Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Setiap tahun, masyarakat Suku Tengger di Gunung Bromo rutin melaksanakan ritual Yadnya Kasada yang pada tahun 2024 ini digelar selama empat hari dari tanggal 21 Juni 2024 pukul 00.00 WIB hingga 24 Juni 2024 pukul 24.00 WIB. Selama pelaksanaan ritual tersebut, seluruh tempat di Gunung Bromo ditutup dari akses publik. Selain dibersihkan dari sampah pengunjung, kawasan itu juga dipulihkan dari aktivitas wisatawan. Dikutip dari laman pasuruankab.go.id, ritual Yadnya Kasada disebut juga dengan istilah Larung Hasil Bumi ke kawah Gunung Bromo.
Yadnya Kasada bermakna setiap umat Hindu hidup berdampingan saling membantu, tidak sombong, tidak takabur, dan selalu bersyukur atas nikmat yang diberikan sang pencipta. Dalam puncak ritual itu, masyarakat melemparkan berbagai hasil bumi ke kawah Bromo, termasuk hewan ternak seperti ayam atau kambing.
Sebelum melarung, ritual Kasada diawali dengan puja asisi bakti dukun pandita Tengger. Lalu dilakukan upacara mulunen atau dikenal dengan pengangkatan dukun baru.
Dukun baru dipilih dari 4 kabupaten yaitu Lumajang, Malang, Pasuruan, dan Probolinggo yang nantinya menggantikan dukun lama setelah melewati sembahyang dan ritual doa.
Dalam susunan ritual itu, sembahyang dan ritual doa dilakukan di Pura Luhur Poten Gunung Bromo hingga kegiatan larung sesaji berjalan lancar. Acara diawali dengan pembacaan kidung religi diiringi gamelan, menyucikan tempat persembahyangan, pembacaan Kitab Suci Weda, pembacaan sejarah Kasada, dan perkawinan Roro Anteng dan Jaka Seger.
Karena Yadnya Kasada diawali dengan legenda dua manusia bernama Roro Anteng dan Jaka Seger yang setelah menikah tak jua dianugerahi keturunan. Jaka Seger adalah putra keluarga Brahmana sedangkan Roro Anteng putri keluarga Kerajaan Majapahit. Sepasang suami istri itu konsisten berdoa kepada dewa dan bernazar jika dikaruniai anak, alhasil dewa pun mengabulkan doa mereka dengan memberi 25 anak. Jaka Seger dan Roro Anteng lantas menepati janjinya dengan mengorbankan anak ke-14 mereka sebagai sesembahan kepada kawah Gunung Bromo yang dilakukan tepat saat Yadnya Kasada.
Pasca pembacaan sejarah Kasada, terdapat ritual adat Nglukat umat Hindu yang membagikan bija dengan ditempelkan di bagian wadah. Memberikan wewangian di sebelah kanan, membakar dupa, dan memercikkan air suci. Pada saat itulah penggantian dukun terpilih dilakukan, kemudian dilanjutkan dengan acara inti larung hasil bumi.
Masyarakat Suku Tengger berangkat dari Pura Luhur Poten menuju kawah Gunung Bromo. Ritual ini ditutup dengan kegiatan selamatan masing-masing desa dengan dipimpin oleh dukut adat. Larung hasil bumi selain dilakukan di Bromo juga ada di Blitar, Magetan, dan Probolinggo dengan makna yang mirip.
MELINDA KUSUMA NINGRUM | NINIS CHAIRUNNISA
Pilihan Editor: 2 Alasan Gunung Bromo Ditutup Sementara untuk Wisatawan
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini