Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ringkasan Berita
Sebanyak 208 dari 268 jenis anggrek yang tercatat bermukim di dalam kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) menjadi penghuni taman anggrek Ranu Darungan.
Upaya konservasi melibatkan mantan pemburu liar.
Dari Pulau Batanta, Papua Barat, ada temuan yang mengukir sejarah keberagaman anggrek di Indonesia.
PERESMIAN Orchidarium Ranu Darungan pada Sabtu, 26 Maret lalu, membuat Toni Artaka berseri-seri. Kepala Resor Ranu Darungan itu yang merintis pembangunan taman anggrek di Dusun Darungan, Desa Pronojiwo, Kecamatan Pronojiwo, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur, tersebut. Orchidarium Ranu Darungan menjadi suaka bagi 208 dari 268 jenis anggrek yang tercatat bermukim di kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS). Sebanyak 40 jenis di antaranya merupakan anggrek endemis.
“Alhamdulillah, taman anggrek yang sudah lama dirintis sebagai kegiatan konservasi anggrek sejak 2013 sampai dibangun lokasi khusus pengumpulan anggrek sudah bisa dibuka bagi masyarakat,” kata Toni, Jumat, 25 Maret lalu. Pembangunan taman anggrek seluas 2.800 meter persegi ini, menurut Toni, adalah upaya pelestarian anggrek TNBTS yang populasinya kian tergerus. Ancaman serius terhadap populasi anggrek datang dari penjarahan liar, selain adanya penurunan kualitas habitat akibat tanaman invasif Verbena brasiliensis.
Satu jenis anggrek terestrial (hidup di tanah) yang terancam itu adalah Corybas imperatorius yang ditemukan di sabana Gunung Jambangan di elevasi 2.400 meter di atas permukaan laut (mdpl). Padahal, menurut James Boughtwood Comber dalam buku Orchids of Java (1990), Corybas imperatorius adalah flora khas sabana di ketinggian 1.280-1.730 mdpl. Menurut Toni, temuan itu luar biasa. Namun anggrek endemis ini sangat rentan mengalami gangguan manusia karena tumbuh di tebing jalan setapak dari Watu Rejeng hingga tanjakan menuju Ranu Kumbolo.
Pada 2020, Toni bersama timnya berhasil menemukan anggrek Dendrobium pensile yang sebelumnya hanya ditemukan di Sumatera dan Kalimantan. Ada pula anggrek saprofit (tumbuh di tempat berhumus tebal) jenis Pseudovanilla affinis yang merupakan tumbuhan endemis Semeru dan tergolong tumbuhan langka yang masuk kategori terancam punah dalam daftar merah lembaga konservasi IUCN pada 2016. Menurut Toni, penemuan dua anggrek ini sangat penting karena keduanya sudah sangat jarang ditemukan di TNBTS.
Perjalanan Toni membangun taman anggrek yang berada di lereng Gunung Semeru itu berawal dari pertemuannya dengan seorang warga di hutan produksi Resor Pemangkuan Hutan Senduro, Kabupaten Lumajang, pada 2008. Warga itu, Toni mengungkapkan, membawa pakan ternak yang diambil dari kawasan TNBTS. Ia bermaksud mengidentifikasi jenis-jenis tumbuhan pakan ternak tersebut.
Ia terkejut ketika menemukan tiga jenis anggrek dalam tumpukan rumput, yaitu Calanthe sylvatica, Phaius tankervilleae, dan Corymborkis veratrifolia. Menurut Toni, ketiganya berjenis anggrek terestrial. Corymborkis veratrifolia yang ditemukan itu satu-satunya Corymborkis dari lima jenis di dunia yang tumbuh di Indonesia. "Tapi malah dijadikan pakan ternak, mewah sekali makanan sapi-sapi di Senduro," tutur Toni.
Dari peristiwa itulah tercetus ide Toni membangun taman khusus anggrek. Dalam benaknya, taman tersebut kelak menjadi pusat pelestarian sekaligus pusat edukasi bagi masyarakat, terutama penduduk setempat dan penjaga kawasan TNBTS. Pada 2013, idenya mulai terwujud dengan ditetapkannya dua daerah, Resor Ranu Darungan dan Resor Senduro, sebagai calon lokasi taman. Menurut pria lulusan Institut Pertanian Malang ini, kedua lokasi tersebut dipilih karena populasi anggrek di sana terus menurun akibat pencurian.
Baru pada 2017 ide pembangunan taman anggrek Ranu Darungan disetujui Balai Besar TNBTS. Suaka ini menampung anggrek epifit (menumpang pada tumbuhan lain sebagai inangnya, nonparasit), saprofit, terestrial, dan litofit (tumbuh pada tanah berbatu). Perlahan-lahan koleksi anggrek yang awalnya baru diisi 65 jenis anggrek yang tumbuh di ketinggian 850 mdpl berkembang menjadi 208 jenis anggrek yang tumbuh di ketinggian 800-1.800 mdpl.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo