kapal Selam Titan Picu Claustrophobia, Psikolog Ungkap Alasannya

Berita hilangnya kapal selam Titan dalam perjalanan menuju reruntuhan Titanic membuat banyak orang tiba-tiba merasa claustrophobia. Ini sebabnya.

23 Juni 2023 | 14.24 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Hilangnya kapal selam Titan dalam perjalanan menjelajahi puing-puing kapal Titanic di Samudra Atlantik pada 18 Juni 2023 menjadi berita utama di mana-mana. Kapal selam Titan akhirnya dikabarkan meledak setelah ditemukan puing-puingnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Berita hilangnya kapal selam dalam perjalanan menuju reruntuhan Titanic itu membuat banyak orang tiba-tiba saja merasa claustrophobia atau takut berada di ruangan yang kecil dan tertutup, menyusul banyaknya unggahan yang muncul di Twitter mengenai ketakutan itu. Psikolog pun menyebutkan alasannya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Gejala claustrophobia serupa dengan kecemasan dan serangan panik, di mana orang jadi sulit bernapas, berkeringat dan gemetar, merasa kepanasan atau kedinginan, bingung, mual, dan perasaan takut dan ingin lari dari situasi tersebut," jelas Jessica Rabon, dikutip dari HuffPost.

Beberapa tempat yang bisa memicu claustrophobia antara lain lift, mesin MRI, ruangan tanpa jendela, pesawat terbang, dan sekarang kapal selam mini. Menurut para pakar, hilangnya kapal selam Titan bisa memicu fobia tersebut.

"Claustrophobia juga bisa berdampak pada orang lain yang memikirkan orang yang terjebak di ruangan sempit karena membayangkan mereka berada dalam situasi tersebut," ujar psikolog Cynthia Shaw. "Penderita claustrophobia, karena tingkat kecemasan yang tinggi, bisa dengan mudah membayangkan terperangkap di kapal selam jauh di bawah laut, dengan lima orang di dalamnya memicu pikiran tentang bahaya dan kematian."

Jaga kesehatan mental
Sementara claustrophobia memicu reaksi emosional banyak orang terhadap berita buruk tersebut, empati juga mengalir buat para penumpang terkait keluarga yang ditinggalkan. Di sisi lain, menurut Shaw, rasa simpati ini juga memicu kecemasan pada banyak orang.

Reaksi orang terhadap kabar tersebut, termasuk tiba-tiba merasa claustrophopia, sebaiknya diiringi dengam membatasi mengonsumsi berita terkait. 

"Matikan TV, jauhi media sosial, atau batasi waktu terhadap paparan berita tersebut bisa membantu," saran Rabon.

Sementara Shaw menyarankan untuk meningkatkan kewaspadaan pribadi. "Apapun itu, menelepon teman, bermalas-malasan di sofa, atau menonton acara Netflix favorit, lakukan apa yang kita butuhkan untuk diri sendiri dan menjaga kesehatan mental," ujarnya.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus