Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Tugas Tumbelaka

Kode etik kedokteran dianggap kabur. Karena itu IDI semarang minta agar, antara pasal yang perlu ditindak yang dapat diselesaikan secara intern, dipisahkan. Tugas itu diserahkan kepada ketua mek, wafj tumbelaka. (ksh)

30 Desember 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

UNTUK pertama kali setelah 10 tahun usia Kode Etik Kedokteran Indonesia, para dokter memperbincangkan aruran permainan mereka. Persoalannya mendapat sorotan tajam akhir-akhir ini Pada mulanya IDI Cabang Semarang menyelenggarakan simposium (2 - 3 Desember tentang kode etik yang mendapat perhatian besar dari dokter berbagai daerah. Hasil simposium Semarang itu menjadi bahan pembicaraan utama pula di Muktamar IDI XVI, Denpasar, Bali (7 -10 Desember). "Simposium Semarang itu antara lain mengajukan pemisahan yang jelas antara pasal-pasal kode etik mana yang dapat diberi landasan hukum untuk ditindak dan pasal mana yang hanya dapat ditangani secara intern," urai dr Kartono Mohamad, ketua IDI Cabang Jakarta sekembalinya dari Bali. Pemisahan itu rupanya dianggap perlu, sebab kode etik memang seharusnya merupakan pedoman aturan permainan di dalam kelompok profesi itu sendiri. Tidak semuanya dapat dikenakan sanksi hukuman secara formil oleh instansi pemerintah atau pengadilan. Niat pemisahan tersebut disambut Bismar Siregar SH, Ketua Pengadilan Negeri di Jakarta. "Kalau ada persoalan yang bisa diselesaikan secara intern, memang sebaiknya begitu dijalankan. Tapi jika tindakan seorang dokter menyangkut orang luar, sebaiknya persoalannya dibawa ke pengadilan. Supaya orang yang bersangkutan tahu kedudukannya di depan hukum," katanya. Rekomendasi lain yang juga penting dari simposium Semarang adalah anjuran supaya kode etik diajarkan kepada mahasiswa dengan contoh praktis dan bukan dengan pengajaran filosofis, apalagi teori saja. Juga diharapkan agar pendidik memberikan contoh nyata bahwa mereka juga melaksanakan kode etik. "Memang sulit untuk meminta yang muda menjalankan etik sementara yang tua secara nyata melanggarnya," sambung dr Kartono. Muktamar IDI berusaha memperinci bagaimana pelaksanaan kode etik itu. Antara lain untuk mempertegas hubungan antara Majelis Etika Kedokteran milik IDI dengan Panitia Pertimbangan Kode Etik milik Depkes. "Selama ini hubungan itu belum terjalin sebagaimana mestinya," sela Ketua Umum IDI, dr Utoyo Sukaton. Dalam kedua pertemuan itu Departemen Kesehatan juga mengajukan rancangan Antara lain dianjurkannya kepada Majelis Etika Kedokteran untuk memanggil sampai tiga kali para dokter yang melakukan pelanggaran. Kalau panggilan itu tak diindahkan, Majelis bisa memutuskan dengan memakai Peraturan Menkes No. 2 tahun 1975 untuk memberi nasehat sampai pun mengusulkan tindakan administratif terhadap yang bersangkutan. Dan kalau pelanggaran dilakukan dokter ahli, maka brevet keahliannya terancam untuk dicabut. Untuk tegaknya etika kedokteran ini tugas berat berada di pundak dr WAFJ Tumbelaka, spesialis anak yang lugu. Muktamar di Bali telah memilihnya sebagai ketua Majelis. Tugasnya cukup berat, apabila kalau diingat banyak dokter menganggap kode etik dan kolegialitas merupakan kewajiban dokter bawahan saja. Menteri Kesehatan Suwardjono Surjaningrat berpesan: "Kode etik kedokteran itu harus diselamatkan dari para pelanggar." Tidak ditegaskannya apa yang telah dilanggar, tapi jelas sasarannya adalah soal uang jaminan sebelum dapat pengobatan, pengguguran dan "permainan" dokter-farmasi dalam soal obat. Pelanggaran etik, tentu, lebih luas lagi. Misalnya, perebutan pasien antara sesama dokter, dan pemanfaatan keawaman pasien untuk mengeruk uangnya. Sungguh berat, dok.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus