Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Perjalanan

Berburu Cacing Laut pada Puncak Festival Bau Nyale 2020

Puncak Festival Bau Nyale 2020 ditandai dengan perburuan cacing laut atau nyale. Cacing laut itu diyakini sebagai perwujudan legenda Putri Mandalika.

16 Februari 2020 | 19.10 WIB

Warga dan wisatawan berburu cacing laut atau nyale, pada Sabtu dini hari (15/2) di Pantai Tanjung Aan. Dok. Kemenparekraf
Perbesar
Warga dan wisatawan berburu cacing laut atau nyale, pada Sabtu dini hari (15/2) di Pantai Tanjung Aan. Dok. Kemenparekraf

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Lombok Tengah - Fajar masih belum tampak di ufuk timur, saat ribuan pemburu telah bersiap di bibir Pantai Tanjung Aan, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, Sabtu (15/2) dini hari.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Mereka adalah masyarakat bersama wisatawan yang berburu nyale, cacing warna-warni yang konon disebut sebagai perwujudan rambut dari Putri Mandalika yang cantik nan anggun. 

Kegiatan berburu cacing laut itu, merupakan puncak dari rangkaian Festival Pesona Bau Nyale 2020 yang digelar sejak 8 Februari. Sebuah festival yang mengemas salah satu budaya warga Sasak di Lombok, sebagai daya tarik wisatawan. 
 
Festival yang biasanya berlangsung di Pantai Seger dipindah ke Pantai Tanjung Aan. Pasalnya, Pantai Seger sedang dalam tahap pembangunan sirkuit MotoGP. Meskipun demikian, nyale atau cacing laut, ternyata dijumpai di Pantai Tanjung Aan, tepat saat puncak Festival Pesona Bau Nyale 2020.
 
Dahulu, menurut cerita rakyat, ada seorang putri cantik yang bernama Mandalika. Kabar kecantikan putri ini tersebar ke seluruh pelosok pulau, sehingga banyak pangeran yang jatuh cinta dan ingin menikahi sang putri.
 
Tak menginginkan terjadinya perang atau konflik karena diperebutkan oleh banyak pangeran, Mandalika memilih untuk terjun ke laut. Sebelum terjun ke Laut, ia sempat mengucapkan janji untuk mengunjungi rakyatnya dalam rupa/wujud nyale
 
Senter warga dan wisatawan yang berburu cacing laut atau nyale berpendaran di Pantai Tanjung Aan. Dok. Kemenparekraf
 
Cacing laut tersebut hanya muncul satu tahun sekali dan dipercaya sebagai wujud kunjungan Putri Mandalika untuk masyarakatnya. Dan dipercaya sebagai berkah bagi masyarakat setempat, juga berkhasiat menyembuhkan penyakit.
 
Legenda itu tertanam dalam hati warga Sasak. Walhasil, mereka bersuka ria berburu cacing laut meskipun dalam dingin udara laut. 
 
Sejak pukul 03.00 WITA warga dan wisatawan sudah berkumpul di Pantai Seger, yang juga dikenal sebagai salah satu destinasi selancar terbaik di Lombok. Para pemburu nyale datang dari berbagai kalangan dan usia. Mulai dari anak-anak hingga dewasa, laki-laki maupun perempuan. Tak ada batasan.
 
Tak peduli dengan dinginnya air laut, ribuan pemburu itu menceburkan diri ke pantai berkarang. Teriakan para pemburu beradu kencang dengan deburan ombak Pantai Seger. Dengan lampu penerangan yang dipasang di kening atau senter di tangan, para pemburu dengan sigap mencari Nyale. 
 
Jika dilihat dari atas bukit di samping Pantai Seger, pemandangannya berbeda lagi. Cahaya penerangan mereka berpendar-pendar, berpadu dengan cahaya rembulan. 
 
Proses menangkap nyale dilakukan dengan menggunakan jaring yang diikat pada kayu berbentuk huruf ‘U’. Nyale yang bermunculan dari dalam karang itu kemudian diserok dengan jaring tersebut. Dibutuhkan kesabaran agar tangkapan nyale banyak. Mengingat cacing ini cukup lincah dan licin. 
 
“Saya dapat nyale lumayan banyak, ini akan saya konsumsi bersama keluarga, setahun sekali,” tutur Agus yang datang dari Kota Mataram, sambil menunjukkan hasil tangkapannya yang berisi Nyale hampir setengah ember. Namun, lanjut Agus, nyale yang dia dapat kali ini tak sebanyak tahun-tahun sebelumnya. 
 
Wujud nyale sendiri begitu unik, berwarna-warni. Nyale juga mengandung protein yang tinggi sehingga sangat layak untuk dikonsumsi. Tak heran jika setelah menangkap, ada warga yang langsung memakannya. Tapi ada juga yang dibawa pulang dan dimasak untuk dimakan bersama keluarga. 
 
Biasanya masyarakat memasaknya dengan cara dipepes dengan bungkus daun pisang. Kegiatan berburu Nyale baru usai setelah matahari terbit.
 
Ribuan warga dan wisatawan mengakhiri perburuan cacing laut saat matahari terbit. Cacing lat pun berangsur-angsur menghilang. Dok. Kemenparekraf 
 
Staf Ahli Menteri Bidang Reformasi Birokrasi dan Regulasi Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Ari Juliano Gema saat mengikuti prosesi Bau Nyale mengatakan, perburua nyale menjadi budaya dan atraksi yang unik. Kegiatan itu menjadi daya tarik sendiri bagi wisatawan untuk datang ke Nusa Tenggara Barat.
 
“Festival Bau Nyale jadi cara efektif mempromosikan keindahan atraksi dan budaya di NTB. Sehingga mampu menjadi daya tarik bagi wisatawan untuk datang serta membantu menggerakan perekonomian masyarakat lokal,” kata Ari Juliano.
 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus