Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Kota Pontianak merupakan ibukota dari Provinsi Kalimantan Barat, yang dalam sejarahnya, kota ini dikenal dengan nama Pinyin (Kundian) oleh etnis Tionghoa. Dilansir melalui rri.co.id, kota ini didirikan oleh Syarif Abdurrahman pada 23 Oktober 1771 yang ditandai dengan pembukaan hutan di pertigaan Sungai Landak, Kapuas Kecil, dan Kapuas Besar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Dalam geografisnya, kota ini dilalui oleh dua sungai besar, yaitu Sungai Kapuas dan Sungai Landak. Terlihat dari kedua sungai ini sebagai lambang dari Kota Pontianak. Selain kedua sungai ini, kota ini juga dikenal dengan Kota Khatulistiwa.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Pada tahun 1192, Syarif dinobatkan sebagai Sultan Pontianak Pertama dengan letak pusat pemerintahan ditandai dengan Mesjid Raua Sultan Abdurrahman dan Istana Kadriyah. Sekarang ini terletak di Kelurahan Dalam Bugis, Kecamatan Pontianak Timur.
Dalam tulisan sejarah oleh V. J. Verth, menjelaskan bahwa Belanda masuk ke Pontianak pada tahun 1194 dari Batavia. Yang membuat putra ulama Syarif Hussein, yaitu Syarif Abdurraman meninggalkan kerajaannya dan merantau ke Banjarmasin. Kemudian, disana ia menikahi adik Sultan Banjar dan menjabat sebagai pangeran. Kemampuan berdagang yang dimilikinya, ia mampu mengumpulkan modal dan mempersenjatai kapal pelancang dan kapal miliknya untuk melawan Belanda.
Bukan hanya itu, dia dibantu oleh Sultan Pasir akhirnya berhasil membajak kapal milik Belanda di Bangka, kemudian diikuti oleh Kapal Inggris dan Perancis di Pelabuhan pasir. Setelah berhasil, Syarif mendirikan pemukiman di Sungai Kapuas. Yang kemudian mempertemukannya dengan cabang sungai Landak dan mengembangkannya menjadi pusat perdagangan. Selanjutnya, tempat ini dikenal dengan nama Pontianak.
Dilansir melalui pontianak.go.id, bentuk dari lambang daerah ini adalah bulatan kubah yang bertumpu pada tulisan Kota Pontianak. Yang artinya, kota ini didirikan dan ditandai dengan masjid sebagai lambang Keagungan Tuhan Yang Maha Esa.
Pada 5 Juni 1779, Belanda membuat perjanjian dengan Sultan Pontianak tentang penduduk Tanah Seribu, tak jauh dari Kota Pontianak yang tempat kegiatan orang Belanda. Kemudian tempat ini menjadi tempat Kepala Daerah Keresidenan Borneo.
PONTIANAK.GO.ID | RRI
Pilihan editor: 5 Kuliner Khas Kota Pontianak Wajib Dijajal atau Sebagai Oleh-oleh