Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Hati-hati jika Anda sering sakit kepala. Segera temui dokter untuk memastikan apa penyebabnya. Apalagi bila rasa sakit tersebut terasa hebat hingga berdenyut-denyut di posisi yang sama. Salah satu yang patut diwaspadai adalah Aneurisma atau kelainan pembuluh darah otak.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sakit kepala berat merupakan salah satu gejala yang bisa dirasakan. Namun tak sedikit pasien yang tidak merasakan gejala sama sekali. “Pasien baru datang ke rumah sakit ketika aneurisme sudah pecah,” kata spesialis saraf dari Rumah Sakit Pondok Indah, Jakarta, Rubiana Nurhayati, dalam diskusi dengan media beberapa waktu lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Aneurisma secara fisik bentuknya seperti balon berisi darah. Kondisi ini terjadi akibat adanya pelebaran dinding pembuluh darah. Semakin membesar, balon tersebut semakin mudah pecah karena tipis.
Rubiana menjelaskan aneurisma terjadi karena kelainan bawaan, faktor genetik, dan gaya hidup seperti kebiasaan merokok dan minum alkohol berlebihan. Yang perlu digarisbawahi adalah Jika Anda perempuan perokok berusia di atas 40 tahun, risiko terkena kelainan ini lebih besar.
Mardjono Tjahjadi, ahli bedah saraf dari rumah sakit yang sama, menuturkan aneurisma lebih banyak dialami perempuan diperkirakan terkait dengan semakin berkurangnya hormon estrogen yang berfungsi sebagi pelindung pembuluh darah.
Berbeda dengan perempuan, laki - laki yang sejak awal terbiasa tak memiliki pelindung pembuluh darah. “Ketika pelindung tersebut berkurang, risiko munculnya aneurisma semakin besar,” katanya. Apalagi jika ditambah dengan riwayat hipertensi, maka faktor risiko aneurisma pecah kian bertambah.
Aneurisma umumnya terjadi di pembuluh arteri. Ukurannya beragam, mulai dari yang sangat kecil (kurang dari 3 milimeter), hingga leboh dari 25 milimeter. Selain di otak, aneurisma juga bisa muncul di arteri jantung, pembuluh dekat batang otak, aorta, dan abdomen. “Satu sampai lima dari seratus orang diperkirakan memiliki aneurisma,” kata Mardjono.
Masalahnya, keberadaan aneurisma ini sering tak disadari lantaran tak selalu diawali dengan gejala tertentu. Bisa dibilang aneurisma adalah silent killer. Lebih dari 90 persen pasien, tidak merasakan gejala apa pun. Hanya 7 persen yang merasakan gejala seperti sakit kepala berulang, rasa berdenyut, gangguan gerak mata, kelopak mata, dan gangguan saraf lain seperti baal.
Mayoritas baru merasakan sakit kepala hebat setelah aneurisma pecah. Ketika kondisi ini terjadi pasien terkadang juga merasakan kaku di leher, silau berlebihan saat melihat cahaya, anggota gerak di salah satu sisi tubuh melemah, hingga koma.
“Yang dikhawatirkan adalah pecahnya aneurisma ini memicu stroke pendarahan,” kata Rubiana. Stroke pendarahan bisa berakibat fatal yakni pasien mengalami kecacatan bahkan kematian.
Rubiana pun mengingatkan bahwa pecahnya aneurisma itu sering terjadi begitu saja tanpa ada gejala, tanpa perlu pemicu seperti terbentur. “Sedang asyik ngobrol tahu-tahu aneurisma pecah, jika lokasinya di batang otak bisa fatal akibatnya,” katanya. Itulah mengapa deteksi dini lewat pemeriksaan MRI dan MRA otak sangat penting.