Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Perjalanan

Menelisik Pengaruh Kesultan Ternate-Tidore di Raja Ampat

Pesona laut Raja Ampat memikat hingga mancanegara. Sisi budaya kawasan tersebut tak kalah eloknya, dengan pengaruh dari Maluku Utara.

20 Juni 2020 | 11.43 WIB

Pemandagan gugusan bukit kars Pianemo, Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat, 19 November 2016. Dari pelabuhan Waisai yang merupakan pusat Administrasi Kabupaten Raja Ampat, perjalanan ke Pianemo bisa ditempuh sekitar 23 jam tergantung keadaan cuaca dengan speedboat atau kapal. TEMPO/Hariandi Hafid
Perbesar
Pemandagan gugusan bukit kars Pianemo, Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat, 19 November 2016. Dari pelabuhan Waisai yang merupakan pusat Administrasi Kabupaten Raja Ampat, perjalanan ke Pianemo bisa ditempuh sekitar 23 jam tergantung keadaan cuaca dengan speedboat atau kapal. TEMPO/Hariandi Hafid

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Wisatawan dari berbagai penjuru yang ingin mengunjungi Raja Ampat, umumnya singgag di Kota Sorong. Dari kota di bibir pantai itu, perjalanan bisa melalui laut atau dengan pesawat terbang kecil ke Waisai, ibu kota Raja Ampat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Jadi, saat Raja Ampat tumbuh sebagai destinasi utama di Indonesia timur, Sorong menikmati pertumbuhan ekonomi dari pariwisata. Nama Sorong berasal dari kata soren, yang dalam bahasa Biak Numfor berarti laut dalam dan bergelombang. Memang perairan sekitar Sorong kodisinya dalam dan sangat sesuai untuk pelabuhan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sorong tak hanya memiliki ikatan kuat dalam hal ekonomi dengan Raja Ampat, namun juga ikatan emosional, “Suku Biak Numfor pada zaman dulu, mereka dengan perahu menjelajahi lautan dari Teluk Cenderawasih ke arah barat, dari satu pulau ke pulau lain, hingga kemudian menetap di Raja Ampat,” ujar arekolog Hari Suroto.

Suku Biak Numfor dulu kala dikenal sebagai penjelajah lautan yang ulung, sehingga dikenal juga sebagai Viking dari Papua.

Bila wisatawan bersantai di pinggiran pantai kota, bakal melihat Maladum atau Pulau Dum, sebuah pulau kecil di lepas Pantai Sorong, yang oleh orang-orang Biak Numfor sebagai soren – asal usul kata Sorong. Pulau Dum, juga menjadi tempat bersantai wisatawan.

Pengunjung berfoto saat matahari terbenam di pantai Tembok Berlin, Sorong, Papua Barat, 2 November 2014. Pantai ini menjadi tempat favorit warga menyaksikan matahari terbenam. TEMPO/Eko Siswono

Pulau Dum menjadi tempat wisata dengan pantai pasir putihnya yang indah. Sebelum Perang Pasifik, oleh pemerintah kolonial Belanda, tahun 1935 wilayah Sorong dijadikan pangkalan Bataafse Petroleum Maatschappij, dengan pusat pemerintahan di Pulau Dum. Tak heran, jauh sebelum Sorong ramai, Pulau Dum terlebih dahulu menjadi kota dengan infrastruktur yang komplit.

Saat Jepang menguasai Pulau Dum, mereka membangun gua yang saling terhubung sebagai bunker pertahanan. Bahkan, ada yang bunker yang langsung menghadap ke Bandar Udara Jeffman, Sorong.

Pulau Dum juga sangat berbeda dari sisi arsitektur perumahan. Bila rumah tradisional Papua, pada umumnya berbentuk honai, panggung, atau gubuk kayu, kawasan Pulau Dum, memiliki rumah-rumah khas Belanda dengan konstruksi beton.

Di Sorong, umumnya wisatawan tak berlama-lama. Mereka menginap sehari dua hari lalu menuju Raja Ampat. Raja Ampat merupakan kabupaten kepulauan, dengan empat pulau utama yaitu Waigeo, Salawati, Batanta dan Misool.

Sesuai dengan kondisi geografinya, 80 persen wilayah Kepulauan Raja Ampat adalah perairan laut, yang kaya biota laut, dengan berbagai jenis ikan, penyu, mutiara, teripang, terumbu karang dan rumput laut.

Selain perairannya, hutan di Kepulauan Raja Ampat juga memiliki fauna endemik, berupa burung cenderawasih. Kekayaan alam inilah yang memainkan peranan penting dalam perdagangan antar pulau pada masa lalu.

“Dalam sejarahnya, diperkirakan agama Islam di Raja Ampat diperkenalkan oleh kesultanan-kesultanan Maluku Utara tidak lama setelah agama Islam diterima di Maluku Utara pada masa terbentuknya sistem kesultanan pertama di Ternate oleh Sultan Zainal Abidin pada akhir abad ke-15,” ulas Hari Suroto.

Masyarakat Raja Ampat menarikan suling tambur di Pantai Waisai Tercinta saat pembukaan KPDT Expo yang bertajuk Jelajah Raja Ampat, Gelar Seni Budaya dan Potensi Daerah Tertinggal 2012 di Waisai, Raja Ampat, Papua Barat, (1/6). TEMPO/Eko Siswono Toyudho

Berdasarkan sumber laporan-laporan pelaut Portugis pada abad ke-16, diketahui terdapat beberapa perkampungan Islam di Kepulaun Raja Ampat sekitar tahun 1500-an, meski jumlahnya tidak begitu banyak. Perkampungan muslim pertama di Raja Ampat diperkirakan didirikan sekitar tahun 1512 di Pulau Misool.

Pengaruh kesultanan Ternate, Tidore dan Bacan di Raja Ampat selain agama Islam juga dapat dilihat pada struktur kemasyarakatan di Kepulauan Raja Ampat adalah kepemimpinan raja. Secara turun temurun di Raja Ampat mengenal tingkatan-tingkatan seperti raja, bangsawan dan orang biasa.

Gelar-gelar di Raja Ampat yang mendapat pengaruh dari sultan-sultan Maluku Utara, seperti kapita laut, dumlaha, mirino, jojau, ukum, korano, dan sangaji.

Selain gelar-gelar yang digunakan dalam struktur pemerintahan di Raja Ampat, pengaruh sultan-sultan Maluku Utara juga terlihat terlihat atribut pakaian para pegawai raja berupa kain surban, selendang dan sepasang kain. Atribut-atribut ini pada masa lalu digunakan untuk membedakan seorang pegawai raja dengan rakyat biasa. Pengaruh budaya Islam di Raja Ampat juga terlihat penggunaan rebana sebagai alat musik.

Perkampungan muslim di Raja Ampat juga dapat diketahui dari masyarakatnya yang memelihara kambing, kambing ini sangat berperan dalam perayaan Idhul Adha maupun tradisi Islam lainnya.

Hubungan yang terjadi antara Raja Ampat dan sultan-sultan Maluku Utara pada masa lalu lebih mengarah pada hubungan persaudaraan, layaknya hubungan kakak beradik.

Masyarakat Raja Ampat menarikan Suling Tambur di Pantai Waisai Tercinta (WTC)  TEMPO/Eko Siswono Toyudho

Pada waktu itu rakyat Raja Ampat memberikan penghormatan sekaligus berbagi hadiah kepada Sultan Tidore dan sebaliknya mereka oleh Sultan Tidore diberikan gelar dan hak istimewa serta berbagai jenis kain, perkakas besi, manik-manik dan keramik.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus