Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Perjalanan

Destinasi Wisata Sejarah Peninggalan Portugis dan Belanda di Ambon

Di Ambon, terdapat berbagai wisata sejarah, seperti museum dan bangunan peninggalan kolonial yang menarik hati juga memancing rasa ingin tahu.

14 November 2023 | 09.30 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Benteng Victoria di Ambon. Foto : Kemendikbud

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Menjelajahi warisan sejarah Ambon akan menjadi pengalaman yang tak terlupakan bagi Anda yang mencari wawasan dan kekayaan budaya Nusantara. Sebagai salah satu kota terbesar di Maluku, Ambon menyimpan sejumlah tempat wisata sejarah yang kaya dan unik. Di kota ini, Anda dapat menemukan berbagai situs bersejarah, museum, dan bangunan peninggalan kolonial yang tidak hanya menarik hati tetapi juga memancing rasa ingin tahu.

Destinasi Wisata Sejarah di Ambon

1. Benteng Amsterdam

Dilansir dari ambon.go.id, bangunan utama Benteng Amsterdam pertama kali dibangun oleh Portugis di bawah kepemimpinan Fransisco Serrao pada tahun 1512, awalnya sebagai Loji perdagangan. Setelah Belanda menguasai pulau Ambon pada tahun 1605, mereka merebut bangunan Loji tersebut dan mengubahnya menjadi kubu pertahanan. 

Pada abad ke-17, VOC (Vereenigde Oost Indische Compagnie) Belanda memperoleh kontrol penuh di Indonesia, terutama di Maluku. Loji awalnya diubah menjadi benteng pertahanan setelah pertempuran antara Belanda dan Kerajaan Hitu yang dipimpin oleh Kapitan Kakialy pada tahun 1633-1654.

Gubernur Jenderal Belanda, Jaan Ottens, pada tahun 1637, memperbesar benteng ini setelah sebelumnya diubah menjadi kubu pertahanan oleh Gubernur Jenderal Gerrad Demmer pada tahun 1642. Pembangunan berlanjut dengan Gubernur Jenderal Anthony Caan pada tahun 1649 dan akhirnya diselesaikan oleh Arnold De Vlaming Van Ouds Hoorn, tokoh kontroversial di mata orang Ambon dan Lease, pada tahun 1649-1656, dinamai Benteng Amsterdam.

Konstruksi benteng ini mirip dengan bangunan rumah, oleh Belanda disebut Blok Huis. Terdiri dari 3 lantai dengan lantai pertama berbahan merah bata, lantai dua dan tiga berlantai kayu besi. Pada ujung bangunan, terdapat sebuah menara pengintai. Fungsinya adalah lantai satu sebagai tempat tidur serdadu, lantai dua untuk pertemuan perwira, dan lantai tiga sebagai pos pemantau.

Bangsa Belanda meninggalkan Benteng Amsterdam pada awal abad ke-20 dalam kondisi rusak dan ditumbuhi pohon beringin besar. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Kantor Wilayah Propinsi Maluku melakukan restorasi dari Juli 1991 hingga Maret 1994, mengacu pada gambar dalam buku "Beschreiving van Amboinan" karya Francois Valantyn tahun 1772.

Seorang naturalis dan ahli sejarah Jerman, G.E. Rumphius (1627-1702), tinggal di benteng ini. Dia menulis buku tentang flora dan fauna di pulau Ambon, termasuk penemuan anggrek khas Ambon yang dinamakan dari nama istrinya, Floss Susana. Rumphius juga mencatat gempa dan tsunami di Maluku dalam bukunya "Waerachtigh Verhael Van de Schrickelijck Aerdbevinge".

Benteng Amsterdam terletak di Kecamatan Hila, 42 km dari pusat Kota Ambon, dapat diakses dengan mobil dalam waktu sekitar satu jam dari Ambon.

2. Benteng Victoria

Benteng Victoria, sebuah situs bersejarah yang terletak di pusat kota Ambon, memiliki asal-usul yang mencakup masa pemerintahan Portugis pada 1575, yang kemudian diambil alih oleh Belanda. Sebagai benteng tertua di Ambon, peranannya diubah oleh Belanda menjadi pusat administrasi kolonial, dengan fokus utama pada eksploitasi kekayaan alam Maluku, terutama rempah-rempah yang melimpah.

Pada masa pemerintahan Belanda, Benteng Victoria menjadi pusat administrasi kolonial yang strategis, memanfaatkan pelabuhan di depannya sebagai jalur perhubungan laut antarpulau. Melalui pelabuhan ini, Belanda mengirimkan hasil rempah-rempah ke berbagai negara di Eropa. Di sekitar benteng, terdapat pasar yang menjadi tempat berkumpulnya para pedagang pribumi. Selain itu, benteng ini berfungsi sebagai tempat pertahanan dari potensi serangan dan perlawanan masyarakat pribumi. Pada 6 Desember 1817, Pattimura, pahlawan nasional, dihukum mati tepat di depan benteng ini.

Benteng Victoria juga memiliki daya tarik khusus dengan sisa-sisa meriam raksasa di dalamnya, patung berukir kayu, peta perkembangan kota Ambon dari abad XVII hingga abad IX, dan koleksi lukisan para administratur Belanda di Maluku. Dengan mengamati artefak ini, pengunjung dapat menyelami sejarah kelahiran dan perkembangan kota Ambon.

Boulevard Victoria, jalan di depan benteng, menghubungkan langsung ke Pantai Honipopu. Dari benteng, pengunjung dapat menikmati pemandangan Teluk Ambon yang indah, terutama saat senja. Akses menuju Benteng Victoria dapat ditempuh dengan berjalan kaki sejauh 300 meter dari Terminal Mardika, pusat transportasi umum di pusat kota Ambon.

3. Museum Siwalima

Museum Siwalima, terletak di Taman Makmur, Desa Amahusu, Kecamatan Nusaniwe, Kota Ambon, Provinsi Maluku, berdiri sejak 8 November 1973, dan diresmikan pada 26 Maret 1977. Meskipun menggambarkan peninggalan sejarah, bangunan museum ini menarik perhatian karena posisinya yang tinggi menghadap Teluk Ambon, memancarkan keeksotisan yang memukau.

Kata "Siwalima" berasal dari dua kata, diambil dari sejarah kerajaan di Maluku. "Siwa" yang berarti sembilan merujuk pada Ulisiwa, gabungan sembilan kerajaan di selatan Maluku. Sementara "Lima" yang berarti lima diambil dari Patalima, kumpulan lima kerajaan di utara Maluku.

Pintu masuk museum memiliki tulisan "Usu Mae Upu" yang berarti "Mari Silahkan Masuk". Museum awalnya menampung koleksi budaya dan adat istiadat Maluku, namun berkembang seiring waktu. Museum Siwalima kemudian dibagi menjadi dua bangunan:

1. Bangunan I: Museum Kelautan Siwalima

Tempat ini menyimpan sejarah kelautan masyarakat Ambon, termasuk benda-benda dan binatang laut seperti kerangka ikan paus dengan panjang 9 m, 17 m, dan 19 m, serta berbagai artefak kehidupan laut Maluku.

2. Bangunan II: Museum Budaya Siwalima

Tempat ini menampilkan segala hal terkait budaya Maluku, termasuk bangunan asli Maluku, pakaian adat, alat-alat pertanian, senjata, perlengkapan upacara adat, uang lama, dan berbagai guci dari masa penjajahan Jepang.

Semua benda di Museum Siwalima terawat dengan baik, dan petugas siap memberikan penjelasan rinci kepada pengunjung. Museum ini juga menawarkan pengalaman tambahan, seperti pertunjukan musik lokal, tarian, dan demonstrasi pembuatan kain tenun. Pengunjung yang suka fotografi juga dapat mengabadikan momen di dalam museum.

Akses ke Museum Siwalima sangat mudah, hanya berjarak sekitar 5 km dari pusat Kota Ambon, dapat diakses dengan kendaraan pribadi atau umum menuju Taman Makmur.

Pilihan Editor: 3 Destinasi Wisata Sejarah di Kota Bukittinggi

 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus