Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

hiburan

Bhutan Bangun Gelephu Mindfulness City, Turis Bisa Meditasi dan Wisata Alam Minim Polusi

GMC Bhutan diproyeksikan jadi destinasi wisata berbasis mindfulness yang mengajak turis menikmati alam minim polusi, berolahraga, serta bermeditasi.

12 November 2024 | 14.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Bhutan, kerajaan kecil di Himalaya yang dikenal dengan konsep Kebahagiaan Nasional Bruto (Gross National Happiness), mulau mewujudkan ambisinya membangun "kota kesadaran penuh" Gelephu atau Gelephu Mindfulness City (GMC). Proyek ini bertujuan menarik investasi asing dan menciptakan lebih banyak lapangan pekerjaan di negara mayoritas Buddha tersebut. GMC juga diproyeksikan menjadi destinasi wisata berbasis mindfulness yang mengajak turis menikmati alam minim polusi, berolahraga, serta bermeditasi di ruang hijau yang disediakan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

GMC akan dibangun di wilayah administratif khusus yang memiliki peraturan dan undang-undang tersendiri, menjadi semacam koridor ekonomi yang menghubungkan Asia Selatan dengan Asia Tenggara. Pejabat GMC menjelaskan bahwa kota ini akan memprioritaskan transportasi ramah lingkungan seperti jalan kaki dan bersepeda untuk mengurangi emisi karbon. Selain itu, kota ini juga menyediakan fasilitas-fasilitas publik untuk mendukung gaya hidup mindfulness, seperti ruang terbuka hijau yang luas, pendidikan berbasis kesadaran, pusat kesehatan, dan kebugaran, serta aktivitas komunitas yang mempromosikan relaksasi dan kesehatan mental.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

GMC akan dibangun di atas lahan seluas 2.500 kilometer persegi di perbatasan dengan India, negara tetangga yang juga merupakan mitra ekonomi terbesar Bhutan. Di kawasan ini, pemerintah Bhutan menawarkan ruang bagi perusahaan-perusahaan di berbagai sektor, termasuk keuangan, energi hijau, teknologi, kesehatan, pariwisata, dan spiritualitas. Untuk memuat proyek ini, Bhutan meluncurkan obligasi sebesar US$100 juta atau hampir Rp1,6 triliun, yang dibuka bagi warga negara Bhutan nonresiden hingga 17 Desember. Dana tersebut akan dialokasikan untuk pembangunan infrastruktur awal, termasuk energi hijau dan konektivitas jaringan.

Mendefinisikan Perekonomian Bhutan

Gubernur GMC yang juga mantan Perdana Menteri Bhutan, Lotay Tshering, menyatakan bahwa proyek ini merupakan upaya untuk mendefinisikan ulang perekonomian Bhutan. “Proyek ambisius ini akan membuka jalan bagi Bhutan yang lebih sejahtera dan tangguh,” ujar Tshering.

Pemerintah berharap GMC dapat menarik investasi besar, mengembangkan keahlian baru, dan mengatasi tantangan ketenagakerjaan di Bhutan, terutama di kalangan pemuda. Pada 2022, tingkat kemiskinan pemuda di negara ini mencapai hampir 30 persen, memicu banyak dari mereka mencari pekerjaan di luar negeri, terutama di Australia.

Proyek yang diperkirakan rampung dalam 21 tahun ini dirancang atas gagasan Raja Jigme Khesar Namgyal Wangchuck. Pada fase awal, sekitar 150.000 orang diperkirakan akan menetap di GMC dalam 7 hingga 10 tahun pertama, dan jumlah penduduk yang diproyeksikan melebihi satu juta setelah proyek selesai. GMC tidak hanya berorientasi pada ekonomi tetapi juga menonjolkan nilai-nilai spiritual Buddha dan warisan budaya Bhutan, yang mengutamakan kesejahteraan serta kebahagiaan melalui mindfulness atau perhatian penuh.

Konsep Mindfulness

Pejabat senior GMC, Rabsel Dorji, mengatakan, bahwa konsep mindfulness menjadi dasar utama proyek ini. Menurutnya, kota ini akan sejalan dengan etos dan identitas budaya bangsa Bhutan. GMC menitikberatkan pembangunan yang berkelanjutan dengan menggabungkan arsitektur ramah lingkungan, yang juga mendukung status Bhutan sebagai negara pertama di dunia dengan emisi karbon negatif, atau negara yang mampu menyerap lebih banyak karbon daripada yang dihasilkannya.

Dalam hal infrastruktur, India berkomitmen membantu memperluas jaringan jalan dan rel kereta api hingga ke perbatasan Bhutan untuk meningkatkan akses ke GMC. Meski demikian, tantangan logistik tetap ada. Ahli perencanaan kota dari Nepal, Surya Raj Acharya, menyatakan, bahwa konektivitas menjadi faktor penting bagi Bhutan yang terkurung daratan. “Membangun kota sebagai pusat produksi yang kompetitif sangat bergantung pada konektivitas global,” seraya menambahkan bahwa akses ke pelabuhan juga akan tergantung pada infrastruktur India.

Dengan visi mindfulness dan fokus pada pembangunan berkelanjutan, GMC tidak hanya bertujuan mengubah ekosistem ekonomi Bhutan tetapi juga memperkuat posisinya sebagai negara yang peduli pada kesejahteraan emosional, lingkungan, dan budaya. Melalui proyek ini, Bhutan berharap dapat menyambut wisatawan, investor, serta warga baru yang ingin merasakan pengalaman hidup yang lebih tenang dan penuh perhatian di tengah alam yang meminimalkan polusi.

PUTRI ANI | REUTERS | JAPAN TIMES

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus