Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Sejumlah restoran dan kafe yang berada di tempat tersembunyi mulai dicari orang.
Sebagian kafe dan restoran itu mempekerjakan warga setempat dan melibatkan UMKM.
Menawarkan pemandangan ruang terbuka berupa pepohonan, sungai, hingga jalur kereta rel listrik.
BISNIS restoran tersembunyi mulai marak. Seperti di Rustic Market ini. Tak ada papan nama atau petunjuk menuju kafe ini. Pengunjung harus melalui lapangan apel Pusat Latihan Pasukan Pendarat (Puslatpasrat) di Gunung Sari, Surabaya, untuk mencapai restoran dan kafe itu. Setelah menyeberangi lapangan milik Korps Marinir itu, baru ditemukan dinding dari lempengan logam berwarna hijau tua bertulisan “Barn Event Hire”.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Di balik dinding itulah Rustic Market berada. Tempat kuliner tersebut terlihat asri meski berada di tengah kebisingan kota. Beberapa pohon akasia dan trembesi tumbuh mengelilingi kafe berkonsep Barat tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pengunjung bisa memilih tempat duduk di dalam ataupun di luar ruangan. Kebanyakan pengunjung lebih suka kongko di halaman. Nurita, salah seorang pengunjung, merasa lebih nyaman duduk di luar ruangan karena bisa menikmati suasana layaknya di tengah hutan. “Sambil menikmati udara segar,” tutur perempuan 46 tahun itu kepada Kukuh S. Wibowo dari Tempo, Kamis, 7 April lalu.
Manajer Umum Rustic Market, Oky Andy Rahman, mengatakan pemilik sengaja membangun kafe itu sebagai kawasan yang menyatu dengan alam. Pemilik melibatkan Oky dalam pendirian kafe itu. Saat itu Oky sedang menganggur karena diberhentikan oleh hotel tempatnya bekerja pada 2019.
Rahasia Art Space & Eatery di Penjaringan Sari Surabaya, 6 April 2022/Tempo/Kukuh S Wibowo
Oky, yang memiliki kemampuan membuat kerajinan dan ornamen berbahan kayu, sempat mendirikan bengkel di tempat itu. Kebetulan, kata dia, lapangan Puslatpasrat itu sudah lama tidak digunakan untuk pelatihan tentara karena dekat dengan permukiman penduduk. Seorang komandan satuan memintanya mengelola lapangan itu.
Rustic Market bermula dari sebuah penyedia jasa dekorasi pernikahan. Kawasan “mini-Western” itu awalnya dipakai untuk sesi pemotretan pre-wedding. Pada awal 2020, tercetus gagasan membuat kafe di area tersebut dengan menyajikan beragam minuman, seperti kopi dan teh, serta bermacam makanan, antara lain pasta dan nasi. “Kami merekrut teman-teman bekas juru masak hotel yang di-PHK,” ucap Oky.
Sebagai tempat kuliner menarik yang tersembunyi di tengah kota atau biasa disebut hidden gem, Rustic Market membuat pengunjung berdatangan. Oky mengatakan setiap bulan 6.500-7.000 orang mampir ke kafe itu untuk makan-minum sembari menikmati ruang terbuka hijau dan udara segar. Mereka biasanya datang pada akhir pekan sejak sore hingga malam.
Harga makanan dan minumannya cukup terjangkau bagi warga Surabaya dan sekitarnya. Dengan membayar Rp 50 ribu, seorang pengunjung bisa memilih salah satu menu makanan beserta minuman. Kafe itu juga menyalurkan produk usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). “Kami sekaligus berkolaborasi mengangkat UMKM yang terpuruk karena pandemi,” tutur Oky.
Upaya ekstra juga dibutuhkan pengunjung untuk menemukan tempat kuliner Rahasia Art Space & Eatery yang terletak di Perumahan YKP I Blok PM 22, Jalan Pandugo I, Penjaringan Sari, Surabaya. Untuk mencapainya, pengunjung harus melewati Jalan Penjaringan Sari yang di kanan-kirinya masih berupa lahan kosong. Setiba di Perumahan YKP, pengunjung juga harus jeli mencari kafe itu karena penandanya hanya berupa tulisan kecil di pintu garasi.
Pemiliknya, Thomas Hanandry, menamai kafe tersebut Rahasia Art Space karena rumah yang kini bersalin rupa menjadi kafe itu dulu merupakan tempat siswa sekolah menengah atas dan mahasiswa belajar menggambar kepadanya. Ia mencoba mengorbitkan mereka sebagai ilustrator. “Ini dulu tempat rahasia saya menggembleng mereka sebelum mereka ke industri,” ujarnya.
Thomas sebelumnya adalah pelukis dan dosen di sebuah perguruan tinggi swasta di Surabaya. Ia memutuskan keluar dari tempatnya mengajar pada November 2019 karena mendapat banyak proyek menggambar dari Jakarta. Apalagi saat itu kampus tempatnya mengajar menuntut kehadirannya secara penuh tapi ia sulit memenuhi tuntutan tersebut.
Namun pesanan melukis mulai berkurang pada April 2020. Bermodal tabungan, Thomas mulai berjualan pot bunga karena saat pandemi Covid-19 merebak banyak orang gemar merawat tanaman. Keuntungan dari penjualan pot itulah yang ia gunakan sebagai modal mendirikan kafe.
Thomas sempat bingung saat membuka kafe itu karena ia menginginkan kafenya menyajikan minuman yang berbeda dengan tempat kuliner lain. Ia sempat mencoba membuat minuman susu, telur, madu, dan jahe atau STMJ dengan kemasan berbeda. “Ternyata bikinnya susah,” katanya.
Teman Thomas lalu mengenalkan dia dengan pemilik House of Tea di Jakarta. Ia disarankan mengeksplorasi minuman teh lokal. Pemilik House of Tea itu juga bersedia menghubungkan Thomas dengan para petani teh serta mengajarinya meramu dan menyeduh teh. Jadilah teh sebagai minuman andalan di Rahasia Art Space.
Suasana restoran Jiwajawi di Desa Bangunjiwo, Kasihan, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, 3 April 2022/TEMPO/Shinta Maharani
Kafe itu juga menyuguhkan minuman lain seperti kopi dan berbagai makanan, antara lain pasta, piza, spageti, dan kebab. Beragam minuman dingin dan panas dijual dengan harga Rp 15-18 ribu. Adapun harga aneka makanan Rp 30-35 ribu.
Thomas mengklaim para pengunjung datang lantaran letak kafe itu tersembunyi. Sebagian pengunjung mengetahui Rahasia Art Space dari mantan mahasiswanya. Ia belum berencana memindahkan kafenya ke tempat yang lebih mudah dicari.
Restoran dan kafe tersembunyi lain terdapat di Daerah Istimewa Yogyakarta. Salah satunya Pari Klegung yang terletak di Desa Banjararum, Kabupaten Kulon Progo. Restoran tersebut berada di tengah desa dan menyuguhkan panorama berupa air Sungai Klegung dan kerimbunan beragam tanaman, di antaranya rumpun bambu.
Pemilik Pari Klegung ialah seniman dan arsitek Eko Prawoto. Alumnus Universitas Gadjah Mada ini membuka restoran berkonsep hidden gem pada Desember 2021. Mulanya ia hanya berniat mendirikan rumah hunian. Namun kawan-kawannya menyarankan griya itu dijadikan tempat berkumpul karena memiliki pemandangan ruang terbuka seperti pepohonan dan sungai.
Eko setuju terhadap saran tersebut karena ia ingin lebih banyak orang mengenal budaya desa dan alam yang terjaga. Bangunan yang berdiri di lahan seluas 1.950 meter persegi itu lebih banyak menggunakan bahan dari alam. Misalnya, dindingnya terbuat dari bambu dan kayu. “Menjaga agar ke-ndeso-an tetap hadir,” ujarnya kepada Shinta Maharani dari Tempo pada Sabtu, 9 April lalu.
Pari Klegung menyuguhkan hidangan tradisional, seperti mangut pari, ikan wader kali, kimpul goreng, suweg rebus, dan tempe benguk bacem. Semua sajian itu dimasak oleh ibu-ibu setempat. Harga makanan berkisar Rp 15-35 ribu.
Tempat kuliner tersembunyi dengan pemandangan dan bangunan menarik juga bisa dijumpai di Desa Bangunjiwo, Kasihan, Kabupaten Bantul. Restoran Jiwajawi yang berada di tengah hutan jati, misalnya. Eksteriornya mirip bangunan kuno di Tuscany, Italia. Tumpukan batu kapur mendominasi restoran dan bar yang menghadap rerumputan dan hutan.
Pemiliknya, Laire Siwi Mentari, mengatakan restoran itu berdiri pada 1 Februari 2019. Tempat makan itu mendiami lahan seluas 2 hektare.
Jiwajawi menyuguhkan makanan dan minuman berbahan lokal. Contohnya ayam suwir kecombrang, iga bumbu rujak, dan sup tahu kecombrang. Menu tersebut dipilih karena Laire pernah bekerja sebagai koki yang memasak makanan sehat tanpa penyedap rasa.
Selain bisa menikmati arsitektur bangunan Jiwajawi, pengunjung dapat makan dan minum sembari berselonjor di tengah hutan. Mereka juga bisa duduk di bawah pohon beringin yang rindang. Restoran ini pun ramah terhadap hewan peliharaan seperti anjing dan kucing yang dibawa pengunjung. Wi-Fi tak disediakan agar mereka bisa sejenak melupakan kepenatan karena pekerjaan.
Ahad sore, 3 April lalu, terlihat tiga warga negara Jerman bernama Leonie Schreck, Steffen Hitschler, dan Max Schmiel serta pengunjung lain sedang menghabiskan waktu di restoran itu. Schreck terlihat asyik membaca buku sembari menikmati kesegaran udara dan rimbunnya pohon beringin. Hitschler menyukai Jiwajawi karena restoran itu menawarkan suasana yang alami, masakan tradisional Jawa, dan pendapa dengan ukir-ukiran dan wayang sebagai identitas Indonesia. “Makanan vegetarian juga jadi daya tarik,” tuturnya.
Di Ciputat, Tangerang Selatan, Banten, juga terdapat kafe tersembunyi. Bernama Rummah Go’a, tempat kuliner itu dikelilingi beragam pohon, di antaranya bambu, sehingga membuatnya teduh. Kafe yang dikelola Raden Rizki Mulyawan Kartanegara Hayang Denada Kusuma atau populer dengan nama Dik Doank itu berada di tepi jurang.
Dik Doank menuturkan, Rummah Go’a berdiri pada 1 Maret 2021. Konsep terasering dipilih karena kafe tersebut berada di bibir jurang yang tak memungkinkan penambahan luas lahan.
Rummah Go’a di Ciputat, Tangerang Selatan, Banten/Dok. Dik Doank
Kafe yang berjarak sekitar 300 meter dari Stasiun Jurang Mangu itu menyediakan dua pilihan tempat kepada pengunjung, yakni di dalam dan di luar ruangan. Pengunjung yang memilih tempat di luar ruangan yang posisinya berada di bagian bawah harus siap naik-turun undakan beralas bata merah dan bebatuan. Tempat di luar ruangan itu menyuguhkan pepohonan dan kereta rel listrik yang wira-wiri melintasi Stasiun Jurang Mangu.
Sejumlah barang bekas menjadi dekorasi dan furnitur Rummah Go’a. Misalnya, meja makannya terbuat dari mesin jahit bekas. Kafe itu juga dilengkapi beragam buku yang bisa dibaca pengunjung.
Makanan yang disajikan di tempat itu beragam, di antaranya mi ayam, lele goreng, dan bebek goreng. Minumannya pun bervariasi, seperti berbagai jenis minuman teh, kopi, dan jahe merah.
Dik Doank menyebutkan harga makanan dan minuman di kafenya cukup terjangkau. Mi ayam komplet, misalnya, hanya Rp 31.500 dan lele goreng plus nasi Rp 27 ribu. Makanan dan minuman yang disajikan adalah produk UMKM. “Jadi (Rummah Go’a) menyatukan UMKM,” ucapnya Tempo pada Rabu, 13 April lalu.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo