Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Banjir menerjang Kota Manado, Sulawesi Utara, pada Jumat 22 Januari 2021. Badan Penanggulangan Bencana Daerah atau BPBD Kota Manado menyatakan banjir melanda delapan kecamatan, mengakibatkan tiga orang meninggal, dan satu orang hilang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Banjir Manado dipicu hujan deras yang mengakibatkan air sungai Sawangan dan Tondano meluap. Rumah penduduk terendam dan beberapa titik longsor. Tinggi genangan banjir sekitar 50 hingga 400 centimeter. Bencana alam terjadi di Kota Manado sejak dua pekan terakhir.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Pada Minggu, 17 Januari 2021, ombak besar menghantam pesisir pantai Kota Manado. Banjir rob terjadi di kawasan bisnis Megamas dan Manado Town Square, Sulawesi Utara. Pada saat bersamaan, banjir dan tanah longsor di Kota Manado mengakibatkan enam orang meninggal dan 500 orang mengungsi.
Empat hari berselang, gempa berkekuatan 7,1 Magnitudo terjadi di 134 kilometer timur laut Melonguane, Kepulauan Talaud, Sulawesi Utara. Getaran gempa itu terasa sampai Manado dan Ternate.
Arkeolog yang juga warga Bitung, Sulawesi Utara, Hari Suroto mengatakan, Kota Manado termasuk daerah rawan bencana. Secara geologi, Kota Manado terletak di pertemuan lempeng Australia dan lempeng Pasifik. "Posisi yang langsung berhadapan dengan Samudera Pasifik, menjadikannya juga rawan gelombang tsunami," kata Hari Suroto kepada Tempo, Sabtu 23 Januari 2021.
Hari Suroto menjelaskan, pada 1844 terjadi gempa dahsyat di Kota Manado yang mengakibatkan daerah itu rata dengan tanah. Setelah gempa, pemerintah Belanda mendesain ulang Kota manado dari awal. Belanda mendesain rumah-rumah di Kota Manado dengan gaya Indis, yakni perpaduan Eropa dan tropis.
Bangunan Indis memiliki halaman luas, dengan banyak pohon di halaman. Gaya bangunan Indis diterapkan pada perkantoran, gereja, sekolah, rumah orang Belanda, dan fasilitas publik lainnya.
Adapun penduduk lokal tinggal di rumah dengan desain tradisional panggung. "Empat belas tahun kemudian, ilmuwan Inggris Alfred Russel Wallace berkunjung ke Kota Manado dan mendeskripsikannya sebagai 'salah satu yang tercantik di Timur'," kata Hari Suroto.
Untuk mencegah banjir dan rob, Hari Suroto menyarankan pemerintah melakukan penghijauan dan penataan ulang di perbukitan sekitar Kota Manado yang kini berubah fungsi sebagai permukiman.
Banjir rob yang setiap tahun menerjang kawasan Megamas Manado dapat diantisipasi dengan penghijauan dan penanaman kembali mangrove. Mangrove dapat melindungi garis pantai. Akar mangrove juga sangat kuat sampai mampu meredam gelombang besar, termasuk tsunami.