Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hiburan

Mengenang Adisutjipto, Bapak Penerbang Indonesia yang Gugur saat Mengudara

Agustinus Adisutjipto adalah seorang pahlawan nasional dan Bapak Penerbang Indonesia. Hari ini 74 tahun lalu ia mengudara untuk terakhir kalinya

29 Juli 2021 | 19.12 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Agustinus Adisutjipto adalah seorang pahlawan nasional sekaligus seorang komodor udara Indonesia. Ia merupakan Bapak Penerbang Indonesia. Hari ini 74 tahun lalu ia mengudara untuk terakhir kalinya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Adisutjipto alias Tjip, lahir di Salatiga pada 4 Juli 1916. Ia merupakan putra sulung dari seorang pensiunan pemilik sekolah di Salatiga yang bermana Roewidodarmo. 

 

Sejak muda Tjip sudah jatuh cinta dengan penerbangan. Setelah lulus dari Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO) atau sekolah pertama, ia berniat untuk mengikuti tes sekolah penerbangan di Kalijati namun ditentang oleh ayahnya. Akhirnya Tjip masuk Algeemene Middelbare School (AMS) atau sekolah menengah atas di Semarang.

 

Pada 1936, Adisutjipto lulus dari AMS. Ia kembali memohon kepada ayahnya agar diizinkan mengikuti pendidikan sekolah militer Breda (negeri Belanda). Akan tetapi, ayahnya justru memasukkannya ke sekolah kedokteran. Adisutjipto pun menuruti kemauan ayahnya. Ia kuliah di Genneskundige Hooge School atau sekolah tinggi kedokteran di Jakarta.

 

Meski menjalani pendidikan di sekolah kedokteran, pikiran Adisutjipto tetap berada di udara. Tanpa sepengetahuan ayahnya, ia mengikuti tes penerimaan Militaire Luchtvaart Opleiding School atau sekolah pendidikan penerbangan militer di Kalijati.

 

Adisutjipto berhasil lolos dengan hasil yang memuaskan. Alhasil ayahnya mengizinkan Tjip untuk menempuh pendidikan di sekolah penerbangan.

 

Adisutjipto berhasil mencapai tingkat Letnan Muda calon penerbang ikatan pendek bersama dengan sembilan siswa lainnya. Ia akhirnya terus melaju hingga mendapat Groot Militaire Brevet atau Brevet Penerbang Tingkat Atas.

 

Dunia Penerbangan

Melansir dari p2k.itbu.ac.id, sejak menjadi penerbang, Karier Adisutjipto terus melejit. Ia diangkat menjadi Ajuda Kapitein (Kolonel) Clason, pejabat Angkatan Udara KNIL di Jawa. Pada masa pendudukan Jepang, semua penerbang KNIL dibebaskan dari tugasnya. Adisutjipto pun kembali ke rumah orang tuanya di Salatiga.

 

Beberapa bulan setelah Indonesia merdeka, Pangkalan Udara Maguwo, Yogyakarta, memiliki sejumlah unit pesawat Cureng bekas kepemilikan Jepang. Pada Oktober 1945, ia diminta oleh Suryadi Suryadarma, kenalannya saat di Kalijati, untuk menerbangkan pesawat tersebut dalam rangka merayakan Hari Sumpah Pemuda dan membakar semangat kemerdekaan masyarakat Jogja.

 

Pada 15 November 1945, Adisutjipto mendirikan sekolah penerbang di Yogyakarta, tepatnya di Lapangan Udara Maguwo. Di sana, ia diberi tanggung jawab oleh panglima divisi setempat.

 

Selain itu, ia mendapat tugas untuk memimpin kesatuan operasi yang berbasis di Maguwo. Sebabnya Adisutjipto disebut-sebut sebagai perintis utama dalam sejarah pendidikan penerbangan di Indonesia.

 

Akhir Perjuangan

Pada masa Agresi Militer Belanda I, Adisutjipto bersama Abdulrahman Saleh diperintahkan untuk ke India menggunakan pesawat Dakota VT-CLA. Pesawat itu mengangkut Sembilan penumpang.

 

Penerobosan blokade udara Belanda menuju India dan Pakistan berhasil dilakukan. Sebelum kembali ke Indonesia, mereka singgah ke Singapura untuk mengambil bantuan obat-obatan Palang Merah Malaya.

 

Sementara itu, di Lanud Maguwo, KSAU Soerjadi Surjadarma telah menunggu kedatangan pesawat ini dan memerintahkan agar pesawat tidak perlu berputar-putar sebelum mendarat untuk menghindari serangan udara terhadap pesawat tersebut.

 

Melansir dari laman tni.mil.id, saat mendekati Lanud Maguwo pada 29 Juli 1947 pukul 16.30, pesawat ini pun tetap berputar-putar untuk bersiap mendarat. Namun, tiba-tiba muncul dua pesawat Kittyhawk milik Belanda langsung menembaki pesawat tersebut.

 

Akibatnya, pesawat hilang kendali dan akhirnya pesawat jatuh di perbatasan Desa Ngoto dan Wojo dan langsung terbakar. Delapan dari sembilan orang dalam pesawat pun meninggal dunia, Adisutjipto termasuk di antaranya. Insiden ini melatarbelakangi peringatan Hari Bhakti TNI AU,

 

Adisutjipto dimakamkan di pemakaman umum Kuncen, lalu pada 14 Juli 2000 makamnya dipindah ke Monumen Perjuangan TNI AU di Ngoto, Bangunharjo, Sewon, Bantul, Yogyakarta.

 

Melansir dari historia.id, atas jasanya tersebut pangkat Adisutjipto dinaikkan menjadi marsekal muda udara serta diangkat menjadi Pahlawan Nasional pada 1974. Namanya kemudian diabadikan jadi Bandara Internasional Adisutjipto Yogyakarta menggantikan Bandara Maguwo.

M. RIZQI AKBAR

Baca juga:

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus