Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Anda mungkin masih menyimpan buku harian zaman sekolah dulu. Di sana tertulis apa saja yang dilakukan dan cita-cita yang belum pasti dan suka berubah. Dan sebagian orang dengan senang hati membagikan isi buku harian itu di TikTok dan tagar #readingmychildhooddiary sudah ditonton lebih dari 17 juta kali.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Membaca lagi diary masa lalu memang tidak salah, bahkan mungkin menyenangkan. Tapi hati-hati jika membagikannya di media sosial.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Sebelum membaca, perhatikan lagi apa yang telah dilakukan saat kanak-kanak. Pertimbangkan kebutuhan dan harapan dalan hidup, mungkin Anda tak mendapat dukungan untuk mewujudkannya," ujar psikolog Miranda Nadeau kepada USA Today.
Anda mungkin berpikir membaca lagi buku harian masa kecil untuk kesenangan semata atau membagi pengalaman dengan generasi yang lebih muda, sekaligus bernostalgia.
"Merefleksikan buku harian masa lalu memang bagus untuk melihat perkembangan yang dicapai dalam hidup dan menertawakan momen-momen lucu atau memalukan," tutur Nadeau.
Lukai perasaan orang lain
Maryanne Fisher, dosen psikologi di Universitas St. Mary di Kanada mengatakan sebagian orang mungkin tertawa dan menganggap lucu mendengar pengalaman masa kecil orang lain. Sebagian lain mungkin merasa unggahan tersebut mirip dengan mereka dan apa yang dilakukan bukan perjalanan untuk menjadi lebih matang tapi untuk dibagikan dengan orang lain. Namun, Fisher mengingatkan untuk berhati-hati saat membacakan hal-hal penyebab trauma.
"Saya khawatir membagikan pengalaman traumatis dengan orang tak dikenal yang kemudian memberi komentar bisa melukai perasaan yang lainnya," tuturnya.
Sebelum membacakan keras-keras isi buku harian, pertimbangkan untuk mengetahui pihak-pihak yang mungkin akan terluka dalam prosesnya. Bukan hanya diri Anda sendiri tapi juga orang lain. Mungkin saja ada yang memiliki pengalaman traumatis serupa.
Pilihan Editor: Media Sosial Si Pembunuh Ruang Pribadi