Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Magelang - Gerak rampak tari dengan iringan musik bertalu-talu memecah keheningan di kaki Gunung Merbabu. Rias wajah penarinya tegas, perawakannya tegap bak prajurit yang siap berperang. Masyarakat menyebut tarian itu Soreng, kesenian yang melambangkan keprajuritan Jipang Panulang Haryo Penangsang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam geraknya para penari penuh ekspresi dan energi sebagai petarung masyarakat gunung dalam menghadapi tantangan alam.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tari Soreng menurut sejarahnya pertama kali diciptakan oleh masyarakat Desa Warangan, Kecamatan Pakis, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, yang terletak di lereng Gunung Merbabu.
Pegiat soreng, Slamet Santosa (47) menuturkan, gerak pada soreng menceritakan konflik dan peperangan antara Kadipaten Jipang Panolan dan Kesultanan Pajang.
"Tarian Soreng diciptakan dengan mengangkat kisah yang tertulis pada Babad Tanah Djawi tentang prajurit Kadipaten Jipang Panolan pimpinan Adipati Arya Penangsang yang melawan Sultan Hadiwijaya," tuturnya.
Secara rinci, pertempuran Arya Penangsang dan Sultan Hadiwijaya yang digambarkan pada tarian Soreng yang memperebutkan takhta.
Slamet menuturkan, pada Babad Tanah Jawi tertulis bahwa Aryo Penangsang merupakan adipati di Kadipaten Jipang Panolan, Jawa Tengah, yang memiliki watak adigang adigung adiguna dan pendendam.
Dendam Aryo Penangsang berkobar ketika ayahnya, Raden Kikin, tewas di tangan Sunan Prawata dalam sebuah peperangan yang memperebutkan takhta Demak untuk menggantikan Sultan Trenggana.
"Namun dalam pergantian takhta tersebut, Sunan Prawata akhirnya dinobatkan sebagai Sultan Demak," jelas Slamet saat dihubungi Tempo, Senin 10 Juli 2023.
Atas dasar tersebut, menurut Slamet, Arya Penangsang ingin merebut takhta Demak dari Sunan Prawata untuk mengembalikan haknya.
Dengan demikian, keinginan itu bukan muncul begitu saja, tetapi juga untuk membalas dendam atas kematian ayahnya.
Guna menuntaskan dendamnya, Arya Penangsang mengutus pembunuh bayaran untuk menghabisi nyawa Sunan Prawata. Ia berharap setelah Sunan Prawata meninggal tahta jatuh ke tangannya.
Arya Penangsang pun berusaha menyusun kekuatan prajuritnya dan berlatih keras setiap hari di alun-alun untuk mempersiapkan peperangan.
Prajurit tersebutlah yang dikemudian hari dikenal dengan Soreng atau pasukan dari Arya Penangsang. Puncaknya, pada suatu hari, saat latihan perang sedang berlangsung, tiba-tiba datanglah seorang pekatik (pencari rumput untuk kuda) kadipaten yang diperung (dipotong daun telinganya) dan diikatkan surat tantangan pada telinga yang sebelah.
Kejadian tersebut sontak memicu amarah Arya Penangsang hingga mengobarkan peperangan.
Pakaian dan waktu penampilan
Penasihat Kesenian Tari Soreng, Taryono (65), mengatakan kostum atau busana yang dikenakan para pemain Soreng cukup unik.
"Pakaian yang digunakan penari soreng menggunakan jarik bermotif parang berwarna putih dengan ikat kepala, celana panjen, stagen, sabuk cinde, dan kalung kaje," tuturnya.
Sedangkan untuk rias, para pemain Soreng akan merias sendiri wajahnya dengan karakter tegas dan rona wajah merah. Namun tiap tata rias yang dipilih harus sesuai dengan karakter dan sifat tokoh yang akan dimainkan.
“Ada soreng patih, soreng rono, dan soreng rangkut. Masing-masing soreng punya fungsinya sendiri. Jadi yang membedakan hanya kostum dan ikat kepala,” jelas Taryono.
Menurut Taryono, tanggapan (permintaan pentas) Soreng bisa beragam dari warga biasa hingga instansi pemerintah.
Pementasan biasa dilakukan pada saat sadranan (upacara menghormati keluarga yang telah meninggal), merti dusun (bersih desa/selamatan desa/sedekah bumi), upacara pernikahan, sunatan, acara di instansi pemerintah, dan festival kebudayaan.
Untuk biaya pementasan, Taryono mengatakan, tidak ada patokan khusus, namun diminta untuk mengganti operasional, antara Rp2 juta sampai Rp3 juta. Sedangkan untuk instansi pemerintah Rp5 juta-Rp10 juta termasuk transportasi dan konsumsi.
MARIA ARIMBI HARYAS PRABAWANTI
Pilihan Editor: Tari Sluku-Sluku Bathok Dibawakan Belasan Ribu Orang di Magelang, Pecahkan Rekor Muri