Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Seleb

Dancing in the Rain, Film Christine Hakim tentang Autisme

Christine Hakim mengaku film Dancing in the Rain telah mengubah total cara pandangnya terhadap anak-anak berkebutuhan khusus.

19 Oktober 2018 | 17.00 WIB

Christine Hakim. TEMPO/Dhemas Reviyanto
Perbesar
Christine Hakim. TEMPO/Dhemas Reviyanto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Yogyakarta - Christine Hakim mengaku film Dancing in the Rain telah mengubah total cara pandangnya terhadap anak-anak berkebutuhan khusus.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Dalam film produksi Screenplay Films dan Legacy Pictures itu Christine memerankan sosok Eyang yang seorang diri merawat anak berkebutuhan khusus bernama Banyu yang diperankan aktor Dimas Anggara.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Saya akui dulu merasa khawatir ketika dekat dengan anak berkebutuhan khusus, karena range perilakunya luas, kalau kondisi (autismenya) berat ekspresi yang keluar lewat tindakan fisik, cenderung dekat ke arah violence," kata Christine Hakim di Yogyakarta Kamis 18 Oktober 2018.

Christine pun mengaku saat dekat dengan anak berkebutuhan khusus ini rambutnya sempat dijambak dengan sangat keras. Misalnya ketika ia mendokumentasikan interaksinya dengan anak berkebutuhan khusus lewat kamera hanya karena anak itu merasa tidak nyaman.Film Dancing in the Rain. YouTube

"Tapi setelah bermain di film ini saya sama sekali menjadi tidak takut dengan mereka," ujar Christine yang juga membuat film dokumenter tentang dunia anak autis tersebut.

Sebaliknya, Christine kini merasa percaya kekuatan kasih sayang pada anak berkebutuhan khusus ini yang membuat mereka nyaman dengan sekitarnya.

"Kalau anak berkebutuhan khusus ini bisa merasakan orang di depannya atau sekitarnya itu menyayangi dia, perilakunya jadi lain, reaksinya tidak akan agresif," ujarnya.

Memahami anak atau orang autis, ujar Christine harus terjadi dari orang yang normal kepada mereka yang memiliki kondisi itu. Bukan sebaliknya, yang autis dituntut memahami yang normal.

"Harus dimulai dari kita dulu, bukan dari mereka (yang autis), karena mereka yang mengalami masalah komunikasi," ujarnya.

Christine menuturkan salah satu misi yang dibawa lewat film Dancing in the Rain ini yakni meningkatnya kesadaran publik luas pada anak autis.

Dari informasi yang dimiliki Christine, jumlah anak penyandang autisme di Indonesia semakin tinggi dari tahun ke tahun. Di Indonesia, bahkan ada lebih dari 5000 anak penyandang autisme.Christine Hakim bersama pemain Dancing In The Rain, Dimas Anggara dan Gilang Olivier. (Tempo/Pribadi Wicaksono)

"Saya meyakini dunia medis yang menyebut autis bukanlah penyakit, namun sampai sekarang juga belum diketahui penyebab pastinya," ujarnya.

Christine mengakui banyak mendalami dunia autisme termasuk menggali informasi tokoh sebesar Einstein pun ternyata seorang autis. Christine mengaku banyak berdiskusi tentang autisme dengan sejumlah dokter syaraf.

Dari diskusi itu, Christine sedikit banyak memahami faktor yang mendorong lahirnya anak autis. Misalnya usia pertumbuhan janin dalam kandungan dalam rentang usia 8 minggu jadi penentu pembentukan organ. Apakah cukup asupan gizi, psikologis ibu hamil dan beberapa faktor lain.

Baca: Dancing in the Rain Membuat Christine Hakim Kagumi Dimas Anggara

"Lewat film ini saya berharap tak ada lagi penyangkalan terhadap anak berkebutuhan khusus ini, khususnya dari orang tua mereka sendiri," kata Christine Hakim.

 

Nunuy Nurhayati

Nunuy Nurhayati

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus