Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Surabaya - Tak perlu jauh-jauh ke Singapura atau Paris untuk belanja tas kulit dengan kualitas jempolan. Di Sidoarjo, Jawa Timur, pun ada sentra pembuatannya. Mutunya tak kalah dengan merek-merek internasional sekelas Louis Vuitton dan Celine.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Nama sentra pengolahan kulit ini adalah Desa Keden. Dalam peta administrasi Jawa Timur, desa tersebut masuk dalam wilayah Kecamatan Tanggulangin. Maka itu, turis lebih familiar dengan sebutan Kampung Tanggulangin. Lokasinya tepat di tepi tanggul Lapindo.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ketika Tempo berkunjung ke Tanggulangin, Sabtu pagi, 20 Januari 2018, terlihat hampir semua rumah di perkampungan tersebut memproduksi tas, dompet, dan ikat pinggang.
Menurut Chairul Anam, salah satu perajin, yang juga menjabat sebagai Kepala Pengelola Konveksi Permata, kualitas barang di sini boleh diadu di pasar internasional. "Bahannya terbuat dari kulit sapi dan domba berkualitas. Ada yang kelas satu, ada yang kelas dua," katanya saat ditemui di Kampung Tanggulangin.
Kulit-kulit itu didatangkan dari Magetan dan Surabaya. Selain bahan, keterampilan pembuatnya untuk memproses produk-produk kulit tak perlu diragukan. Tentu ini juga jadi faktor penting yang membikin tas, dompet, dan ikat pinggang punya kualitas layak adu.
Perajinnya sudah terlatih sejak kecil. Ilmu mereka merupakan ilmu warisan dari para orang tua, yang sebelumnya juga menjadi perajin kulit.
Umumnya, produk-produk tersebut langsung dikirim ke luar negeri, seperti Brunei Darussalam atau Malaysia. Atau juga disetor ke toko-toko besar yang terdapat di perkampungan. Bisa pula dititipkan di koperasi desa. Nama koperasi itu INTAKO.
Di INTAKO atau toko-toko penampung hasil produksi warga rumahan, produk olahan kulit ini dijual dengan harga yang bervariasi. Untuk dompet, misalnya, harganya dibanderol mulai Rp 135-400 ribu. Sedangkan tas dihargai Rp 250 ribu sampai Rp 1,6 juta. Sedangkan ikat pinggang berkisar Rp 160 ribu.
Sementara itu, produk-produk yang cacat, tapi masih layak pakai, dijual di rumah masing-masing. Biasanya turis lokal memburu barang reject ini. Harganya jauh lebih murah. Bisa sampai setengahnya. Untuk dompet, misalnya, khusus barang reject, dijual dengan kisaran harga Rp 60 ribuan.
FRANCISCA CHRISTY ROSANA (Sidoarjo)