Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

Pesan dari pulau dua: gawat

Keselamatan burung di p. dua di khawatirkan akan terganggu. endapan lumpur kali banten menyambung pulau itu dengan daratan jawa, hingga memudahkan pemburu dan masuknya binatang, kucing dan anjing. (ling)

30 Desember 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TUTUP tahun 1978, Pulau Dua, 'surga burung bangau' di Teluk Banten, Jawa Barat, berpesan lagi. Pulau itu kini tersambung buntutnya dengan daratan Jawa. Endapan lumpur Kali Banten yang bermuara di dekatnya telah membentuk jembatan darat yang permanen. "Ini merupakan masalah yang gawat," kata Djupri Rubani, Kepala PPA (Perlindungan dan Pengawetan Alam) Rayon Banten Utara yang berkedudukan di Kasemen, Serang. Mengapa gawat? "Kini manusia dan mamalia kecil seperti anjing, kucing dan tikus bisa bebas memasuki pulau itu. Keamanan dan kelestarian burung di cagar alam itu dapat terganggu" kata orang PPA yang biasanya seminggu sekali menyeberang ke pulau itu dengan perahu bermotor. Walaupun kini tersambung, lalu-lintas ke 'pulau' itu dari daratan Jawa masih banyak dirintangi tanah rawa dan hutan bakau nan becek. Hingga masih jarang terdengar ada pencuri burung atau telurnya masuk ke Pulau Dua. Namun wartawan TEMPO Ed Zoelverdi, yang mengunjungi cagar alam itu pertengahan Desember ini, sempat juga menyaksikan petugas PPA mengejar tamu tak diundang -- beberapa penangkap ikan yang menyusuri lumpur dari daratan Jawa. Sang tamu selamat lolos, lantaran si petugas tak sampai hati menggunakan senjata apinya. Tentu saja, tersambungnya pulau mini itu dengan induknya, bukan hasil setahun dua tahun. Ketika Gubernur Jenderal Hindia Belanda menetapkannya sebagai cagar alam untuk perlindungan burung, 30 Juli 1937, pulau itu masih beberapa kilometer terpisah dari darat. "Tahun 1976, sudah saya laporkan ke Bogor bahwa ia sebentar lagi bakal tersambung," tutur Rubani. Waktu itu, kalau air surut, orang dapat berjalan di atas pasir becek dari buntut tenggara P. Dua ke daratan kabupaten Serang. Tapi kalau air pasang, jembatan pasir itu berubah kembali menjadi selat. Lalu, apa yang telah dilakukan Direktorat PPA di Bogor itu? "Bogor menjanjikan akan membangun pagar sepanjang 300 meter tapi biayanya tetap juga belum turun," keluh Rubani. Maka dia hanya menambah petugas di dekat "pintu masuk" cagar alam itu. Pemagaran saja pun terang tak cukup. "Kalau mau dikembalikan fungsinva menjadi suaka burung yang aman, selat yang sudah tertimbun lumpur itu harus dikeruk kembali," katanya lagi. Lumpur kiriman Kali Banten terus mengalir ke laut. Soalnya, sungai kecil itu berhulu dan bersumber di Gunung Prakasak, di selatan Cilegon, dan gunung itu pun kini tak berhutan rimbun. Sementara selatan P. Dua sudah tersambung dengan daratan Jawa, ombak terus mengikis pantai utaranya, sedang akar pohon bakau tak mampu lagi melindunginya. "Setiap tahun pantai itu terkikis sedepa," kata seorang petugas PPA di sana. Di situ, pesan Rubani, diperlukan tembok atau susunan batu penahan erosi gelombang laut. Bukan alam saja yang menggerogoti kelestarian pulau itu. Para nelayan kelihatan memancangkan bagannya di perairan pantai nan dangkal. Malah ada yang hanya 200 - 300 meter dari garis pantai. Jadinya, nelayan dan burung sejenis bangau dan kuntul saling berebut ikan kecil sebangsa teri, kesukaan penghuni P. Dua yang bersayap itu. Ada juga nelayan yang mampir mencari kepiting, keran, atau menjemur ganggang di pasir pantai pulau itu. Namun setelah penjagaan diperketat, frekwensi tamu tak diundang itu makin sedikit. Burung di situ bervariasi sampai 91 jenis, termasuk yang transit sambil bertelur dari Jepang, Cina, Pilipina, Birma ilalaysia dan Australia. Populasi burung itu sering menjadi atraksi ilmiah bagi pemuda dan remaja pencinta alam. Tcrutama bagi mereka dari Jakarta, di mana nasib burung sering terkena pelor senapan angin.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus