Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Masjid tidak terbatas untuk tempat beribadah. Dalam sejarah Islam, masjid juga berfungsi sebagai pusat peradaban, perekonomian, persinggahan musafir, bahkan balai pertemuan lintas agama. Karena itu, masjid harus bersifat inklusif, ramah dan mudah diakses semua orang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ketua Pimpinan Pusat Dewan Masjid Indonesia (DMI), Maria Ulfah Anshor, mengatakan bahwa masjid inklusif memiliki beberapa prinsip, antara lain tidak membedakan suku, ras, agama, jenis kelamin, paham politik, bahkan kondisi fisik atau kondisi sosial. “Orang yang menggunakan kursi roda, misalnya, diberikan ruang khusus untuk kursi roda; orang yang tunarungu diberikan akses supaya bisa mendengar ceramah khatib dengan baik; begitu juga dengan tunanetra difasilitasi Al-Quran atau literatur dengan huruf Braille,” kata dia dalam diskusi dengan Tempo, Februari 2025
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Selain itu, masjid inklusif juga menjamin pemenuhan hak seseorang untuk kelangsungan hidupnya selama ia ada lingkungan masjid. Masjid juga dapat digunakan untuk pengambilan kebijakan yang melibatkan partisipasi publik.
Namun, masjid inklusif di Indonesia belum banyak jumlahnya. Menurut data Sistem Informasi Masjid (Simas) Kementerian Agama, terdapat 690.510 masjid dan mushala di Tanah Air. Pada awal 2024, Kementerian Agama mencatat hanya 19.169 atau sekitar tiga persen masjid di Indonesia yang tergolong ramah anak dan difabel. Masjid-masjid itu antara lain memiliki satu atau lebih fasilitas seperti tempat bermain anak, pojok baca anak, ruang laktasi, toilet dan tempat wudhu disabilitas, kursi roda dan jalurnya, jalur khusus tuna netra, serta Al-Quran dan bacaan Braille. Namun, tahun ini diperkirakan jumlah masjid yang ramah tumbuh pesat, termasuk ramah dhuafa, musafir, dan ramah keberagaman.
Laporan Khusus Masjid Inklusif Tempo
Mingguan Tempo akan mengeluarkan laporan khusus tentang masjid inklusif di Indonesia pada edisi Lebaran, 30 Maret 2025. Tempo akan mengulas tujuh contoh masjid inklusif yang bisa memberi inspirasi bagi masyarakat.
Mayoritas dari masjid itu sudah ramah musafir dengan menyediakan kamar menginap; ramah dhuafa dengan menyajikan makanan gratis serta bantuan sosial lainnya. Inklusivitas tersebut antara lain tergambar di Masjid Al Falah di Sragen, Masjid Jogokariyan di Yogyakarta, Masjid Baitul Mukhlisin di Ponorogo, Masjid Pemuda Indonesia di Surabaya, dan Masjid Hidayatullah di Atambua, Nusa Tenggara Timur.
Ada pula masjid yang sudah menyediakan fasilitas dan layanan serupa, tetapi memiliki keistimewaan dalam keramahan pada pemeluk agama lain, seperti Masjid Nurul Huda di Kabupaten Jayapura, Papua. Layanan sosial masjid ini, seperti jasa ambulans, tak hanya bisa digunakan oleh jemaahnya, juga oleh masyarakat sekitar yang tidak beragama Islam.
Masjid-masjid tersebut umumnya sudah ramah difabel karena memiliki beberapa fasilitas seperti jalur ramp, kursi roda, dan kamar mandi khusus. Namun, Tempo secara khusus menyorot Masjid El Syifa di Ciganjur, Jakarta, yang memiliki fasilitas istimewa untuk difabel.
Laporan khusus masjid inklusif mingguan Tempo terbit pada 30 Maret yang bisa diakses di edisi cetak maupun daring di tempo.co.