Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Aktor Dimas Anggara bercerita momen saat ia dan istrinya, Nadine Chandrawinata mempunyai perbedaan pandangan dan cara pengelolaan sampah. Meskipun sama-sama peduli lingkungan, keduanya juga memiliki pendekatan yang berbeda dalam menyuarakan isu tersebut.
Sempat Berbeda Pandangan tentang Plastik
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
“Kita sempat cekcok dulu, ya. Saya pengguna plastik, dia anti-plastik," ujar Dimas Anggara, ditemui di kawasan Pejaten, Jakarta Selatan pada Rabu, 23 Oktober 2024 usai jumpa pers bersama Kumpulin.id, gerakan peduli lingkungan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Bagi aktor kelahiran 1988 itu, plastik memiliki manfaat dalam kehidupan sehari-hari. Namun, ia juga menekankan pentingnya menggunakan plastik secara bijak seperti melakukan daur ulang.
Pendekatan Berbeda Soal Kepedulian Lingkungan
Nadine, yang dikenal sebagai aktivis lingkungan, punya cara tersendiri dalam menyuarakan kepeduliannya. Ia lebih suka melakukan aksi nyata. “Aku turun ke lapangan, ikut volunteer bersihin pantai, atau menanam bakau,” ungkap Puteri Indonesia 2005 itu.
Ia menekankan bahwa setiap orang bisa berkontribusi pada pelestarian lingkungan dengan cara yang berbeda. Bagi ibu dua anak itu, menjaga lingkungan tak harus selalu seragam. Seperti suaminya, dengan ketertarikannya pada seni punya pendekatan berbeda melalui film. Tahun ini, Dimas menyutradarai film berjudul #OOTD: Outfit of the Designer. “Itu tentang fashion, tapi bikin baju-baju designernya itu dari limbah” kata Nadine.
Perbedaan cara itu juga terlihat dalam pemanfaatan sisa makanan. Dimas lebih suka langsung mengolah sisa makanan sebagai pupuk tanaman. Sementara Nadine lebih memilih membuat pupuk kompos. "Jadi aku gali lagi tanamanku lalu aku masukin (sisa makanan) ke dalam situ," ungkap Dimas.
Adapun saat ini keduanya juga terlibat dalam gerakan Kumpulin.id yang mengusung visi mengembangkan ekosistem industri sampah dengan teknologi Triple Tech (Transparency, Traceability, Transactional Proven). Teknologi ini bertujuan untuk mendorong pengelolaan sampah yang lebih terukur dan berdampak ekonomi, sejalan dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs).
Mereka juga berupaya menghubungkan pemulung, pengepul, dan pelaku industri dengan lembaga keuangan. Gerakan ini diharapkan bisa menciptakan nilai ekonomi baru dari pengelolaan sampah, sekaligus menjaga keberlanjutan lingkungan.